Syaqil 2

21 1 1
                                    

Diruangan yang cukup luas itu, terlihat dua orang pria sedang berdiskusi, yang satu meminta dan yang satunya lagi menolak.

Disinilah Ridwan sekarang, berada didalam ruang kerja milik Papanya.

Sejak dua jam yang lalu Papanya ini sangat keras kepala memaksa Ridwan untuk segera bergabung bersama Papanya di kantor. Sama keras kepalanya dengan Ridwan, yang terus menerus berusaha menolak keinginan Papanya itu.

"Percaya sama Papa, kamu pasti bisa, Nak."

Ridwan menatap Papanya, apa yang harus Ridwan lakukan? Jujur saja, Ridwan tidak menyukai bisnis Papanya yang bergerak dibidang design interior itu.

"Ridwan belum siap, Pa" tolak Ridwan halus, berusaha membuat seorang Royanda mengerti.

"Kenapa? Karna perempuan itu? Karna perempuan itu kamu jadi berani ngebantah Papa?"

Ridwan mengepalkan kedua tangannya dibawah meja kerja Papanya.

Ridwan berdiri, menyunggingkan senyum tipis. Lalu melangkah pergi meninggalkan Papanya.

"Papa akan cari perempuan itu. Dan kamu tidak akan dapat menemukan dia,Ridwan"

Mendengar itu, Ridwan berhenti melangkah, berbalik arah.

"Cukup Pa! Papa ngga pernah tau kehidupan Ridwan. Yang Papa tau, yang Papa peduliin cuma Gibran kan?! Jadi jangan usik kehidupan Ridwan."

Ridwan berbalik arah lagi dan melangkah pergi. Menghindari seorang Royanda yang selama ini menjadi pelindungnya dari kejauhan.

Royanda mengejar putra sulungnya itu, tega sekali dia melawan Papanya sendiri.

Ridwan mendengar derap langkah kaki Papanya itu, dia berhenti. Menoleh,

"Berhenti Pa. Ridwan mohon. Jangan usik kehidupan Ridwan,Pa. Cukup Gibran aja yang Papa jadiin boneka buat bisnis Papa itu." Ucapnya, lalu kembali melangkahkan kakinya

"Ridwan berhenti di sit_____"

Royanda merasakan sakit dibagian dada kirinya. Semakin sakit, tubuh kekar yang mulai menua itupun luruh ke lantai.

"PAPA!!!"  Kali ini Ridwan berbalik arah berlari mengejar Papanya itu, Ia mendelik kaget saat melihat Papanya kembali drop. Pikiran Ridwan sudah melanglang buana entah kemana.

________

Gibran mengaduk mie ayamnya. Hanya itu yang dia lakukan sejak setengah jam yang lalu. Felya menghela nafasnya kasar, jengah melihat tingkah Gibran.

"Lo niat makan ngga sih?!" Oceh Felya sembari merebut garpu beserta sendoknya dari tangan Gibran.

"Bilang dong kalo lo itu mau nyiksa gue" sinis Felya

"Kok nyiksa lo? Apa hubungannya sama makanan coba?"

Felya mengelus dadanya.

Sabar Fe... sabar... suami lo ini emang belom 4G makanya lemot. -Batin Felya.

"Kalo lo ngga makan, lo sakit. Yang repot siapa? Gue juga kan. Itu sama aja lo nyiksa gue."

"Gue ngga akan sakit cuma karna ngga makan sekali."

"Ngga usah sok iya deh. Lo lupa kalo lo punya mag?"

Gibran nampak berpikir, dia tak mendengarkan Felya. Pikirannya mengarah pada Syaqil.

"Ngga usah sok jadi pemikir deh. Biasanya juga ngga pernah mikir" sinis Felya

"Apasih. Berisik lo"

DiLyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang