Tak Apa

29 13 4
                                    

Setelah beberapa lama menunggu, salah satu dokter keluar dengan raut wajah yang nampak bingung. Dia seperti tak bisa menjelaskan apa yang terjadi. Orang-orang disekitarnya nampak heran. Mereka saling bertatapan.

"Dok? Ada apa? Apa tangan Mirai baik-baik saja?" Tanya Ciko dengan tangan yang gemetar.

"Tidak, aku, aku? Aku hanya bingung, tangan gadis itu. Baik-baik saja?" Jelas sang dokter.

Ciko mengerutkan keningnya merasa sangat heran. Bukankah yang ia lihat, tangan Mirai cukup parah terkena batu tajam itu. Bahkan tulang jari-jemarinya saja bisa terlihat walau sedikit. Itu akan sangat sakit untuk diobati, karena lukanya yang terlalu dalam. Namun, berbeda dengan gadis itu. Dia baik-baik saja tanpa ada penjelasan yang tepat. Dengan segera, Ciko berlari menuju ruang UGD tersebut. Ketika melihat kedalam, dokter-dokter dan para perawat yang ada di sana juga nampak kebingungan. Mirai yang sedari tadi terlelap pingsan, bangun dengan terkejut ketika mendengar pintu yang didobrak oleh Ciko. Padahal sejak pertama diperiksa oleh dokter, Mirai sudah diberi suntikan obat penenang oleh para perawat. Tetapi, ia justru bisa terbangun hanya gara-gara suara keras. Sangat tidak masuk akal?

Ciko mendekati Mirai dan menatapnya hening. Mirai hanya menatap kosong sekelilingnya. Orang-orang disekitarnya nampak menatap satu sama lain.

"Mirai? Kau baik-baik saja?" Ucap Ciko sambil melambaikan tangannya didepan wajah gadis cantik itu.

"Hah? Ano, aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba tanganku terasa dingin dan..." Belum sempat ia menyelesaikan penjelasannya, tiba-tiba tangannya mencekik lehernya sendiri dengan sangat erat.

"Hey?! Ada apa? Kau kenapa Mirai? Lepaskan tanganmu, itu tak baik bagimu! Dokter apa yang terjadi? Kenapa dia seperti ini?" Ciko yang panik sembari mencoba melepaskan tangan Mirai dari lehernya melirik tajam para dokter dan perawat di ruangan itu.

"Kumohon, lepaskan! Kau bisa mati!!! Cepat bantu aku melepaskan tangannya!" Salah satu dokter langsung tanggap dan terlihat sedikit ketakutan.

Mirai mencekik lehernya dengan tatapan kosong kedepan, sambil merintih kesakitan.

"Tolong aku, kumohon tolong aku...." Rintihnya.

"Ada apa ini? Kenapa kau tak bisa melepaskan tanganmu?" Ciko dengan keras kembali mencoba melepaskan tangan itu.

"Aku tak tahu! Tiba-tiba saja tanganku melayang dan mencekik erat leherku sendiri! Aku tak merasakan tanganku! Kumohon bantu aku."

"Kalian! Cepat bantu aku! Jangan diam saja!" Gertak Ciko menatap tajam orang-orang disekitarnya.

"Hey! Lepaskan tanganmu! Itu bisa membuatmu mati kau tahu!" Seorang dokter muda mencoba menarik kuat-kuat tangan Mirai agar terpisah, kemudian diikuti oleh yang lain.

Awalnya Mirai nampak ketakutan, sangat ketakutan. Matanya berkaca-kaca menahan rasa sakit yang amat sangat. Ciko menatap Mirai dan berkata, "Mirai! Cobalah! Aku akan selalu disampingmu!"

Otomatis Mirai menangis dengan sendirinya. Dia tak percaya dengan kata-kata Ciko, namun bukan itu yang terpenting. Nyawanya sedikit lagi akan melayang! Tiba-tiba wajah Mirai terlihat memerah, matanya juga ikut merah, merah menyala. Tatapannya tajam menuju ke arah para dokter dan orang-orang ditempat terkutuk itu. Beberapa perawat terpelonjak dari samping ranjang Mirai. Mereka ketakutan melihat tatapan gadis itu. Ciko dan beberapa dokter terus mencoba melepaskan tangan Mirai dari lehernya sendiri tersebut. Namun, tiba-tiba kedua tangan Mirai menepis seluruh tangan yang berusaha menyelamatkannya dengan sangat kasar. Hingga beberapa dari mereka tersungkur ke lantai. Salah satu dokter yang sedari tadi tak menghiraukan raut wajah Mirai, kini terkejut bukan main. Ia sendiri justru ikut ketakutan bersama beberapa perawat. Bagaimana orang-orang tersebut tidak ketakutan, jika mata Mirai saja merah menyala dan mengeluarkan darah. Wajahnya lama kelamaan melepuh dan hancur. Bahkan tulang tengkoraknya saja sebagian terlihat jelas oleh mata. Kuku-kuku tangan dan kakinya memanjang dengan tiba-tiba. Tubuhnya membusuk, membuat ruangan yang penuh obat-obat dan alat kedokteran itu menjadi sangat beraroma busuk. Orang-orang yang melihat penampakan itu berteriak-teriak karena bau busuk tersebut sampai menusuk hidung mereka.

Namun, ketika salah satu guru di luar ruangan tersebut mendobrak pintu ruangan itu, tak ada perubahan apapun dari Mirai. Semua kembali normal. Kecuali orang-orang yang sebelumnya berteriak-teriak disana. Mereka berhenti berteriak. Bau busuk menghilang dengan sendirinya. Beberapa orang tadi yang ketakutan terdiam beberapa saat, kemudia menatap satu sama lain. Ada yang aneh disini, sangat aneh pikir mereka. Beberapa orang yang tadinya hanya melongo menatapi para temannya yang berteriak histeris bertanya-tanya pada mereka.

"Perihal apa yang membuat kalian seperti ini?" Seorang dokter melambaikan tangannya didepan wajah temannya.

"Ano, kau tak melihat dan menciumnya?"

"Melihat? Mencium? Apa? Apa yang kau bicarakan?" Perawat lainnya nampak heran.

Orang-orang yang tadi sempat berteriak kembali saling bertatapan. Justru mereka yang heran dengan orang-orang yang tadi tak berteriak. Apa mereka tak bisa merasakan apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa ini?

Ruangan hening seketika. Tak ada satupun gerak-gerik dari salah satu orang disana. Sampai semua keheningan itu lebur oleh tangis Mirai.

"Sudahlah Mirai, tak apa. Aku ada disini, disampingmu. Tak akan kemana-mana. Tenang saja, percayalah." Ciko mengelus rambut Mirai dengan sangat lembut.

Mirai yang tadinya sedikit merintih kesakitan karena lebam dilehernya sedikit menunjukkan senyum manisnya. Ciko pun tersenyum tipis. Salah satu orang yang sebelumnya berteriak itu menunjuk-nunjuk Mirai sembari memasang wajah ketakutan.

"Gadis itu! Dia makhluk aneh! Dia sang buruk rupa! Astaga apa yang sebenarnya ku lihat!" Gertak orang tadi sembari terus menunjuk-nunjuk ke arah Mirai.

"Apa kau bilang? Maksudmu bagaimana? Ada apa dengan Mirai?" Ciko menatap tajam orang tersebut.

"Dia gadis aneh! Dia pasti pembawa sial! Camkan itu!" Orang tersebut bergegas meninggalkan ruangan.

Dia melemparkan jas putih kebanggaannya di depan pintu, kemudian mendobrak pintu dengan sangat kasar. Diikuti orang-orang yang tadi sempat melihat penampakan tersebut. Orang-orang yang tetap tinggal, merasa kebingungan dengan apa baru saja terjadi. Mereka tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Mirai. Dan apa yang terjadi pada teman-teman mereka.

"Kau tak apa Mirai? Jangan diambil hati. Mereka hanya manusia biasa. Tak apa masih ada kita disini." Ciko kembali menyemangati Mirai yang sedari tadi hanya melamun menatap kosong sekelilingnya.

Akhirnya para dokter dan perawat yang tadinya hanya terdiam, satu persatu pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Hai! Buat teman-teman yang ingin mengajukan pertanyaan kepada author tentang cerita ini atau yang lain silahkan komen:D nanti thor akan buat satu part khusus untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian:) makasih^^
Jangan lupa untuk selalu vote, komen, dan share cerita ini ya. \(^0^)/

Ohayou Mirai |[Sedang Direvisi!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang