Mendengarkan

33 11 3
                                    

Ciko tak benar-benar pergi dari kamar, dia hanya keluar dan menutup pintu. Kemudian terbaring di lantai depan kamar Mirai. Ciko mencoba memastikan bahwa Mirai hanya mengigau.

Dari dalam kamar, Mirai masih merasa ketakutan. Dia tak tahu apa yang baru saja mendatanginya.

"Dia siapa? Aku tak mengerti kenapa dia bisa ke sini. Ada apa ini?" Benaknya sembari mengelus dadanya yang tengah berdebar-debar berulang kali.

"Aku butuh teman. Cepat jemput mereka untukku..." suara serak yang samar-samar terdengar itu mengejutkan Mirai.

Dia hampir saja meloncat dari kasurnya, namun kau tahu sendiri bukan bahwa dia orang yang tidak terlalu mempedulikan sesuatu? Dia hanya takut kalau-kalau dia harus mati sebelum kebahagiaannya kembali.

"Siapa kamu? Apa maumu?" Mirai menatap seisi langit-langit kamarnya.

"Dimana mereka? Mereka yang seharusnya menjadi temanku. Mereka yang seharusnya bersamaku, menemaniku. Mereka yang seharusnya kau bunuh. Dimana?"

"Maksudmu, aku harus membunuh lagi murid-murid di kelasku?"

"Yaa, itu benar sekali. Lalu kenapa kau masih di sini gadis culun."

"Akan ku usahakan untukmu, Tuan. Bolehkah aku bertanya?"

"Ya."

"Kau ini siapa? Apa kau makhluk tadi yang mendatangiku?"

"Benar, aku kesal menunggumu terlalu lama."

"Terlalu lama? Untuk apa?"

"Untuk membunuh teman-temanmu, bodoh!"

"Maafkan aku, Tuan," gadis itu menunduk ketakutan.

Suara itu tak menjawab lagi. Dia pergi dengan sendirinya. Mirai mulai merasa lega, walau dia tahu dirinya tak lagi aman. Dia harus segera berkeliling mencari mangsa. Tapi keadaan sangat mempersulitnya.

Tunggu, apa ini berarti Mirai harus membunuh Ciko. Cikolah teman satu kelasnya yang kini jaraknya tak sampai tujuh meter darinya. Tapi dia benar-benar tak bisa melakukan itu. Gadis itu sangat mencintai Ciko. Dia tak mau lelaki pujaannya habis dibunuh oleh dirinya sendiri.

Di balik pintu, Ciko diam-diam mendengarkan percakapan aneh itu. Dia benar-benar tak tahu apa yang Mirai bicarakan. Dia hanya mendengar Mirai berbicara dengan suara yang sangat samar bahkan tak bisa ia dengar beberapa kali karena sangking samarnya suara tersebut. Ciko hanya mendengar kata-kata tertentu yang terdengar tinggi nadanya seperti seseorang yang merasa kesal dan marah.

"Mereka? Bunuh? Gadis culun? Kesal? Lama? Bodoh? Apa maksudnya ini? Dia sedang membicarakan apa? Aku benar-benar tak mengerti." Pikirnya sembari menempelkan telinganya di lubang kunci pada kenok pintu.

Ciko terlalu berat untuk sebuah pintu yang kuno itu, hingga akhirnya pintu terbuka karena tubuh Ciko yang terlalu mendekat pada kenok pintu.

Mirai yang tengah menahan gemetar takut itu terkejut setengah mati, "Kenapa kau masuk? Ada apa?"

"Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kau tadi bicara dengan siapa?" Dia mulai mendekati Mirai

"Tidak, tak ada seorangpun di sini."

"Lalu tadi suara siapa?"

"Ah tadi itu aku hanya berbicara sendiri dengan mengubah nada suaraku. Bagus tidak?"

"Kau yakin? Tapi lawan bicaramu terdengar seperti suara pria," Ciko mengerenyitkan keningnya.

"Iya, kau ini selalu berpikiran negatif. Lagipula siapa yang berani masuk ke lantai dua lewat jendela?"

"Benar juga. Baiklah aku kembali turun."

Mirai mengangguk setuju, kemudian Ciko turun ke lantai bawah untuk kembali berbaring di sofa ruang tamu.

Namun, belum sempat ia menyentuh bagian dari sofa tersebut, suara ketukan pintu mengalihkan pandangannya. Dia bergegas menuju pintu depan.

"Masuk." Dibukanya pintu tersebut tanpa melihat siapa orang yang tadi mengetuk pintunya.

Rupanya di depan pintu berdiri seorang gadis muda seumurannya dengan rambut panjang yang anggun. Siapa lagi jika bukan Lisa yang mau mengetuk pintu rumah gadis paling misterius di sekolah?

Lisa hanya berjalan masuk dengan sedikit menepis siku Ciko yang berdiri di depannya. Kemudian gadis itu berjalan menuju kamar Mirai.

Krettt

Pintu kamar terbuka perlahan di ikuti senyum tipis dari Lisa.

"Hai! Kau datang rupanya." Mirai berbalas senyum dengannya.

"Ya, bagaimana? Apa kau lebih merasa baik saat di rumah? Atau lebih enak di rumah sakit?"

"Semuanya sama saja. Ngomong-ngomong, kau ke sini dengan siapa? Bukankah kau tadi seharusnya bersama kami?"

"Seharusnya, tapi aku ke sini dengan taksi."

"Kenapa kau tak bersama kami?"

"Aku sudah meminta Ciko untuk mengantarmu saja, aku bisa pulang dengan taksi." Dia tahu dia berbohong, ini sungguh menyakitkan.

"Pantas saja Ciko tak mau menunggumu, sudah kuberi tahu dia tapi tetap saja mengelak."

Lisa hanya tersenyum menatap Mirai sembari menahan tangisnya. Dia tahu bahwa Ciko meninggalkannya bukan karena pintanya, tetapi kekesalan laki-laki itu sendiri yang membuatnya marah dan meninggalkan Lisa seorang diri di tempat parkir.

"Kau sudah makan?" Tanya Lisa memecah keheningan antara mereka berdua.

"Belum, aku baru saja membaca buku-buku ayahku. Cikopun tak membuatkanku makanan."

"Laki-laki itu menyebalkan ya, dia sungguh tak berguna hehe." Tawa palsu itu menutupi kesedihannya.

"Tak apa, aku sedang tidak nafsu makan saat ini."

"Baiklah, aku akan menemanimu di sini. Sampai kau tertidur kembali."

"Terimakasih, tapi aku sudah sangat mengantuk. Bolehkan aku tertidur sekarang juga?"

"Itu hakmu kawan, tidurlah. Mungkin setelah kau benar-benar nyenyak aku akan pulang."

"Baiklah, oyasuminasai." (Baiklah, selamat tidur.)

Kemudian gadis itu mulai berbaring di atas kasurnya, menutup sebagian badannya dengan selimut dan terpejam. Lisa hanya duduk memperhatikan sahabatnya sesaat kemudian beralih pergi keluar kamar. Gadis itu tak kuasa menahan tangis, air matanya berjatuhan ketika menuruni tangga.

Ciko yang menatapnya dari bawah pun terbingung, dia tak menyadari bahwa kesalahannyalah yang membuat tangis Lisa pecah. Dia hanya melongo memperhatikan gadis itu berjalan keluar pintu depan dan membanting kenok pintunya.

"Ada apa dengan gadis itu?" Gumamnya sembari mendekati jendela kaca yang mengarah ke rumah Lisa.

Lisa terlihat berjalan dengan kesal, bahkan menendang sebuah dahan kering di depannya. Setelah berada di depan pintu rumahnya, dia menekan bel di samping pintu. Seseorang membukakan pintunya dan iapun masuk ke dalam rumah. Terdengar percakapan kecil antara dua orang itu yang tak lain adalah Lisa dan ayahnya.

"Kau kenapa? Wajahmu memerah dan pipimu terlihat basah. Ada apa, Lisa? Katakan pada ayah." Suara samar-samar terdengar dari balik jendela rumah mereka.

Bayangan Lisa terlihat berbalik badan dan terdiam.

Ea asik aja gtu nggantungin cerita.
Y maap baru publish lagi, mumpung liburan wkwk.
Yok vote☆ & komennya mana? Jangan jadi silent readerslah:)
Hargai perjuangan author

SEBELUMNYA THOR MAU UCAPIN TERIMAKASIH KEPADA PEMBACA SETIA KARENA SEKARANG SUDAH MENCAPAI 1,11 RIBU READERS!
SUMPAH GA NYANGKA BISA SAMPE 1 RIBU LEBIH:(
INTINYA MAKASIH BANGET BUAT SEMUANYA:)
ARIGATOU GOZAIMASU MINNA♡

Ohayou Mirai |[Sedang Direvisi!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang