Dinner

7K 731 50
                                    

Mungkin saja kali ini Jevan sedang dalam mode gelisah, pasalnya ia bimbang apakah harus meminta maaf pada Rose soal insiden bola basket itu atau tidak? Sebenarnya ia merasa tak enak hati. Walaupun Rose itu menyebalkan dan suka mengganggunya, tapi gadis itu tetaplah temannya. Ya, walau mereka tak akrab atau memang Jevan lah yang tak ingin mengakrabkan diri pada gadis cantik itu.

Karena bingung, akhirnya Jevan meminta saran pada Vino lewat chat. Dan hasil yang didapatkan adalah Vino menyarankannya untuk membeli sebuah hadiah sebagai permintaan maaf untuk Rose. Namun menurutnya itu terlalu berlebihan, jadi kembali lagi pada keputusan awal.

"Just say sorry and done, no more gift. Nanti dia malah kegeeran kalau dikasih hadiah," monolognya.

Esoknya, di kantin sekolah yang selalu ramai, Rose dan tiga sahabatnya sedang menjalankan kegiatan rutin. Apalagi jika bukan makan siang sambil bergosip ria. Tak jauh dari meja mereka berempat, ada meja anak bangtan yang ramai dan berisik luar biasa. Ditambah para pengikut bangtan yang cukup banyak, ikut berkumpul pada satu meja berukuran panjang dan paling besar yang ada di kantin tersebut.

Rose sungguh beruntung, dengan jarak sedekat ini ia jadi bisa melihat wajah tampan Jevan dengan leluasa. Sedang minum es teh manis saja gayanya sudah keren, Jevan sungguh laki-laki yang luar biasa.

Lisa menyenggol lengan Jean dan Jisha, kemudian menunjuk Rose dengan dagunya-yang sedang lupa diri karena memandangi Jevan.

"Biasa aja kali lihatnya, Jevan gak ada lari kemana-mana." Tegur Lisa.

"Mata lo keluar tuh lama-lama, gak perih melotot terus?" Tanya Jean.

"Sssttt ... Shut the fuck up! Lo pada ganggu ih, gak tahu apa kalau gue lagi mengagumi indahnya ciptaan Tuhan," jawab Rose yang matanya tak pernah luput memandangi setiap gerak-gerik Jevan.

"Sadar Rose sadar, tingkat kebucinan lo itu udah overdosis." Kata Jisha.

"Sirik aja lo, Sha. Bilang aja lo juga mau ngebucin, tapi gak punya objek buat dibucinin." Jawab Rose angkuh.

"Seenaknya aja lo kalau ngomong!" Jisha tentu tak terima.

"Lo kayak remaja yang baru ngerasain jatuh cinta aja sih, Rose. Heran gue," Jean geleng-geleng kepala.

"Gak usah heran, Je. Gue tahu kok lo juga jadi bucin bang Saga, lo pikir gue gak tahu."

"Anjir!"

Jisha dan Lisa menatap tajam Jean.

"Serius lo suka sama batu modelan Saga?" Tanya Lisa.

Jean mengiyakan, sementara Lisa dan Jisha tertawa kencang. "Hahaha, dia kan sebelas duabelas sama Jevan. Kaku kayak kanebo kering, dingin kayak batu es, irit ngomong kayak orang gagu." Tawa Jisha.

"Rose ember bocor!" Kesal Jean yang dibalas tertawaan dari Rose.

"Sudah samanya lo berdua, satu server."

"Sorry ya, Lis. Gue gak level sama Jean."

"Iya Rose, gue memang gak level sama lo. Soalnya tingkat kebucinan lo jauh levelnya di atas gue."

"Sial!"

"Makan dulu lah, laper nih." Kata Jisha.

Yang lain kembali pada kegiatan awal, yaitu makan. Sedangkan Rose kembali memandangi Jevan yang kini sibuk berbincang bersama teman-temannya. Geng bangtan benar-benar populer, lihat saja banyaknya pengikut mereka. Dari adik kelas, seangkatan, hingga kakak kelas. Lingkup pertemanan mereka benar-benar luas. Pantas saja bangtan sangat disegani, gerombolan mereka juga sangat banyak.

KUTUB (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang