Bagian 1

9K 701 12
                                    

Halo balik nih, enjoy yaaa


Tepat pukul 5 sore, Melody merapikan meja kerjanya. Matanya yang bulat memindai seluruh isi ruangan, memastikan semuanya telah rapi. Melody meraih tasnya yang terletak dikursi lalu berjalan keluar.

"Lho, belum pulang, Mbak?"

Melody menoleh. Bu Rodiah, salah satu pegawainya berjalan mendekatinya. Melody tersenyum. "Belum, Bu. Tadi ada pekerjaan sedikit. Ibu kenapa belum pulang?"

"Nungguin jemputan, Mbak," kata Bu Rodiah. Tak lama, terdengar suara klakson motor. "Nah, itu sudah dijemput Mbak. Mari, saya duluan."

"Oh iya, silakan, Bu." Melody melempar senyum sambil memperhatikan Bu Rodiah. Samar-samar, dia mendengar Bu Rodiah protes karena lama dijemput. Melody kembali tersenyum, lalu mengunci pintu ruangannya. Kemudian, dia mengecek seluruh peralatan masak yang sudah tertata rapi ditempatnya. Perempuan itu juga mengecek pintu dan jendela. Pikirnya, salah satu pegawai mungkin ada yang lupa mengunci.

Setelah memastikan semua aman, Melody keluar. Saat menstater mobil, dia memperhatikan rumah berlantai 2 yang kini menjadi tempatnya bekerja. Rumah yang dia jadikan sebagai tempat usaha katering makanan. Penghasilan yang cukup menjanjikan membantu Melody melupakan ketakutan-ketakutannya tentang kehidupan dimasa depan.

Melody memejam mata dan menarik napas dalam-dalam. Ya, dia tidak perlu takut karena semua baik-baik saja.

***

Bau masakan langsung tercium begitu Melody masuk ke dalam rumah. Keningnya berkerut. "Vin? Kamu masak?" tanyanya melihat Arvin menuangkan ayam goreng yang telah diaduk dengan sambal goreng ke piring.

"Keliatannya?" Melody mendelik mendengar jawaban Arvin.

"Sopan sekali," desis Melody sinis. Arvin tergelak.

"Iya, Arvin masak. Tenang aja, enak kok."

"Bukan masalah enak atau nggaknya, Vin. Tapi, kamu nggak perlu masak. Kamu pasti capekkan?"

"Emangnya Mama nggak capek?" Arvin menatap Melody dengan alis terangkat tinggi. "Arvin udah bilang, makan malam biar Arvin yang siapin," katanya santai. Arvin mengambil piring dari rak dan meletakkannya diatas meja. Alis Arvin kembali terangkat. "Mama ngapain masih disini? Mandi gih."

Melody menghela napas. Sadar dia tak akan menang berdebat dengan Arvin, Melody ke kamar. Saat menghapus make up dari wajahnya, netra Melody menangkap foto dirinya bersama Arvin yang terpajang dimeja rias. Momen itu diabadikan 3 tahun lalu, saat dimana akhirnya Arvin benar-benar menerima takdir hidupnya dan berdamai dengan Melody.

Kepahitan itu telah berlalu, berganti dengan semakin eratnya hubungan Melody dan Arvin. Putra semata wayangnya itu pun, semakin hari bertambah dewasa. Cara bicara dan tutur katanya serta pemikirannya membuat Melody kagum dan bangga. Melody menarik napas dalam-dalam. Pikirannya mendadak hinggap pada satu nama yang sangat berpengaruh pada jalan hidupnya. Satu nama yang mengubah arah hidupnya. Satu nama yang kini entah dimana keberadaannya.

Kamu lihat? Aku berhasil membesarkannya. Kami bahagia sekarang. Tuhan, tolong jangan usik kebahagiaan kami.

Melody mengerjapkan mata. Sadar dirinya melamun, Melody berdiri. Bergegas perempuan itu mandi. Dia tak mau membuat Arvin menunggu terlalu lama.

Tiga puluh menit kemudian, Melody keluar dari kamar. Dilihatnya Arvin sedang berbaring di depan TV, tapi mata cowok remaja itu tertuju pada HP.

"Vin, ayok makan."

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang