"Hina? Hina? Dimana kau? Gadis manis, cepatlah kemari. Aku mengkhawatirkanmu. Hina-chan, kau kemana?" Teriak Mirai yang masih terduduk di ranjangnya.
Ia terlihat gelisah, wajahnya bercucuran keringat. Dia sangat ketakutan, jika gadis kecil itu tak kunjung kembali. Namun rasa optimisnya selalu menyemangatinya. Dia berusaha agar tidak merasa pesimis. Dia tahu, gadis itu pasti akan kembali. Gadis itu sangat membutuhkannya.
Entah bagaimana caranya, gadis itu benar-benar datang. Dia melayang di samping ranjang Mirai. Tersenyum manis seolah terlihat sangat bahagia.
"Ohayou Mirai-san! Nande yo?" (Selamat pagi Mirai! Kenapa?) Dia memiringkan kepalanya masih tersenyum manis.
"Ah, Ya Tuhan. Kau darimana saja? Aku mengkhawatirkanmu, Hina."
"Hey! Kau tahu?! Taman rumah sakit ini indah sekali Mirai-san! Aku bermain di sana sepanjang malam. Itu sungguh menyenangkan!" Hina melompat terbang kesana-kemari, ya kau tahulah bagaimana? Dia sangat gembira.
"Oh, baiklah. Ku kira kau pergi jauh dari rumah sakit ini. Aku takut kau tak tahu jalan pulang," Mirai tersenyum tipis.
"Tidak, aku bahkan tidak tahu cara menggunakan kendaraan umum. Lagipula aku tak punya uang untuk membayarnya bukan? Ya sudah, aku hanya berkeliling di rumah sakit ini," Hina terlihat polos.
"Kau ini, pintar sekali ya. Andai saja kau memang adikku, aku akan sangat bangga sekali denganmu! Jadi, bagaimana kalau aku benar-benar menganggapmu adik kandungku?"
"Itu tidak masalah, aku suka kakak perempuan seperti Mirai-san! Baiklah, mulai sekarang aku juga akan menganggapmu kakak kandungku!" Mereka terlihat berpelukan, walau kau tahu mereka tak pernah benar-benar terlekat dalam pelukan itu.
"Tapi Mirai-san, kenapa anak-anak di sini tak mau berteman denganku?" Hina menundukkan kepalanya.
"Memang ada apa?" Mirai meninggikan alisnya.
"Mereka tak pernah menatapku saat aku memanggil mereka untuk bermain bersama. Mereka bahkan tak pernah tersenyum atau peduli padaku. Aku selalu sendirian bermain di taman," gadis kecil itu menekuk dalam-dalam bibirnya yang pucat pasi.
"Tak apa, sudahlah jangan kau masukan hati. Seseorang bisa saja tak mempedulikanmu, tapi percayalah, suatu saat mereka akan membutuhkanmu. " Mirai kembali tersenyum pada Hina, dia benar-benar tulus menyayangi Hina.
"Tapi kau semalam lihat tidak? Ketika aku berlarian ke sana ke mari mencari perhatian teman-temanmu untuk ku ajak bermain, perempuan berambut panjang itu justru meneriakiku. Seolah aku adalah monster. Kau bisa bayangkan rasanya, bukan?" Kini dia mulai terlihat seperti anak kecil yang menangis, mengusap pipinya seolah ada air mata yang berjatuhan. Nyatanya tidak.
"Iya, aku tahu, Hina. Itu sakit sekali. Seperti seseorang yang tak pernah di anggap oleh dunia. Hidup itu sulit, tapi lebih sulit lagi, mencoba bertahan dalam keterpurukan, demi mendapat sebuah pengakuan. Sudahlah, kau ini gadis ceria yang ku kenal. Berhentilah menangis, kau sama seperti bocah yang masih tertidur sehari penuh di dalam keranjang," Mirai mencoba menyemangatinya.
"Hey!!! Aku bukan bayi, Onee-chan!" Dipelototinya perempuan muda itu dengan gelembung udara di pipinya, dia terlihat menggemaskan. Walaupun sedikit menyeramkan dengan otot-ototnya yang sudah membiru itu.
"Haha, sekarang kau marah denganku? Baiklah jangan pedulikan aku lagi. Hahaha," perempuan itu tertawa kecil sekali, dia menahan sakit di tenggorokannya.
"Jangan terlalu banyak tertawa, lehermu terlihat lebam. Karena apa itu? Kau mencoba bunuh diri ya?" Kepala mungilnya mulai mendekati bagian leher Mirai.
"Aku tak apa, tenang saja. Sudahlah, kembali bermain saja sana. Aku sudah tak mengkhawatirkanmu lagi. Haha," dia kembali tertawa kecil, sakit masih sedikit terasa di tenggorokannya itu.
"Baiklah jika itu maumu. Jangan panggil aku jika kau tak benar-benar membutuhkanku! Huh, dasar perempuan menyebalkan!" Hina memalingkan wajahnya sembari menjulurkan lidah.
"Iyaiya aku tahu itu, sudahlah. Mengganggu saja."
"Sayonara!" Dia terlihat pergi meninggalkan bangsal itu dengan muka masam.
Tiba-tiba Lisa datang dari arah berlawanan. Di tangannya terdapat satu kantong plastik. Lisa masuk dengan perasaan gembira.
"Tadaima Mirai!" (aku pulang Mirai!)
"Okaerinasai Lisa, apa yang ada di kantong itu?" (Selamat datang Lisa, apa yang ada di kantong itu?)
"Ah, ini?! Makanan kesukaanmu! Yakiniku," Lisa dengan bangga menunjukkan kantong itu.
"Yakiniku? Aku tak pernah menyukainya. Hanya saja itu bisa membuatku sedikit kenyang. Makanya aku sering memakannya."
"Ah, kau ini. Aku sudah optimis memberimu makanan enak ini, tapi ternyata kau tak menyukainya. Ya sudah, aku punya satu bungkus Takoyaki pedas yang ku beli di sekitar swalayan itu," Lisa mengacak-acak seluruh isi kantong, hingga akhirnya menemukan sebungkus kotak kecil dengan beberapa butir Takoyaki yang diberi beberapa saus sambal.
"Astaga, kau baik sekali. Sudah lama aku tak memakannya. Terima kasih Lisa!"
"Ohayou!" Seseorang mengetuk pintu bangsal.
"Kaito-kun! Hey, apa kabar? Kau dari mana saja? Aku menunggumu datang." Lisa menghampiri pria itu.
"Akhir-akhir ini aku sedang sibuk. Aku ke sini untuk memberi tahu kalian bahwa Mirai sudah boleh pulang. Dia hanya butuh istirahat saja untuk memulihkan tangan dan lehernya."
"Benarkah! Ya Tuhan! Terima kasih. Akhirnya kau bisa kembali ke rumah. Aku sangat bahagia mendengar berita ini. Sekali lagi terima kasih!" Lisa membungkukkan badannya di depan Kaito.
"Ah tidak apa-apa. Jangan berterima kasih kepadaku, aku hanya menyampaikan pesan dari dokter yang menangani Mirai."
Sebagai permintaan maaf, awto publish dua chapter:(
Woi ini bneran gw sendirian ngetik gini:(
Bayangin jam 12:25PM ada cewe yg ngetik wp tengah malem dgn genre creepy?
Plis votenya:v jangan jadi silent readers mulu ah bosen:v

KAMU SEDANG MEMBACA
Ohayou Mirai |[Sedang Direvisi!]
TerrorKisah kehidupan siswi SMA yang telah membunuh anggota keluarganya. Dia tak tahu harus berbuat apa setelahnya. Kegelisahan, ketakutan, dan kegelapan menyelimuti dirinya. Kehidupan gadis tersebut berubah setelah seseorang menemuinya. Namun, rasa men...