28

739 153 15
                                    

Cia.

Cia yang berdiri di ambang pintu rumah Daniel dengan wajahnya yang sembab.

Niat Daniel untuk bertamu kerumah Ara hilang begitu saja setelah Cia memeluknya dengan erat membuat Daniel membalas pelukannya.

Daniel jelas tahu alasannya, alasan mengapa Cia datang kerumahnya dengan tiba-tiba setelah mereka tidak pernah bertemu semenjak kejadian Daniel menolak untuk bertunangan dengannya.

Iya, Ayahnya yang lagi-lagi melakukan kekerasan pada orang-orang di rumahnya, Termasuk Cia.

"Ayah pulang.." ucap Cia pelan tetapi bisa Daniel dengar dengan jelas.

Daniel membalas pelukan Cia, memejamkan kedua mata rapat-rapat. Ia memang belum bisa membuka hati sepenuhnya untuk wanita yang ada di pelukannya saat ini, tetapi Daniel tidak bisa diam saja saat orang-orang melukainya.

Padahal, Daniel sendiri sadar jika ia banyak melukai Cia.

Saat ini, Cia berada di dalam rumah Daniel. Daniel mendengarkan semua kata yang keluar dari mulut Cia, rasanya ia benar-benar tidak tega pada wanita yang ada dihadapannya jika ia harus menanggung beban di hidupnya sendiri.

Dulu, saat Cia datang kerumahnya bukan Daniel yang menenangkan Cia menangis, tetapi Ara. Apapun akan Ara lakukan agar sahabatnya itu berhenti menangis.

Yah, apapun. Termasuk kemauan Cia untuk pergi berdua bersama Daniel.

Iya, hanya berdua.

Dulu, saat pertama kali Daniel bertemu Cia di club malam dengan menggunakan piyamanya dan saat daniel belum tahu ternyata Ara dan Cia bersahabat, tanpa berpikir dua kali Daniel membawa Cia kerumah nya hanya untuk menenangkan wanita yang terus menangis sampai akhirnya Ara memarahinya.

Memarahi Daniel yang ternyata membawa sahabatnya ke rumah tanpa sepengetahuannya.

Yah, terkadang melihat Cia berhasil membuat Daniel merindukan sifat Ara yang sangat peduli pada semua orang. Berbeda dengan sifatnya saat ini.

"Udah makan?" Tanya Daniel.

Cia mengangguk pelan.

"Ayah kamu pulang kenapa gak kasih tau aku?" Tanya Daniel.

Cia tidak menjawabnya.

Daniel membuang nafas nya kasar. Cukup lama mereka saling terdiam, yang terdengar hanya suara tangisan kecil Cia yang sedikit membuat Daniel ikut merasa sesak.

Ara..

Ara yang datang dengan meletakan kotak kue di atas meja yang menjadi penengah antara Daniel dan Cia.

"Lain kali bilang ke tante, jangan minta tolong sama aku kalo anaknya lagi asik-asikan pacaran gini. Dia kan bisa nyuruh kamu buat ambil kue" ucap Ara ketus, kesal, dan penuh penekanan.

Bagaimana tidak kesal? Mama Daniel meminta tolong untuk mengambil kue ke toko yang jarak nya cukup jauh dari rumahnya, sedangkan Daniel yang notabene anaknya sendiri malah asik-asikan di rumah nya dengan kekasihnya.

Menyebalkan, pikir Ara.

"Mama gak nelepon aku. Lagian, kenapa gak cek ke rumah aku dulu?" Tanya Daniel.

"Aku ganggu kalian dong kalo ngecek dulu?" Tanya Ara yang kini menatap Cia yang masih menangis sambil menundukan wajahnya.

"Udah ah, mau pulang" ucap Ara santai.

Daniel mengerutkan keningnya melihat tingkah Ara. Tingkah yang biasa Ara lakukan ketika ia cemburu, dulu.

Dulu.

Ara melangkahkan kaki nya untuk pergi, namun lagkahnya terhenti setelah Daniel bersuara kembali.

"Gak sapa Cia dulu?" Tanya Daniel.

Ara terdiam pada tempatnya. Kedua matanua terpejam rapat-rapat. Sejujurnya, ia sangat..sangat ingin memeluk Cia yang terlihat begitu terpuruk, sangat ingin menenangkannya dan menghiburnya seperti dulu. Tetapi, saat ini jelas berbeda. Ara tidak bisa melakukannya. Meskipun ia mengikhlaskan hubungan Daniel dan Cia, tetap saja ia tidak bisa menerima dengan lapang dada jika wanita yang merebut kekasihnya adalah Cia, sahabatnya sendiri.

"Gak. Gak peduli juga" entah ucapan dari mana yang keluar dari mulut Ara. Yang jelas, apa yang inginkan tidak sejalan dengan apa yang ia katakan. Setelah itu, Ara melangkahkan kakinya pergi.











Di rumahnya, Ara tidak tertawa bahahia karena ucapannya. Yang ia lakukan hanya menangis menyesali ucapannya. Bagaimana jika Cia sakit hati dengan apa yang telah Ara katakan tadi?

Hati Ara sangat lembut, ia memikirkan kesalahannya sekecil apapun daripada kesalahan besar orang lain yang mereka lakukan padanya.

"Kak, malam ini gue numpang tidur disini ya?" Suara Rigel yang terdengar di telinga Ara membuat Ara cepat-cepat menghapus air matanya.

"Gak" ucap Ara ketus. Meskipun begitu, suaranya terdengar parau. Belum lagi mata nya yang sembab.

Semenjak Rigel pulang dari kampusnya, semenjak itu juga ia melihat Daniel yang terlihat frustasi. Bahkan, asap rokok mulai ia hisap seperti kebiasaan nya saat merasa beban pada dirinya. Belum lagi bentakan-bentakan pada barang yang menganggu gerakannya.

Sekarang Rigel tahu alasan mengapa Daniel meminta Rigel untuk menginap di rumah Ara dengan alasan kamar nya akan digunakan Cia untuk bermalam di rumah Daniel. Padahal, ada kamar lain yang kosong. Seandainya tidak ada, Rigel juga bisa menumpang tidur di kamar Daniel selagi Cia berada di rumah Daniel.

Rigel menyimpulkan, alasan utama Daniel meminta Rigel menginap di rumah Ara adalah untuk memastikan keadaan Ara dan menghiburnya. Daniel sendiri mana mungkin bisa meninggalkan Cia yang sedang terpuruk itu.

"Bang Daniel minta gue untuk tidur di rumah lo" ucap Rigel.

Ara terdiam, kemudian menyembunyikan kepalanya pada lipatan tangan nya diatas meja. Kembali menangis, kali ini dengan suara yang kencang, percuma jika ia menyembunyikan tangisannya didepan.

"Lo sama Kak Cia sama-sama terpuruk. Kenapa gak coba perbaiki hubungan aja?" Tanya Rigel.

Ara terdiam dari tangisannya, ia menangkat kepalanya menatap Rigel serius.

Memperbaiki hubungan? Tidak mungkin.

"Gue memang ikhlas sama hubungan mereka. Tapi gue gak bisa maafin mereka sepenuh hati gue, Gel" Ara menghapus air matanya yang menetes.

"Itu namanya lo belum ikhlas" Rigel membuka latop milik Daniel yang sengaja ia bawa tanpa izin dari pemiliknya.

"Kak, udah lama ya kita gak battle game? Kalo lo menang gue traktir apa aja yang lo mau. Kalo lo kalah, lo harus datang ke bang Daniel dan minta maaf ya sama dia" ucap Rigel.

Ara mengerutkan keningnya. Meminta maaf pada Daniel?

Atas dasar apa?

"Tadi dia kacau hehe. Nyebat lagi hehe. Eh, tapi jangan marah sama gue karena gak bisa berhentiin dia. Gue telat datang tadi" Rigel mengangkat jari nya membantuk huruf V sambil tersenyum pada Ara.

Dulu, saat Rigel membiarkan Daniel merokok didepannya dan Ara mengetahuinya, Rigel adalah orang yang pertama kali Ara marahi.

"Lo selalu kalah kalo lawan gue dulu" ucap Ara.

Iya, dulu. Saat ini Rigel adalah seorang tang handal.

"Dulu, jelas beda sama sekarang" ucap Rigel. Dan akhirnya Ara menyetujui ajakan dan kesepakatan Rigel. Lagipula pikir Ara, ia akan mudah mengalahkan Rigel.

MIRACLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang