Kabar (baik) (buruk)

1.6K 142 0
                                    

" ban, apa benar Zahra pendarahan?"

Deringan telfon berhasil membuatku berhenti berdoa memanjatkan seluruh doa untuk Zahra. Ya!! Umi.. Sosok orang tua Zahra yang hanya tinggal satu - satunya setelah kepergian ayah sebulan yang lalu.

' gimana aku mau jawab, aku pun tidak tahu apa penyebab Zahra pendarahan. Apa yang harus kukatakan pada umi? Sedangkan pada saat Zahra tergeletak pun aku tidak melihat '

" i-iya mi, benar " dengan nada lirih aku berusaha untuk menjawabnya.

Apa umi akan marah padaku? Karena tidak bisa menjadi suami yang menjaga anak keduanya dengan baik.?

" ya allah.. Bagaimana bisa?,, umi akan kesana esok ya " rintihan tangisan umi benar-benar membuatku kembali meneteskan air mata. Ya allah kumohon sembuhkanlah mereka ya allah.

Kembalilah aku menuju kamar yang sedang ditempati istriku.
Duduk dan diam, memikirkan kesembuhan kedua insan yang sangat sya'ban cintai.

Terlihat seorang wanita memakai pakaian kantor dibalut dengan jas putih dan disertai alat yang digunakan untuk memeriksa kondisi Zahra. Wanita itu keluar dari kamar Zahra. Mungkin akan memberikan kabar, entah baik atau buruk?

" dengan keluarga Zahra sulaiman? " tanya wanita itu yang tak lain adalah dokter spesialis kandungan yang memeriksa Zahra.

" iya dok, saya suaminya " tak perlu waktu lama, aku langsung berdiri menyambar pertanyaan sang dokter itu.

" istri saya kenapa bu dokter? " langsung saja aku melontarkan pertanyaan yang kedua kalinya.

" mari mas duduk dulu " duduk lah kami disertai dengan mba Mimi mengikuti arahan dokter dan untuk tahu keadaan akan Zahra.

" gini mas, sejauh ini saya lihat mba Zahra baik-baik saja,,, " 

" alhamdulillah, makasih ya dok " belum sempat dokter itu menjelaskan secara full. Aku langsung saja memotongnya.

" iya sama-sama mas, tapi maaf janin bu Zahra harus kami ambil. Karena sudah tidak bisa dipertahankan" jelasnya.

" hah? Jadi kami kehilangan anak kami dok? "  sontak saja aku langsung terkejut mendengar penjelasan dokter tersebut bahwa anakku harus pergi secepat itu?.

" yah begitu mas, maaf ya. Saya pergi dulu "

Kembalinya tetesan air mata itu meluncur tak berdosa ke arah pipiku. Bahagia? Ya aku bahagia, istriku baik-baik saja. Tapi rasa sakit terselip kala mendengar anakku yang masih janin pergi sebelum aku lihat wajah nya. Sungguh ini benar benar menyakitkan!

******
Perjalanan umi dari pulau Sumatera itu pun berjalan dengan lancar dan sehat walafiat. Umi sampai dengan selamat. Dengan waktu yang tepat. Ya! Tepat pada pukul 07.00 umi sampai dirumah sakit yang kini Zahra singgahi.

Kini Zahra sudah bisa dijenguk, walaupun keadaan Zahra masih tergeletak tak berdaya. Aku hanya bisa menatap haru dan berdoa untuk kesembuhan engkau.. Sayangku..

" ban, gimana keadaan Zahra? " tanya umi yang tiba-tiba ada dibelakang ku.

Saat ini aku tengah duduk disamping istriku, menunggu nya untuk pulih..

" eh umi, sini mi duduk dulu, Aban kasih tau "  dengan nada lirih, aku mengarahkan umi untuk duduk disebelah ku. Lalu umi pun melakukannya.

" kenapa Zahra? Lagi tidur? Kalo lagi tidur kita ngobrol diluar aja, takut ganggu ".

" engga mi, disini aja. Gini umi,, em,,, gimana ya? Umi ga bakal marah kan? " gugupnya diriku...

" engga ko, inikan musibah. Umi ga akan nyalahin siapa-siapa. Emang kenapa? " jelasnya.

"kemarin dokter bilang sama Aban, katanya Zahra baik-baik aja, tapi sampai saat ini Zahra masih belum sadar"  jelasku.

" ohh, syukur alhamdulillah,, lalu gimana kandungan nya? " tanyanya untuk yang kesekian kalinya.

" janin nya diambil Mi,, katanya udah gabisa dipertahanin lagi. Udah enggak bernyawa. Aban sedih banget mi, pas ngedenger itu. Gimana Zahra  nantinya ya mi? " keluhku .

" hah? Ya allah,,, udah enggak apa-apa, jangan sedih. Nanti diusahain lagi "

Umi benar-benar enggak marah sama aku? Umi baik banget,, terima kasih ya allah sudah beri 2 orang ( ibu dan anak) yang baik padaku.

" nanti kalau Zahra sadar, aku bilang apa ya mi? " sekarang Aban yang nanya, gantian.

" yaa,, ngomong seadanya aja. Bismillah "

" iya umi, makasih ya udah jadi umi mertua yang baik buat Aban " terimakasih ku atas semua kebaikannya, walaupun memang belum genap satu bulan ia ditinggal suami tercintanya.

" iyah sama-sama, kamu yang sabar ya "

Setelah perbincangan lama dengan umi yang ber topik kan Zahra. Akhirnya umi memutuskan untuk pulang ke rumah yang selama ini aku diami. Ya! Rumah mas Mafin dan mba Sisil. Mas Mafin telah menjemputnya selepas solat isya untuk memberinya tempat sementara sewaktu Zahra belum pulih.

" mas titip umi ya, Aban enggak pulang " pesanku kepada kakak kandungku yang teramat baik.

" iya ban, tenang aja " jawabnya.

" umi, umi tidur dirumah mas Mafin dulu ya, rumahnya kecil mi, gapapa ya " sahutku kepada umi seraya mencium bahu tangan kanan nya.

" iya ban, gapapa.. Emang rumah umi disana besar? Enggak kali sama aja. Ohiya jagain Zahra ya. Kalau dia sadar calling-calling umi ya "

" iya umi "

Aku tahu, walaupun wajah umi terlihat tidak ada rasa sedih. Tapi dari lubuk hatinya terlihat bahwa luka sedih mendalam sudah mencapai titik terakhir kesedihannya. Apalagi suaminya baru saja pergi beberapa minggu yang lalu. Enggak kebayang gimana sedihnya umi. Aku saja yang baru ditinggal istri tidak sadar sudah sedih minta ampun. Apalagi umi yang suaminya harus pergi ke surga secara tiba-tiba?

Batinku selalu saja berbicara sendiri. Fyuhh...

Eh, jangan jadi reader diem diem dong. Kasih bintang ke gitu. Biar semangat acu nya. Kan kalo semangat aku bisa bikin 5 part sehari. Asik
Follow ig yak:              seliaghn




Sya'ban dan Sosok Bidadari nyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang