"APA? MASIH MARAH? MARAH TERUS! DASAR LAKI-LAKI!" Menyadari dirinya diperhatikan Ciko, Lisa balik menatap tajam satu-satunya laki-laki diruangan itu.
Ciko memalingkan wajahnya, tak peduli pada ucapan gadis yang tak kalah cantik dari Mirai itu.
Tiba-tiba pintu bangsal terbuka perlahan. Nampak Arata yang tengah berdiri membawa sebuah bungkusan besar ditangannya. Ciko langsung mendekatinya.
"Wah! Baru saja ku sanjung! Lihat, pacarmu sudah menunggu!" Ditepuknya punggung Arata.
"Nani! Sembarangan kau bicara! Lebih baik kau bantu aku membawa makanan ini! DASAR LAKI-LAKI TAK BERGUNA!"
Lisa dan Mirai tertawa seketika.
"Lihatlah laki-laki ini, Mirai. Mereka bodoh sekali, ya! HAHAHAHAH BODOH! DASAR LAKI-LAKI!"
Ciko dan Arata saling bertatapan sebentar, kemudian menatap kedua perempuan itu dengan kesal.
"Sudahlah, kalian membuatku semakin pusing saja." Mirai memegang kepalanya dengan mimik wajah lesu.
"Lihatlah, aku susah payah membawakan ramen instan dan beberapa jajanan untuk kalian. Tapi kalian justru membully-ku seperti ini. Aku tak mau memberi semua ini pada kalian. Dasar kejam!" Arata memalingkan wajahnya dari ketiga temannya tersebut.
Ciko kembali menepuk pundak sahabatnya itu, kali ini lebih keras hingga membuat Arata mengerang kesakitan. Arata balik menepuk pundak Ciko yang tak kalah kerasnya dengan Ciko. Sama seperti Arata, Ciko mengerang sambil mendorong sahabatnya itu. Mereka terjatuh bersama. Makanan yang dibawa Arata juga ikut terjatuh. Luluh lantah dilantai bangsal rumah sakit tersebut.
"SIALAN! KAU MENJATUHKAN SEMUA MAKANANNYA, CIKO!" Arata sangat kesal, dia berusaha mengambil sisa makanan yang masih layak makan. Namun semua itu sia-sia. Tak ada satupun makanan yang bersih.
"Hehe, maaf. Nanti ku belikan lagi."
"Nanti? Hey! Kau tahu? Aku membeli ini semua dua jam yang lalu! Dan sekarang penjualnya sudah tutup! Mana mungkin kita bisa makan!"
"Cih! Sok tahu saja kau ini. Disini selalu ada restoran yang buka 24 jam, bodoh! Laki-laki memang bodoh, ya." Lisa menimpalinya dengan tawa.
"Kalian menggangguku saja. Lebih baik salah satu diantara kalian pergi keluar untuk membeli makanan. Lalu kita makan disini bersama." Suara Mirai sangat lemah.
"Baiklah, biar aku saja yang keluar. Kau berdua, jaga Mirai baik-baik." Ciko menunjuk kedua jarinya pada Lisa dan Arata.
"Sudah sana cepat. Aku sudah sangat lapar, bodoh!" Lisa mengerang manja.
"Aku bodoh dan aku bangga. Bye!" Ciko setengah mendobrak pintu bangsal.
Mirai terlelap beberapa saat setelah Ciko pergi. Lisa kembali terduduk, membuka kembali lembaran novel yang ia baca sebelumnya. Sedangkan Arata duduk di sofa yang disediakan didalam bangsal tersebut. Arata sibuk memainkan game dalam ponselnya, tanpa menyadari bahwa hanya dia dan Lisa yang tetap terjaga.
Sebuah angin kencang datang tak diundang. Membuat pintu yang semula tertutup rapat kini terbuka lebar. Entah apa yang sibuk dipikirannya, hingga membuat Arata tak mempedulikan derit pintu yang cukup menyeramkan itu. Padahal didepannya, Lisa terkejut setengah mati.
"Hey! Kau dengar tidak?" Ucap Lisa lirih.
"Apa? Aku tak dengar apapun." Arata membalasnya dengan wajah datar. Itu cukup untuk membuat Lisa naik darah karenanya.
"Dasar tuli! Lihatlah, bodoh! Pintunya terbuka. Kukira tadi Ciko, tapi kenapa dia tak kunjung masuk." Lirih Lisa sambil menatap takut ke arah pintu.
"Sudahlah, kau ini penakut sekali! Lebih baik kau tidur. Saat Ciko kembali, ku bangunkan kau lagi."
"Tidak, aku harus tetap terjaga untuk Mirai."
"Terserah." Arata nampak tak peduli.
"Sebaiknya kau lihat siapa didepan sana. Mungkin ada seseorang diluar."
"Cih! Penakut!" Arata berjalan pelan ke arah pintu. Dibukanya lebar-lebar pintu tersebut. Namun, tak ada siapapun diluar sana. Lagipula, mana mungkin ada yang datang tengah malah ke rumah sakit. Apalagi jika harus ke pojok rumah sakit tersebut. Percayalah, tak akan ada yang berani.
Ketika Arata tengah memperhatikan keadaan diluar kamar, Lisa berteriak. Membuat lelaki kekar itu langsung terkejut dan membalikkan badannya ke arah Lisa.
Sungguh penampakan yang cukup menggelikan bagi Arata. Di sudut ruangan, Lisa terlihat tengah duduk dilantai, sembari melipat kedua tangannya didepan kakinya. Lisa nampak sangat ketakutan.
"Kenapa kau seperti orang pinggiran, Lisa. Memelas sekali, Ya Tuhan." Laki-laki itu tertawa girang sambil mendekati Lisa.
"Aku takut, aku takut. Kulihat sebuah bayangan putih melayang diseberang ranjang Mirai. Aku takut." Lisa menetesnya air mata karena takutnya.
"Sudahlah, kau hanya berhalusinasi. Cepat berdiri! Dipojok itu justru lebih menyeramkan bagiku. Duduklah disofa, mungkin bisa membuatmu lebih tenang."
"Hey, jangan bicara seperti itu! Kau membuatku semakin takut!" Lisa berlari cepat ke arah sofa, melipatkan kakinya diatas sofa sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Penakut." Arata ikut duduk disofa tersebut sembari menyalakan kembali ponselnya untuk bermain game.
Ciko cukup lama diluar sana, hingga Lisa tak kuasa menahan kantuk. Kepalanya perlahan terjatuh dibahu Arata yang tengah sibuk dengan ponselnya.
Arata terkejut ketika sesuatu menempel di atas bahunya. Dia menatap ke arah Lisa perlahan.
Ketika menyadari bahwa itu adalah Lisa, awalnya dia sedikit kesal. Namun setelahnya, senyum tipis merekah dibibirnya. Hatinya sedikit berdebar, keringat mulai bercucuran. Tapi ia berusaha untuk bersikap biasa saja. Dia takut Lisa akan terbangun karenanya.
Kembali terfokus matanya pada layar ponsel. Tak beberapa lama, pintu dibuka perlahan. Ciko masuk dengan membawakan satu paket makanan untuk dimakan bersama. Namun, belum sempat Ciko masuk ke dalam, Arata sudah berbisik agar dia tak berisik. Takut mengganggu dua orang perempuan yang tengah asyik terlelap dalam tidurnya.
Ciko yang langsung paham maksud Arata, berjalan perlahan mendekati meja. Meletakkan semua barang-barang ditangannya dengan sangat hati-hati agar tak membangungkan mereka. Kemudian, Ciko hanya tetap berdiri didepan Arata sembari menahan tawa. Dia menutup mulutnya dengan satu telapak tangan.
Arata yang menyadari hal itu hanya menatap sahabatnya tersebut dengan tatapan datar, sembari mengangkat kepala Lisa dari bahunya untuk di pindah ke atas paha.
"Aku di luar saja, disini cukup menyeramkan bagiku." Tawa kecil menyertai ucapan Ciko tersebut.
"Syuh... syuh..." gerak tangan Arata tampak mengusir Ciko dari ruangan tersebut.
Tanpa berlama-lama, Ciko langsung keluar dan menutup pintu dengan hati-hati. Setelahnya, Arata pun tak kuasa menahan kantuk. Dia tertidur dengan wajah menghadap ke atas.
Gosa baper kambing:v lu kan g punya gebetan p lg pacar:3
Beteweh ni thor lg bucin-bucinnya mon maap.
Ih kok pen ganti Ohayou Mirai(hai Mirai) jdi Ohayou Mirai(hai masa depan) bneran sih:(
Busyet gosa dipeduliin:3 gw lg gabut y gini.
Gda paketan. Gda tugas. Gda masalah adu gabut bat njer:v

KAMU SEDANG MEMBACA
Ohayou Mirai |[Sedang Direvisi!]
TerrorKisah kehidupan siswi SMA yang telah membunuh anggota keluarganya. Dia tak tahu harus berbuat apa setelahnya. Kegelisahan, ketakutan, dan kegelapan menyelimuti dirinya. Kehidupan gadis tersebut berubah setelah seseorang menemuinya. Namun, rasa men...