Rose haus, tiba-tiba ia terbangun tengah malam. Ia pergi ke dapur dengan mengendap-endap karena takut membangunkan orang rumah. Belum sampai dapur, ia melihat ke arah ruang tamu yang lampunya masih menyala. Sudah selarut ini, apakah masih ada yang belum tidur? Atau Mama lupa mematikan lampu ruang tamu. Ia berjalan ke arah ruang tamu dengan pelan-pelan karena takut menabrak sesuatu.
“Kita harus cari tau dulu keluarganya.”
Rose menghentikan langkahnya dan berdiri di balik tembok, mengintip sedikit dari sana. Bisa ia dengar suara Papa disusul suara Mama dan Keenan. Rose tak bisa dengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan, tapi di sana ia dapat mendengar jika mereka sedang membicarakan sebuah keluarga yang harus dicari, bahkan terdengar namanya disebut beberapa kali. Demi apapun ia tak mengerti apa yang mereka semua bicarakan sampai akhirnya ia memilih kembali ke kamar, rasa hausnya sudah tergantikan oleh rasa penasaran.
Gadis itu membaringkan tubuhnya di ranjang, pikirannya masih berkelana ke arah hal yang baru saja dibicarakan oleh keluarganya. Ia merasa bahwa keluarganya sedang merahasiakan sesuatu darinya.
Sementara di ruang tamu, pembicaraan antara Papa, Mama, dan Keenan masih berlanjut. Mama menghela nafas pelan, kesepuluh jarinya tertaut menjadi satu seraya matanya menatap Papa dengan serius. “Kita memang harus cari tahu dulu tentang keluarganya, Pa.” Kata Mama.
Keenan menyetujui, “sudah saatnya Rose tahu semuanya.”
Papa menghela nafas. “Tanpa kalian suruh pun, dari dulu Papa sudah mencari tahu. Papa sudah berusaha sebaik mungkin untuk mencari tahu tentang keluarga aslinya. Tapi memang sulit menemukannya.”
“Terus gimana dong? Kita gak mungkin terus menyembunyikan rahasia sebesar ini ke Rose terus-menerus.”
“Papa juga gak tahu, Ken. Tapi info yang terakhir orang Papa kasih, kedua orang tuanya sudah meninggal saat tragedi 10 tahun lalu itu.”
Mama menitihkan air matanya, ada rasa iba pada anak gadis kesayangannya itu di dalam hatinya. Mama ingin Rose mengetahui sebuah kebenaran yang selama ini terpendam, tapi ia takut nanti anak gadisnya tersebut akan pergi darinya setelah mengetahui siapa keluarga aslinya.
❄
Suasana lapangan sekolah dibuat ramai seketika karena adanya pertandingan basket antar kelas. Dan lagi, untuk yang entah keberapa kalinya, kelas Jevan melawan kelas Rose. Semua anak dari berbagai kelas berbondong-bondong untuk melihat pertandingan tersebut. Maklum, karena berlangsungnya pertandingan pada saat jam istirahat setelah kedua kelas menyelesaikan pelajaran penjas.
Rose sendiri sudah berada di tengah-tengah kerumunan para murid, tentunya tidak sendiri karena ia bersama ketiga sahabatnya dan juga Diecy. Tak tahu kenapa Diecy jadi lebih sering bergabung dengannya dari pada dengan teman sekelasnya.
Rose dan sahabatnya tak menyukai keberadaan Diecy bahkan beberapa kali tak segan untuk menyindir Diecy. Tapi karena Diecy terlalu bebal dan tak peka, akhirnya mereka pasrah saja. Apa lagi makin ke sini mereka jadi makin tahu kalau Diecy ini sebenarnya ramah dan ceria, jadi semakin hari mereka mulai biasa saja dan tak sejutek awal bertemu Diecy. Dan juga, setelah tahu jika Jevan berpacaran dengan Rose, Diecy menjadi lebih menjaga sikap pada Jevan, mungkin karena tak enak dan takut digosipkan yang tidak-tidak.
“Ya ampun, alien gue kok ganteng banget!” Kata Jisha yang tak henti mengagumi pacarnya sendir.
“Iya, ganteng.” Diecy menyahut tanpa sadar, ia hanya reflek berbicara karena memang itu kenyataannya. Namun agaknya hal itu membuat Jisha spontan memicingkan mata seraya menoleh ke arahnya.
Diecy menjadi kikuk dibuatnya, gadis itu berdehem lalu berkata. “Tapi gantengan Jevan, hehe.” Dan sekarang, Rose memberi tatapan serupa seperti yang Jisha lakukan pada Diecy.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUB (Sudah Terbit)
FanficNote: Beberapa part sudah dihapus untuk kepentingan penerbitan! Jevan Kandreas itu most wanted yang suka buat ulah sana-sini. Hobby keluar masuk ruang BK karena tindakan bar-bar dia and the genk. Ganteng si, famous? So pasti, tajir? Banget dan udah...