37

632 155 10
                                    

Benar saja dugaan Rigel, Daniel membawa nya pergi ke Club malam.

Club malam adalah tempat yang paling tidak Rigel sukai dan sekarang, ia berakhir di tempat yang sebelumnya ia berjanji tidak akan pernah menginjakkan kakinya di sana.

Rigel benar-brnar harus menahan emosinya saat Daniel yang berbicara tidak karuan dan terus menerus mabuk itu. Meskipun Rigel selalu memakda Daniel untuk pergi, tetap saja pria itu menolak keras dan terus melanjutkan minumnya. Tak jarang juga wanita seksi yang datang dan mencoba menggoda Daniel andai saja Rigel tidak mengusirnya dengan bentakan.

"Nyusahin banget, lo. Sialan!" Umpat Rigel. Rigel menarik gelas dari tangan Daniel saat pria itu hendak meneguk minuman itu untuk kesekian kalinya.

"Gimana ya, Gel. Haha.. dia selalu bantu gue dulu, selalu ada, tapi kenapa gue nyakitin dia, ya?" ucap Daniel. Mendengar itu membuat Rigel menganggukkan kepala nya pelan.

Menurut Rigel, penyesalan Daniel sangat datang terlambat. Tidak ada guna nya lagi bukan? Lagipula, Daniel sendiri yang memilih untuk menyerah dengan cinta nya itu.

"Kalo gue ikut sama keluarga gue, gimana ya? Ah gak bisa, gue pasti buat dia lebih sedih lagi.." lanjut Daniel.

"Mati gitu? Gila. Balik, Bang. Lo makin ngaco" Rigel berdiri dari duduknya hendak membantu Daniel berdiri, tetapi sialnya Daniel menolak mentah-mentah Rigel yang mencoba membantunya.

"Sst..sst.. lo kalo mau pulang, pulang aja. Oh ya, bilang sama Ara kalo gue sayang dia tapi gue jauh lebih pantes buat di benci sama dia haha" Daniel tertawa kencang kemudiam menjatuhkan kepala nya di atas meja bundar tepat di hadapan nya.

"Astaga, kalo lo tolak ajakan gue buat pulang. Gue gak punya cara lain bang. Lo keras, asli. Gue harus telepon Ara untuk bawa lo pulang" Rigel mulai mengeluarkan handphone dari saku celana nya, kemudian menghubungi Ara karena ia benar-benar menyerah, Daniel selalu menolak nya. Memang, ketika mabuk Daniel benar-benar keras kepala dan hanya akan luluh pada orang yang menjadi kelemahannya. Dan tentunya Rigel jelas tahu, siapa orang yang menjadi kelemahan Daniel saat ini.

Iya, Ara.












Ara sesekali menatap Daniel yang berada di sampingnya dengan khawatir setelah kali kedua Daniel memuntahkan isi perutnya sampai mengotori pakaian yang ia kenakam dan juga pakaian Ara.

"Kenapa dibiarin masuk club, sih?" Tanya Ara yang kini menatap Rigel dengan kesal.

"Lo tau sendiri gimana keras kepala nya dia?" Ucap Rigel.

Ara membuang nafasnya kasar. Memang, sifat Daniel begitu keras saat seseorang mencoba menghentikan apapun yang ingin ia lakukan.

Ara memainkan jari tangannya, ia ingat jelas kejadian beberapa waktu yang lalu saat Rigel menghubunginya dan meminta Ara untuk datang ke club malam karena Daniel yang mabuk. Dan saat itu, Ara benar-benar marah dan tidak bisa lagi menahan emosinya, bagimana tidak? Disana, di club malam Daniel mencium wanita berpakaian minim. Bayangkan saja jika Ara tidak datang dan mengaku sebagai istrinya, mungkin Daniel akan melakukan hal yang lebih dari pada itu.

Dan Ara takut, sangat takut jika kejadian itu terulang dan Daniel melakukan hal yang lebih dari pada itu.

"Tapi.." Ara menggntungkan ucapannya.

"Nggak. Tenang aja, ada gue disana tadi. Gue gak mungkin biarin dia ngelakuin hal yang sama lagi" ucap Rigel meyakinkan Ara.

Ara terdiam, membuang nafasnya drngan lega.

"Oh iya, gue minta izin untuk ajak lo ke kontrakan gue ya. Mau balik ke rumah tante juga gak mungkin kalo keadaan Bang Daniel gini. Bisa?" Tanya Rigel.

Ara mengangguk cepat tanpa berpikir panjang, bagaimana pun juga ia harus memastikan Daniel baik-baik saja atau malah sebaliknya.












Semalaman Ara terjaga dari tidurnya, menjaga Daniel sepanjang malam sampai akhirnya pria itu sadar dan mendapati Ara yang tertidur dengan posisi duduknya.

Daniel terdiam, mencoba mengingat kejadian semalam dan bertanya-tanya bagaimana ia bisa berada di tempat yang asing bersama Ara.

"Rigel sialan!" Cepat-cepat Daniel bangun dari posisi tidurnya yang jelas membuat Ara membuka kedua matanya.

Ara berdiri dari posisinya, mengikuti Daniel yang keluar dari kamar dengan terburu-buru.

Membuka pintu kamar Rigel dan mendapati kamarnya yang rapi dan kosong membuat Daniel marah bukan main.

Marah, jelas. Alasannya, mengapa Rigel harus membawa Ara yang jelas membuat Ara berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Bukannya apa, Daniel pernah berjanji pada Ara untuk tidak pernah lagi masuk kedalam club dan sekarang, Daniel mengingkarinya, Dan semua ini terjadi karena Rigel.

"Rigel mana?"

"Kamu kenapa?"

"Gue tanya, Rigel mana?"

"Kamu gak harus marah cuma karena Rigel bawa aku kesini. Kamu marah karena itu kan?"

Daniel terdiam seribu bahasa. Ucapan Ara berhasil membuat mulutnya tertutup rapat.

"Masih inget janji kamu?" Tanya Ara.

Daniel tidak menjawab, ia berdecak kesal kemudian melangkahkan kakinya memasuki kamar Rigel. Membuka lemarinya, mengambil jaket berwarna hitam dan topi milik Rigel yang berada di atas ranjangnya kemudian memakainya.

"Ayo pulang. Lo harus pulang" Daniel menarik tangan Ara dengan paksa membuat Ara menolaknya dengan kasar.

"Kenapa?" Tanya Ara.

"Karena lo bukan prioritas gue lagi. Jadi, gue anggap janji gue gak perlu lagi gue lakuin" ucap Daniel tanpa berpikir panjang.

Ara menelan saliva nya susah payah. Dada nya sesak, tubuhnya bergetar, sekuat tenaga menahan air mata dan akhirnya ia menyerah.

Ucapan Daniel benar-benar membuat Ara kecewa bukan main. Daniel begitu mudah mempermainkan perasaan nya terutama hatinya.

"Oke. Aku bisa pulang sendiri. Jaga kesehatan kamu" ucap Ara dengan suara parau nya kemudian meninggalkan Daniel yang terdiam mematung di posisinya.

Daniel mrmejamkan kedua matanya, mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat.

"Maaf.." lirih Daniel.











Dave berdiri dari duduknya setelah melihat Ara yang datang dengan kedua matanya yang sembab.

Khawatir, jelas.

"Dave, ngapain? Udah lama?" Tanya Ara yang terkejut dengan keberadaan Dave di depan rumah nya.

"Kamu dari mana? Kenapa?" Tanya Dave.

Ara tidak menjawab.

Ia tersenyum tipis kemudian melangkahkan kakinya mendekati Dave.

"Dari tadi?"

"Dari mana?"

"Lama ya?"

"Kamu kenapa?"

Tanpa berucap kembali, Ara memeluk Dave dengan erat, menangis pelan di pelukan Dave.

Bodohnya, dia menangisi Daniel di pelukan Dave.

"Daniel mabuk semalam" ucap Ara sambil menangis.

Dave memejamkan kedua matanya, mengangkat tangannya untuk membalas pelukan Ara.

"Dia baik-baik aja, bukan?" Tanya Dave.

Ara mengangguk pelan.

"Terus kenapa nangis kalo dia baik-baik aja?" Tanya Dave.

Ara terdiam. Menghapus air matanya dengan cepat kemudian melepas pelukannya, tetapi Dave semakin mempererat pelukannya membuat Ara jelas terkejut.

"Kalo memang hati kamu lagi butuh ketenangan. Jangan di lepas, aku bakal berusaha buat tenangin nya" ucap Dave.

"Nangis lagi gak masalah. Telinga sama hati aku bakal bisa terima" lanjutnya.

Ara terpejam, mengangguk pelan, air matanya kembali menetes. Ia benar-benar bersyukur karena ada Dave didalam hidupnya.

MIRACLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang