Di tempat yang berbeda, mobil Ciko sudah sampai di depan rumah Mirai. Setelah memarkirkan mobilnya tepat di depan pintu rumah, Ciko bergegas keluar mobil dan membukakan pintu mobil untuk menggendong Mirai masuk ke dalam.
"Ah, sakit. Jangan terburu-buru," gadis itu mengaduh ketika tangan Ciko tak sengaja mengenai tangannya.
"Ya Tuhan, maafkan aku," Ciko sedikit terkejut, dia takut Mirai kesakitan.
"Iya," Mirai kembali mencoba berdiri dengan dibantu Ciko.
Hampir saja ia tersandung ketika hendak keluar mobil, namun Ciko dengan sigap menahan badan Mirai agar tidak terjatuh. Kemudian mereka perlahan berjalan menuju pintu rumah. Ketika sampai tepat di depan pintu, Ciko membuka pintu perlahan. Cahaya menyinari ruangan yang gelap di dalamnya. Itu cukup mengerikan dengan barang-barang yang lumayan berantakan. Padahal Mirai hanya meninggalkannya untuk beberapa hari saja.
Ciko dengan sangat hati-hati menuntun Mirai sampai ke ambang pintu kamarnya di lantai dua. Itu cukup melelahkan karena Mirai tak mau di gendong. Setelah di rasa cukup, Ciko meminta izin untuk ikut masuk ke kamar Mirai, membereskan barang-barang yang ada di kasur agar bisa di tempati oleh gadis berambut panjang itu. Di kasurnya terdapat beberapa buku-buku tebal, Ciko tak tahu persis buku apa itu. Di sampulnya hanya terdapat tulisan Jepang yang di cetak terbalik sehingga Ciko tak bisa memahami apa arti tulisan tersebut. Ciko benar-benar tak mempedulikan buku-buku tebal dan kuno itu, dia hanya bergegas membersihkan semuanya dari atas kasur.
Setelah semuanya beres, laki-laki pujaan Mirai itu menuntunnya ke arah kasur. Kemudian menidurkannya. Sebelum keluar dari kamar, Ciko menyibakkan dua selimut sekaligus di atas tubuh Mirai.
"Aku akan menemanimu di rumah ini. Jika kau butuh sesuatu, teriak saja. Aku akan cepat berlari ke sini," Ciko menatapnya manis.
"Memangnya kau akan menemaniku dimana?"
"Aku di bawah."
"Baiklah."
Setelah itu Ciko berjalan meninggalkan kamar itu, kemudian turun ke bawah untuk beristirahat sejenak. Dia tertidur pulas di atas sofa ruang tamu tanpa menyadari ada sesuatu yang sejak tadi memperhatikannya dengan kagum.
Gadis itu berdiri di sebelah sofa, matanya seolah berbinar-binar menatap Ciko yang masih tertidur. Dia termenung beberapa saat menatap Ciko.
"AARGHHH!!!" Sampai akhirnya teriakan Mirai mengejutkannya hingga membuat Ciko tersentak.
Laki-laki itu bergegas menuju ke atas dengan perasaan khawatir, diikuti gadis itu yang terbang melayang di belakangnya.
Brakkkk!
Pintu kamar terbuka dengan kerasnya oleh Ciko.
"Ada apa? Kau butuh bantuan?" Ciko langsung mendekat ke arah kasur.
"Tidak, tanganku tadi hanya terkena ranjang kasur. Rasanya sungguh menyakitkan. Tapi percayalah ini tak apa-apa. Maafkan aku mengejutkanmu."
"Benarkah? Kau yakin tak apa-apa? Ku kira kau bermimpi buruk hingga berteriak sekeras itu," Ciko menggaruk kepalanya walau tak merasa gatal sedikitpun.
"Iya, sudahlah tak apa. Kau kembali tidur saja, setelah ini aku juga akan tertidur lagi."
"Baiklah."
Flashback ON
Setelah Ciko menutup pintu kamar, Mirai terbangun dari tidurnya. Dia memegang tangannya yang sebenarnya masih terlihat cukup hancur itu. Dia sedikit mengaduh kesakitan, hingga membuat Hina datang tiba-tiba di hadapannya.
"Konnichiwa! Kau kenapa Mirai-san?" Tanyanya polos.
"Aku tak apa, hanya sedikit sakit di sini," Mirai menunjuk ke arah telapak tangannya yang masih terbalut perban yang cukup tebal.
"Astaga, kau kuat sekali dengan keadaan seperti itu. Aku saja yang melihatnya takut," dia meringis geli.
"Andai saja bukan karena Ciko, aku tak akan sekuat ini," Mirai menutup mulutnya dengan telapak tangan sembari tertawa kecil.
"Ah kau ini, apa baiknya dia untukmu? Bukankah dia yang membuatmu seperti ini?" Hina menatap Mirai heran.
"Kau tak pernah memperhatikan wajahnya bukan? Jika kau memperhatikannya, kau akan merasa aman di sampingnya. Dia sangat manis dan perhatian. Aku mencintainya," Mirai kembali tertawa kecil.
"Cinta? Apa itu?" Hina memiringkan kepalanya.
"Sudahlah, nanti juga kau akan tahu."
"Apa? Aku bahkan tak mengerti apa yang kau bicarakan tadi," dia menggelengkan kepalanya.
"Sekarang kau turun ke bawah dan perhatikan wajah laki-laki yang ada di bawah. Kau akan merasakan apa yang aku rasakan."
Tanpa basa-basi, hantu kecil itu sekejap menghilang dari pandangan Mirai. Mirai kembali memegang lembut telapak tangan yang diperban itu.
Tiba-tiba jendela di samping ranjang Mirai terbuka dengan kencang. Sesuatu telah menabraknya. Mirai menatap ke arah jendela itu, sebuah asap tebal menutupi pandangannya. Dua telapak tangan yang terlihat sangat pucat keluar dari kepulan asap itu dengan kukunya yang hitam dan tajam mendekati wajah Mirai. Gadis itu hanya diam mematung. Ketika jari jemari menyeramkan itu sampai di kedua pipi Mirai, sebuah wajah menyeramkan keluar dari asap itu pula.
Itu bukan wajah, bahkan tak pantas di sebut wajah. Tak ada dua bola mata di sana, hidungpun tak ada. Hanya terdapat sobekan kulit yang terlihat di jahit paksa di daerah mulut. Darah hitam pekat keluar dari sela-sela jahitan itu. Mirai masih tetap saja terdiam menatap makhluk aneh itu.
Ketika wajah itu tepat di depan wajah Mirai, kedua pipinya terlihat berlubang-lubang dengan cepat. Belatung-belatung keluar dari lubang-lubang itu. Mulut yang terlihat sobek itu membuka paksa jahitan tersebut hingga giginya yang seperti gigi hiu yang tertumpuk sejajar itu terlihat penuh dengan darah hitam pekat sampai menetes ke tangan Mirai.
"AARGHHH!!!" gadis itu berteriak dengan keras hingga akhirnya monster menyeramkan itu menghilang dengan sekejap tanpa meninggalkan jejak.
Flashback OFF
Hayoo yang belum vote mana vote nyaa:v
Btw ni author baru bisa ngasi adegan gtu doang:) klo psychonya nanti dulu.
Tapi tenang aja, bentar lagi juga bakal ada chapter yg isinya psycho kok.
TBC ya minna!
Jangan lupa vote:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ohayou Mirai |[Sedang Direvisi!]
HorrorKisah kehidupan siswi SMA yang telah membunuh anggota keluarganya. Dia tak tahu harus berbuat apa setelahnya. Kegelisahan, ketakutan, dan kegelapan menyelimuti dirinya. Kehidupan gadis tersebut berubah setelah seseorang menemuinya. Namun, rasa men...