35

694 163 15
                                    

Daniel membuang nafasnya kasar. Yah, apapun yang akan ia katakan dan jelaskan, ia harus siap dengan konsekuensinya.

Dan ia yakin, bahkan sangat yakin. Setelah ia mengatakan semuanya, ia dan Ara benar-benar akan menjauh.

"Gue ma--"

"Aku" potong Ara cepat membenarkan ucapan Daniel.

"Oke, aku" ucap Daniel.

Daniel mengangkat kedua tangannya, menempatkan nya diatas kedua pundak Ara, menatap kedua mata Ara dengan serius.

"Apa? Kenapa seserius ini? Aku takut.." ucap Ara.

Daniel tersenyum tipis menanggapi ucapan Ara, kali ini tangannya berpindah menangkup kedua pipi Ara.

"aku gak bakal ngomong dua kali" ucap Daniel.

Ara mengerutkan keningnya.

"Kamu mau aku pergi kan?" Tanya Daniel.

Ara menggeleng sebagai jawaban, melihat itu membuat Daniel tersenyum tipis.

Daniel yakin, bahkan sangat yakin jika Ara kali ini tidak sedang berbohong padanya.

"kamu benci aku kan? Iya. Gak perlu di jawab, cukup pasang telinga kamu" ucap Daniel.

Daniel kembali menurunkan tangannya, mengusap kedua pundak Ara pelan.

"Jadi, ayo kita saling menjauh. Aku gak bisa terus-terusan ada disamping kamu. Kita harus punya jalan buat bahagia masing-masing.." lanjut Daniel.

Ara terkejut, jelas. Ia membulatkan kedua tangannya. Memundukan langkahnya sambil menggelengkan kepalanya pelan.

Semudah itu?

Iya, Ara memang pernah menginginkan Daniel untuk menjaub darinya, bahkan ia sendiri pernah mencoba nya. Tetapi, hasilnya selalu nihil.

Ara sama sekali tidak bisa menjauh dari pria itu, bahkan Ara mengakui jika ia tidak bisa membenci Daniel. Daniel banyak membantunya, dan Ara sadar jika hidupnya sedikit bergantung pada Daniel.

"Aku gak terima kalo kamu gini tanpa alasan yang jelas" ucap Ara.

Keduanya sama-sama terdiam sampai akhirnya Daniel kembali membuka suara. Melangkahkan kakinya perlahan mendekati Ara.

"Banyak. Pertama, aku telat buat sadar kamu ternyata aku memang jatuh hati sama kamu. Kedua, aku sadar kalo memang seharusnya aku dibenci sama kamu. Ketiga, aku gak bisa liat orang yang berarti dihidup Aira kehilangan orang yang dia cinta untuk kedua kalinya" ucap Daniel dengan sudah payah. Butuh keberanian yang cukup agar ia mengatakan hal yang mungkin bisa membuat Ara merasa sakit hati.

Daniel terkadang memang terlalu memikirkan perasaan orang lain dari pada perasaan nya sendiri, dan itu salah satu kelebihannya.

Dia pikir, Dave banyak membantu keluarganya bahkan ia juga kehilangan cintanya. Daniel mana mungkin membiarkan Dave yang tidak lain adalah kekasih dari adiknya kehilangan cinta nya untuk kedua kali.

Daniel jelas tidak akan membiarkannya.

Masalah perasaan nya pada Ara, Daniel bisa merelakannya. Meskipun ia sangat yakin jika ia tidak akan mungkin bisa.

"Gak bisa gini!" Ara membentak. Semakin memundurkan langkahnya untuk menjauh dari Daniel.

Air matanya mulai menetes entah untuk keberapa kalinya hanya karena pria yang kini sedang menatapnya dengan sayu.

"Raa.."

Ara memutarkan tubuhnya,memukul pintu yang ada dihadapannya dengan kuat.

"Rigel! Gue mau keluar, sekarang! Bukain pintunya!!" Teriak Ara tanpa peduli Daniel yang menyebut namanya pelan.

"Ara, dengerin aku.."

"Rigel!!" Teriak Ara yang benar-benar tidak peduli dengan apa yang Daniel katakan.

Detik berikutnya, Rigel membuka kunci pintu kamar Daniel. Dengan cepat, Ara melangkahkan kakinya melewati Rigel menghiraukan tatapan Rigel dan juga Daniel yang memanggilnya.

"Bang, kenapa sih? Astaga" Rigel menggelengkan kepala pelan.

Daniel memposisikan dirinya duduk diranjangnya, mengacak rambutnya frustasi, mengusap wajahnya dengan kasar sambil membodohi dirinya sendiri.










Dave yang sedari tadi menunggu Ara di depan rumah Ara jelas terkejut karena Ara yang datang sambil menangis dan langsung memeluknya erat tanpa bersuara sedikitpun membuat Dave bertanya-tanya tentang apa yang telah terjadi pada wanita yang ia cintai itu.

"Kenapa..?" Tanya Dave hati-hati.

Ara tidak menjawab.

Dave mengangkat kedua tangan nya perlahan untuk membalas pelukan Ara, mengusap puncak kepala nya pelan, dan mencium puncak kepala nya pelan.

Dave memejamkan kedua matanya, membiarkan Ara menangis di pelukannya sesuka hati Ara.

"kamu jangan ngejauh dari aku juga!" Ucap Ara.

Dave mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. Tidak perduli dengan alasan Ara mengatakan hal seperti itu padanya, yang jelas mendengar Ara berkata seperti itu membuat Dave sadar jika Ara takut kehilangannya.

"Nangis aja dulu, aku bakal dengerin kamu nangis tanpa peduli alasan nya apa" ucap Dave.

"Kalo udah tenang, bilang ya. Aku gak bakal lepas pelukan aku kalo kamu belum tenang" lanjut Dave.

Mendengar ucapan Dave membuat Ara mempererat pelukanya pada Dave, menangis kuat sambil mencengkram ujung kaos biru yang Dave kenakan.











"Kamu gak mau tanya kenapa aku nangis kayak anak kecil tadi?" Tanya Ara yang kini berada di ruangan tengah rumahnya bersama Dave sambil menonton film comedi yang baru saja Dave rekomendasikan untuk menghiburnya.

Apapun yang Dave lakukan, nyatanya selalu berhasil menghibur Ara.

"Aku tau. Jadi buat apa aku tanya lagi alasan nya" jawab Dave.

Ara mempautkan bibirnya kesal.

"Daniel kan? Gak perlu di jawab kalo jawabannya emang bener" ucap Dave.

Dave merebut toples jelly dari tangan Ara kemudian melahapnya sambil tertawa terbahak-bahak karena film komedi yang di tontonnya.

"Emang nya Daniel ngapain kamu?" Kali ini wajah Dave terlihay serius.

Tetap saja, meskipun ia bertingkah seolah-olah ia tidak peduli, nyatanya Dave masih peduli. Yah, setidaknya ia tahu alasan mengapa Ara menangis begitu kencang di pelukannya tadi.

"Hmm.." Ara memutarkan kedua bola matanya sambil menahan senyuman nya.

Ara tidak mungkin mengatakannya pada Dave, jelas. Lagipula, ini masalahnya dengan Daniel, ia tidak ingin membawa Dave ke dalam masalahnya mengingat salah satu alasan Daniel memilih untuk menjauh darinya karena Dave.

"Ngga kok haha. Aku sama Daniel baik-baik aja, kan tetangga" ucap Ara santai, ia kembali merebut toples jelly dari tangan Dave.

"yakin?" Tanya Dave.

Ara mengangguk pelan sebagai jawaban.

"kalo di sakitin kamu, kamu bisa bilang ke aku. Aku orang pertama yang bakal temuin dia" lanjut Dave.

Ara menatap Dave serius, kemudian menarik nafasnya panjang dan membuangnya dengan kasar.

"Siap bos!" Ucap Ara dengan semangat.

MIRACLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang