11

1.3K 241 7
                                    

Ara membuang nafasnya pelan, keadaan dapurnya rapi. Padahal ia ingat jelas, kemarin ia belum sempat mencuci piring bahkan membersihkan dapurnya, bahkan makanan yang sempat ia makan belum sempat ia buang.

Dan sekarang, dapurnya rapi, dan ada makanan di meja makannya.

Siapa lagi yang melakukan nya selain Daniel?

Daniel memang bersikap seperti ini dulu. tetapi sekarang, Ara tidak mengharapkannya. Alasannya, karena ia tidak ingin mengulang kenangan nya bersama Daniel dulu.

Ara menarik kursi meja makan, menggenggam sendok dan garpu di tangannya. Kedua matanya menatap nasi goreng yang Daniel buat untuknya.

Tidak, Ara tidak bisa seperti ini. Memakan masakan Daniel bisa saja membuat rasa hatinya pada Daniel semakin menjadi bukan malah sebaliknya.

Ara menjatuhkan sendok dan garpu bersamaan di atas piring dan membuat suara pantulan yang cukup kuat.

Ara berdiri dari duduknya dan melangkahkan kakinya pergi.









Bubur ayam di pertigaan kompleks rumahnya sangat membantu dirinya yang lapar, bahkan Ara memesan dua mangkuk sekaligus tanpa peduli pandangan orang yang menatapnya dengan tatapan aneh.

Ara tersedak setelah Dave yang datang dengan tiba-tiba dan memposisikan dirinya duduk disamping Ara.

Berpakaiannya yang rapi, wajah tampannya belum lagi wangi parfume nya membuat semua mata tertuju padanya.

"Astaga, kenapa tiba-tiba?!" Protes Ara. Ara meneguk minumnya, tangannya memukul lengan Dave cukup kuat.

"Gue datang emang tujuan nya kesini. Kenapa lo yang protes?" Tanya Dave.

Pertanyaan Dave membuat Ara terdiam seribu bahasa.

Malu, jelas. Ara bertanya dengan lantang dan dibalas dengan suara yang lebih lantang oleh Dave. Dan sekarang, semua orang menertawainya membuat Ara malu bukan main.

Ara menundukkan wajahnya, kedua pipinya memerah.

Sebelumnya, ia tidak pernah ditertawakan orang seramai ini.

Dave menatap sekelilingnya, benar saja. Orang-orang disana menertawakan Ara karena ucapan Dave.

Dan tentunya, ia menyesal.

Dave memperkecil jaraknya dengan Ara, menggeser tubuhnya untuk menghapus jarak antara posisinya dengan Ara.

"Maaf.." ucap Dave pelan.









Ara menghentikan langkahnya saat kedua matanya melihat Daniel yang sedang duduk di kursi makan sambil melahap nasi goreng yang tidak Ara cicipi pagi tadi.

Ara membuang mafasnya, mencoba bertingkah biasa saja meskipun ia tau apa yang akan terjadi setelah ini.

Ara melangkahkan kakinya menuju lemari es, membuka lemari es kemudian mengambil sebotol air dan meneguknya langsung.

Haus.

Pagi ini, emosinya terkuras hanya karena Dave.

"Seenggaknya, hargain orang lain yang peduli sama kamu" Daniel membuka suaranya. Kali ini, ia berdiri dari duduknya dan melangkahkan kakinya mendekati Ara yang mencoba menenangkan dirinya sendiri. Karena, jujur saja jantungnya berdetak cepat saat ini.

"Aku gak minta kamu ngelakuin semuanya. Ak--"

"Aku memang gak mau. Tapi, gimana seandainya hati aku yang mau ngelakuin semua nya untuk kamu?" Potong Daniel.

Ara menelan saliva nya susah payah. Kepalanya menunduk, tidak berani menatap Daniel yang kini berdiri tepat dihadapannya.

"Seandainya kan?" Ara terkekeh pelan, ia hendak melangkahkan kakinya untuk pergi namun Daniel dengan cepat menarik tangannya dan mendorong tubuhnya pada lemari es dengan sedikit kasar.

MIRACLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang