Let me sleep, please!

7.2K 745 46
                                    

Untuk ketiga kalinya dalam seminggu Jevan bersama teman-temannya bolos mata pelajaran. Kali ini tempat bolos mereka adalah warung bu Ratih yang letaknya persis di depan sekolah.

Jevan sedang asik mabar games online bersama Jimmy dan Vino. Sampai sebuah panggilan telepon dari oknum bernama Roseanne Cellina mengganggu permainannya. “What the fuck! Gue kalah!” Maki Jevan. Berkali-kali Jevan me-reject, berkali-kali juga Rose meneleponnya. Jevan yang dibuat kesal akhirnya dengan terpaksa mengangkat telepon tersebut.

“Jangan telepon gue terus, njir!” To the point Jevan ketika sambungan telepon itu tersambung dan langsung mematikannya.

Sementara di tempatnya berada Rose sedang terdiam seraya memegangi ponselnya, Jean, Lisa, dan Jisha yang melihat hal tersebut dibuat khawatir. Tetapi respon tak terduga Rose selanjutnya membuat mereka mendengus kesal dan ingin memukul kepala Rose yang seperti orang habis terbentur.

Oh my goodness! For real guys, Jevan angkat telepon gue for the first time dan gue berharap itu bukan in forever!” Heboh Rose yang kemudian melompat-lompat kesenangan.

Lisa menuntun Rose untuk duduk di bangkunya, kemudian meletakkan telapak tangannya pada kepala Rose.

Hal tersebut sontak memancing tanda tanya pada benak Jisha maupun Jean. “Lo lagi ngapain, Lis?” Tanya Jean keheranan. Apalagi setelah melihat mulut Lisa yang sibuk berkomat kamit, mungkin membaca ayat kursi atau bahkan membaca mantra.

“Gue mau menghilangkan mahluk halus yang ada di tubuh Rose, ini sudah kepalang parah soalnya. Harus cepat-cepat dimusnahkan.” Jawab Lisa, Rose merotasikan bola matanya kemudian menepis tangan Lisa yang ada di kepalanya dengan pelan.

“Apa sih, Lis? Gue gak lagi kesurupan.” Jawab Rose.

“Terus kenapa tadi kelakuannya jadi heboh sendiri kayak orgil?” Tanya Jisha.

“Ihhh … Kan sudah gue bilang, Jevan angkat telepon gue untuk pertama kalinya setelah sekian purnama gue menanti. Gimana gue gak senang coba? Ini salah satu pencapaian terbesar dalam sejarah pengejaran cinta gue terhadap Jevan Kandreas.” Jawaban yang cukup berlebihan berhasil didapatkan oleh ketiga orang tersebut. Betapa bodoh dan bucinnya seorang Roseanne akibat Jevan si berandal berhati dingin dan super menyebalkan tersebut.

“Gitu doang?” Tanya Jean.

“Memangnya dia jawab apa sampai lo sesenang itu?” Tanya Lisa.

“Dia bilang gini ‘jangan telepon gue terus, njir!’ kira-kira gitu.” Jawab Rose dengan menirukan gaya bicara Jevan.

Lisa, Jisha, dan Jean saling berpandangan satu sama lain, kemudian tertawa kencang, menertawakan kebodohan Rose yang sepertinya sudah sangat menghkhawatirkan. Hanya Rose satu-satunya gadis yang senang dibentak lewat telepon.

“Lo dimarahin, dibentak, dan lo sebahagia itu? Gak habis pikir gue.” Jisha geleng-geleng kepala dibuat Rose.

“Gak apa-apa yang penting ada kemajuan, mungkin nanti malam akan gue coba hubungin Jevan lagi. Siapa tahu bakalan diangkat kayak tadi, kyaaa…”

“Sarap,” cibir Jean.

Penjas sepertinya sudah jadi mata pelajaran favorit dari waktu ke waktu. Rose termasuk murid yang paling menyukai mata ajar ini. Selain pelajaran yang menyenangkan, tapi juga hari dilaksanakannya adalah hari kamis, bersamaan dengan mata pelajaran penjas kelas Jevan.

Hari ini materi olahraga kelas mereka berbeda, kelas Rose dengan materi lari estafet, sementara kelas Jevan adalah voli. Kelasnya memakai jalur lari di pinggir lapangan, sementara Jevan memakai lapangan basket yang disulap menjadi lapangan voli. Ia memperhatikan setiap gerak Jevan, ketika laki-laki itu memegang bola, men-service bola, berlari untuk mengejar bola, Jevan yang mengangkat sedikit bagian lengan bajunya hingga memperlihatkan otot bisepnya, Jevan yang sedang menyisir rambutnya dengan jari ke arah belakang.

KUTUB (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang