Malam pun tiba, saatnya Mirai beraksi untuk membunuh teman-temannya lagi ditanggal 2 November ini. Sasarannya adalah Yoshidama, Akamatsu Yoshidama lengkapnya. Absen nomer dua di kelas XI E. Dia termasuk salah satu murid terpintar dikelas tersebut. Seorang laki-laki dengan perawakan yang bisa dibilang seperti banci ini terkenal dengan keramahannya serta menjadi salah satu murid yang takut akan kegelapan. Dia tinggal di lantai 3 sebuah apartemen yang tak jauh dari rumah Mirai.
Mirai mendatangi rumahnya, kamar yang terlihat cukup kumuh, berantakan dan jendela yang tak tertutup rapat serta pintu yang tidak terkunci. Itu memudahkan Mirai untuk dapat masuk ke kamar Yoshidama. Angin mulai berhembus kencang memasuki kamar Yoshidama bersamaan dengan masuknya Mirai ke kamar itu. Perlahan hawa dingin mulai menusuk tulang. Merasa hawa yang mulai dingin, Yoshidama yang tengah terlelap itu langsung menarik selimutnya. Rasa hangat dari selimut membuat hawa dingin tadi perlahan reda. Entahlah, tiba-tiba Mirai berada dipojokkan kamar laki-laki setengah perempuan itu, sambil menatap tajam wajah Yoshidama yang tak sadar akan kehadirannya. Rasa panas mulai muncul dikamar itu. Yoshidama menyibakkan selimutnya. Rasanya aneh, diluar kamar angin berhembus sangat kencang. Namun, didalam kamar terasa panas bahkan sampai terasa terbakar. Saking panasnya, membuat Yoshidama terbangun dari tidurnya. Kepalanya mulai terangkat dari kasur, namun matanya masih tertutup rapat karena kantuk yang tak tertahankan.
"Ada apa ini? Kenapa kamar rasanya seperti terbakar..." gumamnya
Tangannya mulai mengucek-ngucek mata dan matanya mulai terbuka pelan-pelan dan...
Yoshidama tidak dapat melihat apapun disekitarnya karena lampu kamarnya belum dinyalakan. Kakinya turun dari ranjang, berjalan mencari saklar lampu untuk menerangi kamarnya. Tepat dipojokkan kamar, tangan Yoshidama sudah menemukan saklar tersebut. Namun, mata merah menyala sudah ada didepannya. Terkejutlah Yoshidama hingga membuatnya tanpa sadar menekan saklar tersebut. Perlahan bentuk tubuh dan wajah si mata merah tersebut mulai terlihat. Darah yang perlahan menetes dari mata merah tersebut membuat Yoshidama mulai ketakutan. Mulutnya mengeluarkan lidah yang amat panjang, sontak Yoshidama berlari menuju jendela.
Oh, tidak! Yoshidama tersadar bahwa kamarnya berada di lantai 3. Ia bingung, harus menunggu mata merah itu menghilang atau Yoshidama sendiri yang -nyawanya- menghilang? Yoshidama tetap diam diluar jendela, berharap mata merah itu menghilang dengan sendirinya.
Ya, bersyukur sekali dirinya. Si mata merah benar-benar menghilang dipojokkan kamar. Yoshidama berlari menuju ranjangnya dan cepat-cepat mengambil selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Kini seluruh tubuhnya tertutupi oleh selimut. Hening kamar tersebut. Tiba-tiba pria 17 tahun itu menangis tersedu-sedu sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
Kreeettt.....
Bunyi jendela yang tiba-tiba menutup membuatnya semakin takut. Namun, ia memberanikan diri untuk melihat ke arah jendela. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan jendelanya tertutup.
Pelan-pelan ia membuka matanya menghadap ke jendela. Tak dilihatnya si mata merah tersebut. Hanya terlihat jendela yang tertutup dan dedaunan yang terhembus angin. Pandangannya kini tertuju pada pintu kamar. Akankah dia bisa keluar dari teror mata merah dengan cara keluar dari kamarnya tersebut dan turun kebawah untuk meminta pertolongan? Hanya itu yang ada dipikirannya.
Kakinya mulai menuruni ranjang dan berjalan perlahan menuju pintu. Belum sempat ia memegang kenop pintu, Yoshidama berfikir kembali. Akankah mata merah tadi sudah siap didepan pintu untuk menerkam Yoshidama? Ia semakin takut, tak bisa berfikir jernih bagaimana caranya keluar.
Tanpa pikir panjang, Yoshidama berjalan ke arah jendela. Cepat-cepat ia buka jendela kamarnya, berharap ada yg mendengar teriakannya. Namun, tiba-tiba jendela yang tadinya tidak terkunci, kini justru terkunci rapat tak bisa dibuka sama sekali. Tangannya berusaha membuka jendela kaca tersebut. Wajah pucat berlumuran darah dengan rambut yang menjuntai panjang dan mata merahnya yang menyala-nyala sudah berada didepan kaca. Berdiri menunggu Yoshidama membuka jendela itu. Yoshidama berteriak dan lari menuju pintu. Berusaha membuka pintu tapi hasilnya nihil pula. Entah bagaimana caranya, tiba-tiba pintu terbuka dan si mata merah berdiri didepan pintu. Tangannya sudah siap menerkam mangsanya dengan kukunya yang panjang. Kengerian itu membuat Yoshidama tidak bisa berfikir lagi. Ya, ia hanya bisa berteriak dan berlari menuju... Jendela kaca rumahnya.
"Arghhh!!! Pergi dariku!!!"
Yoshidama menabrakkan dirinya ke jendela tersebut, otomatis ia langsung melompat turun dari rumahnya. Dan akhirnya tewas mengenaskan
Keesokan harinya, tetangga Yoshidama yang melewati apartemen itu ketika pagi hari tidak sengaja menemukan jasad Yoshidama yang kini badannya hampir hancur terbentur kerasnya bebatuan. Cepat-cepat ia berlari menuju pintu rumah Yoshidama untuk menelfon keluarganya memberitahukan kepada mereka bahwa Yoshidama telah tewas dibawah rumahnya sendiri.
Namun, keluarga Yoshidama tetap tidak percaya akan hal itu. Dibawalah Yoshidama ke rumah sakit terdekat untuk melakukan pemeriksaan. Dokter yang memeriksa nya hanya tertunduk pasrah.
"Maafkan kami, ini yang terbaik untuknya:) dia sudah menemui Tuhan disana."
Dan tangisan pun tak dapat direlakan. Banjir sudah pipi mereka oleh air mata. Ayah Yoshidama yang baru datang dari Hiroshima tak percaya bahwa anaknya telah tiada. Ibunya yang tadinya menangis tiba-tiba tersungkur tak berdaya di lantai rumah sakit.
Kokuro, teman sebangku Yoshidama dengan nomer absen tiga yang juga masih berkeluarga dengan Yoshidama mendadak kejang-kejang ketika mendengar berita bahwa teman sebangkunya tewas. Dan... Penyakit nya kambuh, segera ia dibawa pula ke ruang UGD. Tepat disebelah ranjang Kokuro, terlihat Yoshidama berbaring dalam keadaan pucat. Tubuhnya penuh darah dan pecahan kaca yang masih menempel pada tubuh Yoshidama. Kokuro yang waktu itu masih setengah sadar, melihat Yoshidama dengan penuh kesedihan yang amat mendalam.
Tiba-tiba Kokuro melihat seorang gadis berdiri didepan etalase obat-obatan dan tengah menatap tajam Kokuro. Wajah Kokuro menjadi pucat karena wujud gadis tersebut sangat mengenaskan. Kepalanya sudah bengkok, bajunya kumuh kotor, kaki kirinya patah, kedua tangannya memegang potongan kakinya yang patah tersebut, dan... Matanya tampak merah menyala. Darah juga bercucuran dari kepala sampai kaki. Tiba-tiba kedua tangannya melepaskan potongan kakinya tadi, dan perlahan kedua tangannya terangkat lurus didepan dada, bagai menarik sesuatu. Dan secara bersamaan, detak jantung Kokuro semakin cepat. Ketika tangan sang gadis sudah berada diatas kepalanya, Kokuro melayang diatas ranjangnya. Ia berusaha meminta pertolongan.
"Tolong......! Kumo... hon... to... longlah aku.....!" Ucapnya terbata-bata karena lehernya terasa dicekik.
Namun sayang, tak ada satupun orang mendengar rintihan Kokuro. Dan beberapa menit kemudian tulang lehernya patah! Ia pun tewas seketika.
- di pemakaman-
Keyli, kekasih Yoshidama tak kuasa berada di pemakaman tersebut. Ia tak sanggup melihat kekasihnya yang tewas mengenaskan itu. Isak tangis keluarga menyelimuti acara pemakaman dua laki-laki tersebut.
Konbanwa Minna 👋
Gimana? Belum ngerasa takut? Atau mungkin malah sampai kebawa mimpi kayak salah satu temen author? 😂
Chapter kali ini lebih panjang eaa:v ya iyalah karena author nya lagi nganggur mwheheh>///< Alhamdulillah
Oya jangan lupa tinggalkan jejak ya:") jangan jadi pembaca gelap-,-
Jangan lupa subscribe, comen and like eh mksdnya vote and comen:v!!!
Plus ajakin temen-temen, pacar, keluarga, tetangga, pak lurah, RT( ampe pak presiden juga boleh:v) kalian buat baca cerita OHAYOU MIRAI dijamin kalian bakal emosi, takut, sedih,baper, greget ugha:v kalo baca nih cerita.Gtw ah males pengin ngetik apaan:<
Udh dulu yaaaa:)
Terus baca chapter selanjutnya...👌

KAMU SEDANG MEMBACA
Ohayou Mirai |[Sedang Direvisi!]
HorrorKisah kehidupan siswi SMA yang telah membunuh anggota keluarganya. Dia tak tahu harus berbuat apa setelahnya. Kegelisahan, ketakutan, dan kegelapan menyelimuti dirinya. Kehidupan gadis tersebut berubah setelah seseorang menemuinya. Namun, rasa men...