18

1K 197 5
                                    

Ara mengatur nafasnya, hampir sepuluh menit lamanyabia berdiri tepat didepan pintu ruang rawat Daniel hanya untuk meyakinkan keputusannya bertemu dengan Daniel setelah dua hari Daniel di rawat di rumah sakit.

Ara bukan nya enggan bertemu dengan Daniel, tetapi ia tidak memiliki keberanian meskipun hanya sekedar bertanya dan memastikan keadaan nya.

Perlahan, Ara memutar knop pintu membuka pintu dengan pelan kemudian melangkahkan kaki nya masuk.

Ara sedikit bernafas lega karena melihat Daniel yang tertidur dengan nyenyak. Hatinya sesak saat melihat infus yang menggantung di samping ranjang Daniel, belum lagi wajah Daniel yang masih telrihat pucat.

Daniel benar-benar terpuruk, pikirnya.

Ara meletakkan parsel buah di atas nakas tepat disampingnya, ia memposisiman dirinya duduk di kursi yang sedari tadi ada disana.

Tangannya, menggenggam tangan Daniel erat.

Andaikan Daniel bangun, mungkin Ara tidak berani melakukannya.

"Dasar bego.." ucap Ara.

Ara menundukan wajahnya, air matanya menetes. Ia benci Daniel yang terlihat lemah, dan Ara membenci Daniel yang tidak peduli memperdulikan kesehatannya sendiri.

Ara memukul pelan lengan Daniel, kemudian mengusapnya seolah-olah ia merasa bersalah karena memukul lengan Daniel meskipun begitu pelan.

"Maaf.." ucap Ara.

Selalu begitu, dulu jika ia menyakiti Daniel sekecil apapun dan seperti apapun Ara akan tetap meminta maaf, dan sekarang ia melakukannya lagi.

Ia meminta maaf pada Daniel hanya karena ia memukul lengan pria yang sedang pura-pura tertidur itu.

"Jangan sakit.." ucap Ara.

Ara mempautkan jari tangan nya dengan jari tangan Daniel, air matanya kembali menetes.

"Aku takut.." lanjut Ara.

Ara hendak melepaskan tautan jarinya, tetapi nihil. Daniel yang pura-pura tertidur itu menautkan jari nya dan jari Ara semakin erat membuat Ara panik.

Bagaimana tidak? Ternyata, Daniel tidak tidur dan jelas Daniel mendengar semua ucapannya.

Semuanya.

Daniel membuka matanya, tangannya menarik tubuh Ara dengan cepat membuat Ara berpindah posisi.

Ara terdiam, ia menelan saliva nya susah payah setelah merasakan detak jantung Daniel yang berdetak cepat.

Ara merindukan nya, sangat.

Ara hendak berpindah dari posisinya, sialnya Daniel menahan kepala Ara agar tetap berad di atas dadanya, membiarkan Ara mendengar atau setidaknya merasakan detak jantungnya yang sama, sama seperti dulu setiap kali Ara mengatakan jika ia mencintai Daniel.

"Gak berubah, bukan?" Tanya Daniel.

Ara memejamkan kedua matanya, nyaman. Mungkin itu yang ia rasakan saat ini.

Daniel menepuk punggung Ara pelan, sesekali mengusapnya bahkan mencium puncak kepalanya seperti yang sering ia lakukan dulu saat Ara menangis di pelukannya hanya karena hal kecil yang menjadi kesalahannya.

Daniel merindukannya, sangat.

Bahkan, ia sangat membutuhkan Ara saat ini.

"Jangan berubah" ucap Daniel.

"Maaf" lanjutnya.

Ara membuka matanya, ia enggan bersuara dan membiarkan Daniel melanjutkan ucapannya.

"Maaf" ucap Daniel sekali lagi.

Tanpa Daniel sadari, air matanya menetes.

Bodoh, memang.

Dari mulai kehilangan Ara, dan juga ia kehilangan semua keluarga kandungnya, dan sekarang ia berharap Ara kembali.

Bahkan mungkin, jika Ara menolak dan masih terus menjauh darinya, Daniel rela bertekuk lutut dihadapan Ara tanpa rasa au agar wanita itu kembali padanya.














Setelah kejadian pagi tadi, Ara dan Daniel benar-benar diam. Mereka tidak bersuara saat keluarga Dave datang untuk menjenguk Daniel, mereka sesekali berbicara hanya jika seseorang mengajak mereka berbicara, selebihnya mereka memilih diam.

"Lagi puasa ngomong?" Bisik Dave.

Ara menatap Dave dengan tatapannya yang kesal mengundang tawa kecil Dave.

"Atau ada sesuatu antara lo dengan Daniel?" Bisik Dave kembali.

Mendengar pertanyaan Dave membuat Ara menginjak kakinya cukup kuat, tentunya Dave merintih kesakitan.

Ara benar-benar memiliki tenaga yang luar biasa.

"Maaf" bisik Dave kembali.

Ara tidak menggubris ucapan Dave, ia hanya fokus mendengarkan Papa Dave berbicara tentang kondisi Daniel saat ini.

"Kan gue udah bilang, dia baik-baik aja" ucap Dave.

"Berisik" ucap Ara pelan.

Dave kembali tertawa pelan, namun kali ini ia memilih untuk menutup mulutnya rapat-rapat. Melihat Ara kesal memang membuatnya bahagia, tetapi jika situasinya seperti ini, tentunya Dave akan berpikir dua kali untuk menjahili Ara.











Saat ini Dave dan Ara berada di kantin, awalnya Ara menolak tetapi setelah Dave membujuknya akhirnya Ara menyetujuinya meskipun ia tidak memesan makanan sama sekali.

"Lo aja yang makan" Dave mendekatkan sepiring nasi goreng yang sebelumnya ia pesan pada Ara.

Ara menatap Dave kemudian menggelengkan kepalanya pelan.

"Lo aja" ucap Ara, ia mendekatkan piring itu kembali pada Dave.

Dave menatap Ara cukup tajam, membuat Ara sedikit merasa salah tingkah.

"Gue makan, tapi seandainya lo sakit setelah ini biar gue yang rawat lo. Gimana?" Tanya Dave.

Mendengar pertanyaan Dave membuat Ara terkekeh pelan kemudian menjitak kepala Dave cukup kuat.

"Ngaco. Makan yang banyak, jangan sakit. Oke?" Tanya Ara.

Dave sama sekali tidak menyentuh nasi goreng nya, ia kembali mendekatkan piring nasi goreng itu pada Ara kemudian mendekatkan wajahnya pada Ara.

"Kalo lo gak boleh untuk gue ngerawat lo, harusnya lo gak sakit. Jadi, lo yang makan" ucap Dave sedikit dengan tekanan di setiap ucapannya.

Ara menelan saliva nya susah payah saat kedua matanya bertatapan dengan kedua mata Dave.

Pikirnya, Dave tampan, bahkan ia terlihat sangat tampan saat ini. Belum lagi wangi parfume nya yang khas itu.

"Dave, muka lo terlalu dekat.."ucap Ara pelan.

Cepat-cepat Dave menjauhkan wajahnya dari Ara, ia menatap sekelilingnya yang juga mebatapnya karena perlakukan bodohnya yang baru ia lakukan.

"Biar gue pesan lagi. Lo abisin, gue ke toilet dulu" ucap Dave kemudian berdiri dari duduknya dan melangkahkan kakinya pergi.

Dave tidak benar-benar pergi ke toilet, ia bersembunyi di balik tembok besar di kantin rumah sakit hanya untuk mengatur detak jantungnya dan menyesali perbuatan nya tadi sampai akhirnya sampai seorang suster yang datang menggoda nya.

"wah, dokter muda ganteng ini udah punya pacar ternyata" ucap suster itu.

"Cantik" ucap suster yang lain sambil memberikan kedua jempolnya pada Dave.

Dave tersenyum tipis.

Sial baginya, saat kedua suster itu menggoda nya, jantungnya semakin berdetak cepat.

"Bukan. Tapi, doain aja ya" ucap Dave dengan wajah malu nya.

Kedua suster itu mengiyakan tak lupa memberikan semangat pada Dave.

MIRACLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang