zavier / a confusion

3.3K 477 58
                                    

VOTE DAN COMMENTS YA!! Xoxoxo.

***

Gue masuk ke dalam kamar Bunda setelah berbicara dengan dokter. Memang benar kata Keisha waktu awal-awal gue tau Bunda sakit, gue gak boleh banyak berharap. Berharap boleh, tapi jangan sampai ketinggian.

Sayangnya, melihat progress Bunda.. Gue berharap ketinggian.

Kanker sudah menjalar ke sebagian besar dalam tubuh Bunda. Paru-paru, misalnya.. Pantes Bunda sering sesek nafas.

"Kenapa kamu? Mukanya ketekuk gitu, Sayang. Lagi mikirin kerjaan?"

Keisha yang lagi ngobrol dan nyuapin Bunda langsung mengalihkan pandangannya ke arah gue. Gue yakin sebelum gue masuk, Bunda dan Keisha sedang ngobrolin entah gue atau new collection dari tas branded yang gue masih gak ngerti kenapa mereka seneng banget koleksi brand itu dari warna paling muda sampai tuanya.

"Enggak, Bun. Lagi capek aja aku.. Gak enak badan."

Gak mungkin dong gue bilang, "Iya soalnya Bunda kemungkinan sembuhnya sedikit karena kankernya udah menjalar kemana-mana."

"Mau gue pijetin?"

Tawaran Keisha itu menarik kalau gue lagi gak banyak pikiran. Keisha lagi, tau aja bagian mana yang bisa dia pijet.

Cuman gak sekarang.

"Enggak.. Suapin Bunda lagi, gue mau ngerokok di luar. Daaah, Bunda."

Gue mencium kening Bunda dan tersenyum ke arah Keisha lalu pergi ke luar kamar. Berhubung kunci mobil Keisha ada di gue, gue aja yang bawa mobilnya. Di tengah jalan, gue bertemu Abang gue dan Mbak Nana yang mau ke kamar Bunda.

"Mau kemana kamu?"

"Cari angin, ke Starbucks kayaknya."

Mbak Nana bisikin sesuatu ke Abang gue yang langsung membuatnya masuk ke dalam. Ia tersenyum dan berkata, "Mbak ikut ya?"

Sesampainya disana, gue memesan kopi dan gue mesenin Mbak Nana beef quiche dan air mineral. Dari pertama gue kenal Mbak Nana, itu menu favoritnya. Dia gak begitu suka minuman Starbucks, tapi makanan di Starbucks merupakan salah satu favoritnya.

"Aku ngerokok ya, Mbak?"

Dari dulu gue belajar untuk menghormati perempuan dengan meminta izin mereka kalau mau merokok. Gue seneng sama perempuan yang gak ribet kalau mulut gue lagi asem. Keisha memang gak suka perokok tapi gue udah sadar diri untuk gak akan ngerokok depan dia. Beda dengan Mbak Nana, alasan kenapa Abang gue berani menikahinya karena Mbak Nana gak pernah protes dengan kesukaannya. Rokok.

"Ngerokok lah. Kamu kayak baru kenal sama aku kemarin."

Gue larut dalam pikiran gue lagi. Terngiang-ngiang dengan apa yang dokter katakan. Paru-paru, tulang, dan hati.. Wow.

"Alasan Mbak kesini adalah... Mbak tau kamu lagi mikirin sesuatu yang kamu umpetin dari Abang kamu. Dan Mbak yakin seratus persen, Keisha gak tau juga kan?"

Mbak Nana dulu bahkan tau kalau gue gak bisa bayar uang UKT kuliah padahal gue gak ngomong. Entah dia punya skill meramal atau memang kita ada koneksi batin.

"Hahahaha.. Nggak kok."

"Zavier. Kamu sering dulu ngibulin Abang kamu, tapi kamu gak akan bisa ngibulin Mbak."

Gue mendesah dan berkata, "Bunda... Kemungkinan gak akan bisa sembuh."

"Paru-paru, tulang, dan hatinya juga kena Mbak."

"Bunda ngeluh sesek nafas.. Akhirnya aku sama Abang gak ngerokok lagi kalau mau ketemu Bunda. Atau kita mandi dulu biar gak bau.. Ternyata bukan kita, itu.. Itu kanker."

Reality [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang