Ambyar

6.8K 704 208
                                    

“Rose, gue pulang duluan ya.” Lisa pamit pulang terlebih dahulu, tersisa Rose, Jisha, dan Jean yang rencananya akan pulang menggunakan bus.

Mereka menunggu di halte, namun suara berisik serupa teriakkan dan ramai-ramai orang berlarian menarik perhatian mereka. Karena penasaran mereka berusaha untuk mengetahui apa yang terjadi, beberpa orang murid Bima Sakti yang berada di luar sekolah hendak pulang ke rumah berlarian masuk ke sekolah.

“Lari, Bima Sakti lagi tawuran sama Angkasa.” Seorang siswi memberitahu mereka, sontak saja Jean menarik tangan Jisha dan Rose untuk masuk ke dalam sekolah karena kawanan tawuran semakin dekat dengan mereka.

Mata Rose membulatkan begitu ia melihat Jevan berada di antara banyaknya orang, sedang dikeroyok oleh empat orang anak dari Angkasa. Rose melepas genggaman tanga Jean dan tanpa ragu berlari ke arah kerumunan, menghampiri Jevan. Jean dan Jisha berulang kali meneriaki nama Rose, namun gadis itu seakan tuli.

“Haduh, si Rose pakai ke sana lagi.” Panik Jean.

“Rose beneran cari mati, gimana nih?” Khawatir Jisha.

Seseorang di belakang Jevan membawa kayu, hendak memukul kepala Jevan. Dengan cepat Rose melepas sepatunya dan melempar benda tersebut ke arah orang yang hendak memukul Jevan dan tepat mengenai wajah laki-laki tersebut. Sontak hal tersebut membuat Jevan kaget dan sadar akan eksistensi Rose. Laki-laki yang terkena lemparan sepatu Rose mangaduh kesakitan.

“Rose, ngapain di sini? Bahaya!” Kata Jevan seraya berusaha menangkis segala serangan.

“Lo mau dipukul sama tongkat kayu sama dia.” Jawabanya sambil menunjuk pada laki-laki di belakang Jevan. Jevan menoleh ke belakangnya. Si laki-laki itu bersiul melihat gadis cantik ada di tengah-tengah acara tawuran dan tanpa aba-aba menghampiri Rose.

“Siapa nih cewek? Cantik juga,” laki-laki itu memegang dagu Rose.

Rose menepis tangan itu dengan jijik. Jevan yang melihat hal tersebut mengeraskan rahanya akibat amarah yang memuncak. Tangannya terkepal keras yang menyerbu laki-laki kurang ajar yang telah menyentuh Rose dengan pukulan tanpa ampun.

“Gak usah pegang-pengan dia, njing! Dia cewek gue!” Tekan Jevan pada setiap kata dan langsung membopong tubuh Rose seperti karung beras untuk pergi dari lokasi.

Jevan memasukkan Rose ke dalam mobilnya perlahan, sementara Rose masih dibuat bingung akan ucapan terakhir dari Jevan. Jevan menyusul masuk ke mobilnya dan memakai seatbelt.

Rose menyatukan jemarinya seraya melirik Jevan. “Jev….”

Jevan mulai menjalankan mobilnya. “Rose, gue antar pulang aja ya, biar aman.”

“Jevan, yang tadi itu maksudnya apa?”

Jevan melirik pada Rose. “Maksudnya?”

“Itu loh, soal lo yang bilang kalau gue ini adalah pacar lo.” Jawab Rose malu-malu.

Jevan mengelus tengkuknya pelan, ia menghentikan mobilnya di sisi jalan dan menghadapakn tubuhnya ke arah Rose. “Soal itu maaf ya, gue gak bermaksud ngaku-ngaku.”

Rose mengangguk lucu, persis seperti anak kecil. “Kalau betulan pun gue sama sekali gak masalah.” Jawab Rose tanpa rasa malu.

KUTUB (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang