Pensi yang ditunggu-tunggu telah tiba, murid SMA Bima Sakti bersuka cita merayakan hari jadi sekolah mereka yang telah berdiri 35 tahun lamanya. Rose bersama teman-teman OSIS bisa bernafas lega, setelah mempersiapkan acara tersebut hampir satu bulan lamanya dan kini acara berjalan sukses, dan semoga saja tak terdapat kendala berarti. Bagi mereka ini adalah titik puncak dari masa jabatan mereka sebagai anggota OSIS, karena ini merupakan program terakhir mereka bersama kelas XII sebelum demisioner.
Rose sudah cantik dengan gaun birunya dan Jevan begitu tampan dengan setelah kemeja putih berbalut tuxedo hitam. Kostum duet mereka lebih mirip seperti pakaian Mr & Mrs konglomerat, sangat serasi saat bersanding. Giliran mereka telah tiba, kedua MC memanggil nama mereka, dan tepuk tangan meriah terdengar ke seluruh penjuru sekolah saat keduanya telah menaiki panggung.
Musik mulai dinyalakan, Rose bernyanyi pada baik pertama. Baru sedikit suaranya terdengar saja semua orang sudah dibuat takjub oleh suara indah dan uniknya. Ada satu hal yang membuat semua orang kagum selain suara Jevan dan Rose yang sama merdunya—Jevan yang tersenyum di depan banyak orang untuk pertama kalinya. Begitu juga Rose, ia kira Jevan akan bernyanyi dengan wajah datar dan kakunya, namun tanpa diduga Jevan tersenyum ke arahnya. Kemistri di antara mereka begitu bagus, hingga semua orang dapat terhanyut dan terbawa suasana oleh lagu yang mereka mainkan.
“Gue gak nyangka kalau Jevan bisa juga senyum, gue kira dia gak punya otot wajah,” guman Jisha.
Vino yang berada di sebelahnya menimpali. “Lo pikir dia robot?” Tanya Vino.
Di akhir lagu Jevan dan Rose saling bertatapan dalam hingga membuat semua orang yang melihat berteriak histeris sangking gemasnya. Dan tanpa terduga. Jevan menggenggam tangan Rose saat musik benar-benar berakhir, bertahan pada posisi tersebut hingga turun dari panggung dan mendapatkan tepukkan tangan meriah dari seluruh penonton. Rose masih belum bergeming saat Jevan melepaskan tautan tangan di antara mereka.
Jevan terkekeh, “kenapa bengong?” Tanyanya.
Rose menggeleng, belum sadar sepenuhnya bahwa mereka sudah ada di belakang panggung. “Nggak apa-apa, Jev.” Balasnya.
“Oh ya, sebentar.” Setelah mengatakan hal tersebut Rose pergi entah kemana, Jevan menurut dengan tetap di sini, menunggu Rose untuk kembali. Tak lama gadis itu kembali dengan membawa sebotol minuman sari buah dan memberikannya pada Jevan. “Kali ini jangan ditolak.” Peringat Rose.
Jevan tertawa dan menerima minuman tersebut, “thanks.”
Gadis itu memperhatikan wajah Jevan yang penuh keringat, mungkin karena acara ini dilaksanakan di luar ruangan dan juga panas, Jevan jadi mudah berkeringat. Reflek tangannya terangkat guna mengusap peluh pada dahi Jevan. “Pasti lo kepanasan, kasihan.” Guman Rose.
Wajahnya dan Jevan benar-benar sangat dekat saat ini, hingga Jevan dapat melihat betapa cantiknya wajah gadis di hadapannya, bahkan farfum beraroma mawar dari tubuh gadis itu pun dapat Jevan cium.
Kini tatapan Jevan tak bisa lepas dari wajah gadis tersebut, hingga Rose yang tersadar bahwa dirinya sedang diperhatikan pun akhirnya menjauhkan wajahnya dari Jevan dengan sedikit rasa canggung dan deheman pelan. “Jev, gue harus ganti baju dan lanjut gabung sama anak-anak.”
“Ah iya, lo pasti bakalan sibuk banget.” Jawab Jevan.
“Kalau gitu gue ke ruang OSIS ya.”
“Rose,” panggil Jevan sebelum Rose pergi.
“Ya, Jev?”
Jevan mengelus tengkuknya lalu berdehem pelan. “Pulang nanti, boleh gue antar lo pulang?” Tanyanya.
Rose mengangguk, tentu boleh. Tapi masalahnya Rose akan pulang telat, mungkin saja malam karena ia juga harus membereskan tempat. “Tapi, Jev. Mungkin lo akan nunggu lama kalau mau antar gue pulang.” Jelas Rose.
“Gak masalah, boleh kan gue nunggu di ruang OSIS?” Tanya Jevan. Rose mengangguk.
Rose senang, sepertinya hubungan antara dirinya dan Jevan mulai ada kemajuan, mungkin Rose terlalu percaya diri atau apa. Tapi memang ia merasa bahwa Jevan mulai membuka hatinya untuk gadis itu.
❄
Acara pensi resmi usai, semua tim pelaksana berkumpul di aula untuk membahas acara mereka yang berjalan lancar. Eza sebagai ketua OSIS memberikan ucapan terimakasih pada anggota kelas XII yang sudah membantu meski dalam tahap demisioner dan harus fokus pada pembelajaran. “Pertama-taman saya ucapkan terimakasih pada seluruh tim pelaksana yang sudah membantu sehingga acara ini dapat terlaksana dengan lancar tanpa hambatan berarti, terimakasih pada—“ Eza mengucapkan terimakasihnya pada seluruh anggota. Hingga pada penghujung mereka semua bersorak gembira atas selesainya acara besar yang mereka laksanakan.
Rose memasuki ruang OSIS dan melihat Jevan yang tengah tertidur di sofa, ia tersenyum lembut seraya memperhatikan Jevan yang tengah tertidur. “Jevan kayak bayi kalau lagi tidur, tapi bisa berubah jadi singa buas saat buka mata.” Gumannya.
Tubuh Jevan sedikit bergerak dan laki-laki melenguh sampai akhirnya membuka matanya perlahan. Jevan terkejut saat menyadari bahwa wajah Rose begitu dekat dengan wajahnya, begitu juga Rose yang terkejut karena berhasil terciduk Jevan. Gadis itu berusaha kembali menjauhkan wajahnya, tapi kali ini Jevan menahannya.
Tangan Rose di tahan oleh Jevan, membuat tubub gadis itu hampir saja jatuh di atas tubuh Jevan jika saja tangan kanannya tak menahan. Jevan menatapnya dalam, seolah meneliti dan tenggelam pada manik mata coklat gelapnya. Rose cukup terpesona akan tatapan mata Jevan yang mampu menghipnotisnya hingga ia melakukan hal yang sama seperti yang Jevan lakukan.
Perlahan tangan kanan Jevan meraih pipi Rose, mengelusnya lembut. Tatapan mata Jevan jatuh sepenuhnya pada bibir ceri milik Rose yang berhasil menggodanya. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya pada Rose seraya memiringkan wajahnya. Tinggal beberapa senti lagi mungkin bibir mereka akan bertemu. Jevan sepertinya mulai terbawa suasana hingga matanya menutup secara perlahan. Rose tak sepolos itu untuk tidak mengetahui apa maksud Jevan, hatinya berdebar namun juga senang. Rose melakukan hal yang sama seperti Jevan, dua senti lagi mungkin bibir mereka akan bertemu.
“Assalamu’alai—oh wow ada yang mau kissing.”
Jevan maupun Rose sontak menjauhkan wajah mereka berdua dengan spontan, Johan dan Yuna adalah orang yang berhasil menciduk mereka. Ah rasanya Rose seperti sudah kehilangan muka. Yuna dan Johan menahan senyum seraya memberikan tatapan menggoda pada kedua orang tersebut.
“Sorry nih ganggu kalian, tapi kita cuma mau ambil ini.” Kata Yuna seraya memperlihatkan tasnya pada Rose dan Jevan
Johan juga melakukan hal yang sama seperti Yuna, “Silahkan dilanjutkan kak, acaranya.” Goda Johan sebelum keluar bersama Yuna.
Rose dan Jevan kini ditemani kecanggungan, wajah mereka panas dan merah seiring dengan detak jantung mereka yang berpacu sangat cepat dan tak dapat mereka kontrol. Jevan berdehem lebih dulu guna menghentikan suasana aneh yang tiba-tiba tercipta di antara mereka.
“Kita pulang sekarang ya?” Tanya Jevan dengan masih ada sedikit rasa canggung dari nada bicaranya.
“Iya, Jev.” Rose mengangguk seraya menundukkan kepalanya dalam-dalam, rasa malunya masih begitu besar hingga ia tak berani menatap wajah Jevan.
Jevan dilanda gundah, kenapa bisa-bisanya ia terbawa suasana hingga hampir mencium bibir gadis tersebut. Jevan bingung dengan perasaannya, akhir-akhir ini keradaan Rose mampu menganggu ketenangan hati dan pikirannya. Namun di satu sisi, Jevan juga masih memiliki rasa cinta pada gadis lain. Apakah perasaannya pada Rose hanya pelampiasan semata karena cinta tak terbalasnya terhadap gadis lain yang telah berjalan sekian lama? Jevan sungguh bingung, benar-benar bingung. Akan tetapi ia ingin menjalani lebih dulu hubungannya dengan Rose seperti ini, seraya memantapkan hatinya kepada siapa ia nanti akan berlabuh.
❄
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUB (Sudah Terbit)
Fiksi PenggemarNote: Beberapa part sudah dihapus untuk kepentingan penerbitan! Jevan Kandreas itu most wanted yang suka buat ulah sana-sini. Hobby keluar masuk ruang BK karena tindakan bar-bar dia and the genk. Ganteng si, famous? So pasti, tajir? Banget dan udah...