Tawuran

7.5K 820 48
                                    

Rose pulang ke rumah dengan wajah lemas dan tak bersemangatnya. Ia melemparkan tas sekolahnya asal, kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang.

Seharian ini Rose melewati banyak kejadian tak mengenakkan saat di sekolah, tentu hal itu membuatnya merasa bete. Dimulai dari terkena lemparan bola basket sampai tak sadarkan diri, dihukum bu Ratna karena terlambat masuk kelas saat jam pelajarannya. Dan hal yang paling membuatnya kesal adalah ... Saat pulang sekolah tadi, ia melihat Jevan pulang bersama gadis lain.

Rose tak mengenal siapa gadis itu, wajahnya sangat asing dan sepertinya memang bukan murid dari sekolahnya. Tapi betapa beruntungnya sang gadis bisa duduk di jok belakang motor sport Jevan. Setahunya, Jevan tak pernah merespon satu orang gadis pun yang menyukainya, termasuk Rose. Tapi kenapa Jevan bisa kelihatan sangat dekat dengan gadis tadi. Bahkan Rose tak pernah melihat Jevan tersenyum selain saat Jevan berbicara dengan gadia asing tadi. Bohong jika Rose tidak merasa cemburu apalagi ketar-ketir, ia takut Jevan-nya kecantol gadis lain. Rose kesal sendiri membayangkannya.

“ARGHHH JEVAN GILA! KENAPA SUSAH BANGET BUAT LO BALAS PERASAAN GUE?!” Teriak Rose persis seperti orang gila.

Rose menelungkupkan wajahnya pada bantal, kemudian berteriak sekencang mungkin meski suaranya tertahan. Rose heran, apa kurangnya dirinya? Apakah Jevan tidak normal? Atau Jevan penyuka laki-laki? Jangan-jangan rumor kalau Jevan dan Vino punya hubungan khusus itu benar adanya. Rose menggelengkan kepalanya, pemikiran macam apa itu?

“GAK MUNGKIN JEVAN GAK NORMAL! GAK MUNGKIN!!!” Teriaknya lagi.

“HEH CABE, BERISIK TAU GAK!” Sahut Keenan—kakak laki-laki Rose dari kamarnya yang tepat berada di samping kamar Rose.

“Bodo amat caplang!”

Brak!

Pintu kamar terbuka dengan keras dan memperlihatkan Keenan dengan setelan baju rumahannya, juga rambut berantakkan dan muka bantal, khas orang baru bangun tidur.

“Sial, ganggu orang tidur aja. Volume suara lo bisa gak dikecilin? Kalau bisa teriaknya sambil bisik-bisik aja!” Saran tak masuk akal Keenan.

“Mana bisa teriak sambil bisik-bisik, makanya kalau punya otak jangan cuma dipakai buat pajangan.”

What the hell? Gue kebangun dari tidur nyenyak gue Karena suara nyaring lo, please deh, be. Kalau mau maki-maki orang di depan mukanya langsung, jangan di belakang. Kalau gini dia gak akan dengar, sia-sia energi lo."

“Kalau begitu nanti dia ilfeel sama gue.”

Keenan memasang wajah datarnya, selanjutnya sudah bisa ditebak. Keenan dan Rose malah saling bertengkar. Setelahnya akan berakhir dengan Keenan yang mengalah lebih dulu dengan pergi dari kamar Rose sambil membanting pintu. Mereka tak pernah akur barang satu hari pun.

“Nanti pintunya rusak, gue bilangin Mama loh.” Kata Rose setelah Keenan membanting pintu.

Ia dan Keenan hanya tinggal berdua di rumah untuk sekarang ini, karena kedua orang tua mereka sedang bekerja di Australia. Mereka juga tak memiliki asisten rumah tangga, jadi tugas rumah mereka bagi dua, terkadang mereka juga membersihkan rumah dengan bantuan go-clean, agar tidak terlalu lelah.

Tak tahu harus melakukan apa setelah kepergian Keenan. Ia memilih untuk melakukan kegiatan tanpa manfaatnya, seperti membuka sosial media. Menggulirkan layar ponselnya berulang kali, mulai dari instagram, twitter, mengecek akun WhatsApp—membalas beberapa pesan.

Pintu kamarnya kembali terbuka, Keenan melongokkan kepalanya. “Maaf soal tadi, gue marah sama lo. Padahal lo lagi galau.” Keenan membuka suara.

KUTUB (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang