38

749 140 6
                                    

Dave termenung, kejadian beberapa tahun yang lalu masih terngiang di ingatannya. Kini, ia memandang luka sayatan di telapak tangannya yang masih segar kemudian tersenyum kecut.

Rasanya, hidupnya begitu menyedihkan. Iya, orang-orang bisa menilainya sebagai pria yang cukup beruntung karena hidup di keluarga kaya dan harmonis. Tetapi tidak bagi Dave, dulu keluarganya tidak seharmonis saat ini, kedua tua orang tuanya sering kali bertengkar meskipun hanya karena hal kecil bahkan sampai membuat Dave benar-benar muak untuk hidup. Semuanya berubah setelah Aira datang ke kehidupannya dan merubah semuanya, dan sekarang Dave kehilangan penyemangatnya.

"Kak, semalam tidur dimana? Mama sama Papa nyariin" ucap Sally yang tiba-tiba datang dan memposisikan dirinya duduk disamping Dave.

Cepat-cepat Dave menyembunyikan tangannya, berpura-pura menulis adalah pilihan terbaik untuknya.

"Di rumah Ara. Kenapa dicariin? Mama sama papa mau pergi, ya?" Tanya Dave.

Sally mengangkat kedua bahunya santai. Bukannya Sally tidak tahu jika Dave melukai dirinya sendiri, bukan nya Sally tidak tahu luka sayatan di telapak tangan Dave, tetapi Sally hanya menyembunyikannya dan terus berpura-pura tidak tahu sampai Dave sendiri berkata padanya.

"Gak tuh. Semalam mau ngajak dinner di luar, tapi gak jadi" ucap Sally.

"Kenapa harus nunggu kakak? Lain kali kalo mau dinner di luar, gak perlu nungguin kakak. Lagipula, mama gak hubungin kakak semalam" ucap Dave santai.

"hubungin kakak lewat mana? Kakak aja gak bawa handphone" ucap Sally.

"Oh iya, gimana sama Kak Ara? Kakak berhasilkan buka hati dia? Setelah aku liat-liat, dia sedikit mirip sama Kak Sally ya? Peduli, polos.."

"Sama? Sedikit" potong Dave.

"Gimana, lancar jaya bukan? Kakak harus bisa buka hati dia dan lupain Kak Aira" Tanya Sally penasaran.

"Kakak bukan tipe orang yang paksain perasaan orang, Sal. Dia beda, meskipun mereka sedikit sama, tapi dia sama Aira beda" Dave menutup buku tebalnya dengan pelan, memilih untuk fokus pada Sally yang sedikit mengganggu fokusnya.

"Tapi kakak berhak bahagia. Dan aku yakin, kalo kakak terus berusaha, kak Ara bakal jatuh cinta sama kakak" ucap Sally.

Dave membuang nafasnya perlahan. Siapa bilang ia tidak berusaha selama ini? Tetapi, aia pikir usaha nya akan sia-sia karena nyatanya, Ara memang tidak bisa membuka hatinya.

"Ara juga berhak bahagia, Sal. Kakak gak mau sakitin perasaan dia cuma karena kakak yang keras kepala" Dave memasukan buku tebal dan beberapa kertas kedalam tas nya. Dave sangat tidak menyukai situasi seperti ini, apalagi jika ia harus berdebat dengan adiknya hanya karena memikirkan perasaan nya.

"Tapi cuma dia yang bisa buat kakak kembali kayak dulu, bisa buat kakak berhenti nyakitin diri kakak sendiri" Sally kembali bersuara dengan suara lantangnya. Hatinya sesak, menahan air mata yang siap menetes sebisa mungkin.

Bagaimana tidak? Siapa yang kuat setelah melihat sang kakak selalu menyakiti diri nya sendiri dalam diam? Saat Sally masuk ke kamar Dave yang selalu tertutup dan saat itu ia melihat pecahan kaca menghiasi lantai ditambah dengan tetesan darah yang mulai mengering, tentunya Sally bisa menebak Dave menyakiti dirinya sendiri.

Lagi, dan lagi.

Sally tahu, Dave sering kali menangis, mengurung diri di kamar saat kedua orang tua nya bertengkar, Sally juga tahu jika Dave menanggung beban yang amat berat di hidupnya. Disisi lain, Sally merasa beruntung, dengan perubahan Dave membawa kedua orang tua mereka bersatu kembali. Kedua orang tua yang dulu nya sering bertengkar kini hidup harmonis. Tetapi Sally jelas tidak merasakan kebahagiaan itu. Iya, Sally memang terlihat bahagia tetapi sekarang hanya dia yang tahu perihal Dave yang sering melukai dirinya sendiri.

MIRACLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang