Hari ini adalah hari kamis, di mana kelas XI IPA 1 dan XI IPS 2 memiliki jadwal mata pelajaran penjas di jam yang sama. Rose sudah selesai mengganti seragam putih-abunya dengan baju olahraga. Ia mengikat rambutnya, kemudian duduk di pinggir lapangan setelah selesai melakukan pemanasan. Matanya sibuk memperhatikan Jevan dan teman sekelasnya yang sedang bermain basket. Setelahnya, ia bisa melihat anak laki-laki dari kelasnya menghampiri kelas Jevan.
"Roseanne,"
Rose menoleh pada sumber suara, ternyata pak Irwan-guru olahraga XI IPA 1.
"Iya pak? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Rose dengan sopan.
"Iya, saya lagi butuh bantuan kamu. Boleh minta tolong ambilkan absen di meja saya? Saya lupa bawa, maaf ya."
"Oh iya pak, saya ambil sekarang."
"Terimakasih, Rose."
"Sama-sama, pak."
Dengan rasa sedikit tak rela saat harus melepaskan pandangannya dari Jevan yang sangat tampan dengan sedikit keringat di pelipis tersebut. Rose harus cepat mengambil absen kemudian kembali memperhatikan kegiatan Jevan. Maka dengan kecepatan kilat Rose pergi ke ruang guru, mengambil absen, kemudian kembali ke lapangan.
Saat ia kembali, ternyata suasana di lapangan basket sudah sangat heboh. Kelas XI IPA 1 dan XI IPS 2 sedang bertanding basket. Pantas saja para kaum hawa sedang heboh-hebohnya meneriakkan nama-nama pemain basket dari kedua kelas. Dengan antusias Rose menghampiri ketiga sahabatnya yang sedang berada di pinggir lapangan, memperhatikan pertandingan dengan tenang, kecuali Lisa-karena gadis itu cukup bar-bar.
"Ke mana aja lo? kesayangan lo tuh." Kata Jean setelah Rose tiba, ia menunjuk Jevan dengan dagunya.
"Point-nya sudah berapa?" tanya Rose.
"5-3, tim Jevan mimpin point," jawab Lisa.
"Woah!" heboh Rose.
"Jeffrey ganteng ya kalau lagi main basket?" Tanya Jisha pada ketiga sahabatnya.
Lisa tersenyum penuh makna seraya menyenggol siku Rose. "Ganteng banget, Sha. Apalagi lesung pipinya itu kalau senyum, beuh ... Bikin dunia gue sekejap penuh taman bunga. Iya gak, Rose?"
Rose hanya mengangguk pelan, karena pandangannya hanya tertuju pada Jevan sejak awal. Mengabaikan segala suara gaduh dari para pendukung Jevan yang membuatnya dibakar api cemburu, Rose mengepalkan tangannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara.
"SEMANGAT JEVAN, WOEEE!" Teriaknya guna menyemangati Jevan.
Semua orang menatapnya, si gadis berkuncir kuda itu tak perduli. Meski suara menggelegarnya sukses mengejutkan semua orang. Kelakuan Rose yang satu ini sudah sangat biasa. Sudah jadi rahasia umum bahwa Rose adalah penyuka KUTUB UTARA nomor satu.
"Jevan semangat!"
Rose melirik pada para adik kelas di sampingnya. Astaga, kesal sekali rasanya jika mendengar orang lain yang meneriaki nama Jevan dengan nada manja seperti itu. Belum lagi telinganya yang seperti mau pecah karena mendengar sorakan para suporter.
Terlepas dari semua itu, kenapa Jevan-nya tampan sekali? Bagaimana tidak jika Jevan yang kini tengah memakai jersey tanpa lengan, dengan otot kuat dan badan atletis. Belum lagi keringat di dahi dan rambut acak-acakannya tersebut. Apalagi ekspresi seriusnya saat mendribel bola basket yang membuatnya semakin cool. Jevan benar-benar tampan. Dan semua orang pun tak dapat memungkiri hal tersebut.
"Haduh, budek deh kuping gue kalau para cabe teriak-teriak terus." Gerutu Jean.
"Kuping gue juga sakit, gila emang cewek-cewek caper." Tambah Jisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUB (Sudah Terbit)
FanfictionNote: Beberapa part sudah dihapus untuk kepentingan penerbitan! Jevan Kandreas itu most wanted yang suka buat ulah sana-sini. Hobby keluar masuk ruang BK karena tindakan bar-bar dia and the genk. Ganteng si, famous? So pasti, tajir? Banget dan udah...