Escape

3.4K 489 61
                                    

Rose menunduk dalam, melamun di tempat yang sama. Pikirannya kacau, sampai sebuah suara yang begitu berat menghentikan lamunanya. Ia mengangkat wajahnya perlahan, jejak air mata masih tercetak kelas di kedua pipinya.

“Rose.”

“Jevan,” laki-laki itu duduk di sampingnya, mengamati wajah Rose yang hari ini lesu tak seperti biasanya.

“Kamu kenapa?” Tanya Jevan, air mata yang hampir surut kini kembali jatuh. Jevan membawa Rose ke dalam dekapannya, memberi kehangatan dan sedikit ketenangan untuk sang gadis. Kemudian saat wajah gadis itu menatapnya lekat, Jevan mengecup bibirnya sekilas dan menghapus air matanya dengan jemarinya.

“Jevan, bawa aku pergi.” Lirihnya.

“Kamu ada masalah?” Tanya Jevan lembut. Gadisnya tak menjawab, membuatnya menghembuskan nafas pelan lalu mengeratkan pelukannya pada tubuh Rose. “Kalau kamu ada masalah, kamu bisa ceritakan masalah kamu ke aku. Tapi jangan pergi dari rumah ya, nanti kalau keluarga kamu nyariin gimana?” Jevan memberi saran.

Rose melepaskan pelukan tersebut, ia memajukan bibirnya, tanda tak setuju akan saran dari Jevan. “Kamu gak ngerti, aku gak mau pulang, aku mau pergi. Please, bawa aku jauh dari rumah” Rengeknya.

Jevan menghela nafas, jika Rose sudah seperti ini mana ada ia bisa menolak. “Aku akan bawa kamu pergi ke mana pun asalkan kamu berhenti nangis.” Jevan tersenyum. Ia mengarahkan kedua jarinya pada setiap sudut bibir Rose dan menariknya ke atas, hingga terbentuk lah sebuah senyuman walaupun masih terpaksa. “Senyum dong, baru aku ajak pergi.”

Saat Jevan melepaskan jemarinya, Rose masih berusaha untuk mempertahankan senyuman tersebut. Jevan membawa Rose masuk ke dalam mobilnya. Ia memperhatikan pakaian Rose yang basah kuyup akibat kehujanan dan juga kausnya yang sedikit basah. “Baju kamu basah, mending kamu ganti baju dulu, nanti sakit. Di bangku belakang ada baju aku.”

“Terus kamu gimana? Baju kamu juga jadi basah gara-gara aku peluk tadi.”

“Basahnya cuma sedikit kok, nanti juga kering.”

Gadis mengangguk. “Terus aku ganti baju di mana?” Tanya Rose.

“Di sini,” jawab Jevan santai, seolah taka da yang salah dari jawabannya tersebut.

Mata Rose melotot, mana mungkin di sini. Jevan bisa menang banyak nanti, memang dasar kaum laki-laki, suka mencari kesempatan dalam kesempitan. “Terus nanti kamu lihatin aku ganti baju gitu? Ogah!”

Jevan tertawa keras. “Ya memangnya kenapa? Boleh kali aku lihat sekali-sekali,” goda Jevan.

“Ih dasar ya, pervert kuadrat.”

“HAHAHA bercanda aku, kamu ganti baju bangku di belakang sana, aku gak bakalan ngintip.”

“Janji gak ngintip!”

“Ya, paling sedikit lah.”

Rose memukul bahu Jevan pelan, wajahnya sudah panas akibat jawaban Jevan. Sedangkan laki-laki itu, lagi-lagi tertawa keras karena berhasil menggoda Rose. “HAHAHA ... sudah sana ganti baju,” usir Jevan.

Namun setelahnya Jevan menyeringai. “Atau mau aku gantiin bajunya?”

Rose mendengus kesal, Jevan ini benar-benar mesum. “Gak aku ganti sendiri.” Ia akhirnya pindah ke belakang, ragu-ragu ia memperhatikan Jevan di depan sana.

“Jevan,” panggilnya.

“Mmm,” sahut Jevan.

“Tutup mata,” pintanya.

Jevan terkekeh geli, sepertinya Rose sudah parno duluan. “Ya elah, gak usah tutup mata juga kali, yang.”

“Nanti kalau kamu ngintip gimana?”

KUTUB (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang