Bagian 27

4.4K 650 64
                                    

"Gilang, duduk!"

Gilang menghentikan langkahnya namun tak segera menuruti perintah Dewi. Laki-laki itu memandang Ibunya datar. Ditilik dari wajah Ibunya yang terkesan semringah, membuat Gilang bertanya-tanya.

"Gilang? kamu nggak denger?"

Gilang menghela napas lalu segera duduk. Jaraknya sedikit jauh dari Dewi. Agar Dewi tidak menyadarinya, Gilang sengaja meletakkan tasnya seakan memberi jarak. Sejujurnya, sampai sekarang, Gilang masih agak marah pada Dewi. Tapi dia juga tidak bisa mendiamkan Dewi, bagaimanapun Gilang sadar itu hanya memperkeruh suasana selain menambah dosa tentu saja.

"Sabtu besok temen Ibu ada acara arisan. Kamu ikut, sekalian antar Ibu."

"Kenapa bukan Adit?"

"Adit ke Bogor. Ada projek disana. Sudah, kamu boleh ke kamar. bebersih, habis itu makan." Dewi memutus percakapan lalu beranjak pergi. Gilang menghela napas. tak ingin memikirkan Dewi, Gilang memutuskan ke kamar untuk membersihkan diri.

Usai membersihkan diri, Gilang mengambil ponsel. Dia mengabaikan pesan-pesan dari teman-temannya dan memilih membuka pesan dari Arvin.

Hari ini mama hangout sama gengnya. Udh ketawa. Ini foto dari tante Ratu

Arvin sent you a picture.

Gilang menatap foto Melody penuh sayang. Hanya dengan melihat tawa perempuan itu, sudah membuat moodnya kembali membaik. Gilang menjatuhkan diri keatas kasur. Setelah mendapat posisi nyaman, jarinya bergerak cepat mengubah wallpaper ponsel menjadi foto Melody yang baru dikirim Arvin.

"Begini lebih baik," gumamnya lalu tersenyum puas. Setidaknya, saat membuka ponsel. Foto Melody yang sedang tertawa yang menyambutnya.

***

Gilang mematikan mesin mobil begitu tiba di rumah teman Dewi. Matanya memperhatikan halaman rumah yang sudah dipenuhi mobil-mobil. Gilang melirik Dewi, yang bersiap turun.

"Jangan lupa, bunga dan kue itu dibawa," pesan Dewi lalu segera turun.

Gilang menurut. Sejujurnya dia bingung kenapa harus membawa bunga dan kue untuk acara arisan. Bukannya tuan rumah yang menyiapkan kudapan untuk tamu? Namun Gilang tak mengutarakan opininya, dia malas mendebat Dewi.

Bersama Dewi, Gilang masuk kedalam rumah megah itu. gilang mendecak kagum melihat interior yang digunakan oleh teman Dewi. Benar-benar terlihat mewah namun tidak terkesan berlebihan.

"Jeng Vivi!"

"Jeng Dewi! Ya ampun, kirain nggak dateng." Wanita yang dipanggil Jeng Vivi melayangkan ciuman dipipi kiri dan kanan Dewi. "Masuk, masuk. Yang lain sudah disana." Pandangan bergeser pada Gilang yang sedari memperhatikan. "Ini... yang namanya Gilang?"

"Iya! Ini lho yang kuceritakan waktu itu. Lang." Dewi menatap Gilang, mengisyaratkan mendekat.

"Apa kabar, Tante?" Gilang mencium punggung tangan Vivi sambil tersenyum sopan.

Vivi menatap takjub. Tak menyangka, masih ada yang menyalaminya seperti itu. senyum Vivi semakin melebar. "Baik. Kamu gimana? Sehat?"

"Sehat. Alhamdulillah."

"Ganteng anaknya Jeng Dewi. Sopan pula," puji Vivi langsung. "Cocok ini," katanya lagi membuat senyum Dewi semakin lebar sementara Gilang mengernyit. Apa maksud ucapan Vivi? Cocok apanya? Gilang melirik Ibunya namun Dewi malah tampak tenang. Seakan tak terganggu.

"Adel dimana, Jeng?"

"Oh! Tadi dia menjamu tamu, gantiin saya. Sebentar." Vivi mengedarkan pandangannya. "Nah itu! Adel! Sini!"

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang