Bagian 28

7.4K 730 93
                                    

Tiga Bulan Kemudian_

Gilang memperhatikan hiruk pikuk disekelilingnya. Netranya terhenti pada seorang anak perempuan berusia sekitar 2 tahun yang sedang menaiki kereta mainan bersama sang ayah. Sementara sang Ibu sibuk memvideokan anak itu sambil tertawa bahagia. gilang tersenyum kecil. Betapa bahagianya keluarga kecil itu, membuat Gilang iri. Kapan dia bisa merasakan hal seperti itu?

"Melamun lagi?"

Sebuah suara menyentak lamunan Gilang. dia menoleh dan mendapati Adelia menatapnya cemberut. Gilang menyunggingkan senyum kecil.

"Sorry."

"Mikirin apa sih? Sampe aku ngomong nggak didenger?"

"Nothing," jawab Gilang singkat.

Adelia menatapnya lama kemudian menghela napas. entahlah, Adelia merasa Gilang berubah. Laki-laki itu tak lagi hangat, cenderung dingin dan irit bicara. Adelia tak tahu kenapa dan tak berniat bertanya. Adelia takut itu menyinggung Gilang dan membuat laki-laki itu marah.

"Pulang aja yuk? Udah sore," ajak Adelia yang langsung disetujui Gilang. beriringan, keduanya berjalan menuju parkiran. "Mas, aku ke ikut ke rumah bentar ya? Mama nitip sesuatu ke Ibu."

"Oke."

Adelia tersenyum tipis. Lagi-lagi jawaban singkat. Hingga mobil Gilang tiba di halaman rumahnya, Gilang enggan membuka suara. Laki-laki itu lebih memilih mengisi kesunyian dengan cuap-cuap dari penyiar radio ketimbang mengajak Adelia bicara.

Gilang membuka pintu rumah, sementara Adelia mengikuti di belakang. Baru saja dia akan mengucap salam, suara Aruna yang melengking mengejutkannya.

"Selamat ulang tahun, Om!!"

Gilang terkejut mendapati ruang tamu penuh dengan keluarganya. Windi berdiri dihadapannya sambil membawa kue, Ibu dan Ayah berdiri disisi kiri Windi dan si bungsu Adit sibuk memotret mereka. Bahkan Mas Angga yang diketahuinya sedang dinas diluar kota, sudah berada disini sambil menggendong Syifa. Aruna melompat kearahnya, meminta gendong yang disambut Gilang penuh sayang.

"Selamat ulang tahun, Om! Panjang umur, sehat selalu, trus, trus makin banyak duit biar traktir Aruna sama dedek jajan!" katanya memunculkan gelak tawa.

"Kamu mah nggak puas-puas! Padahal Om juga udah jajanin," sela Adit mencibir.

Aruna balas mencibir. "Ya iyalah! Om Adit pelit! Masa minta gulali nggak boleh? Es krim juga. Pokoknya jajan sama Om Adit nggak asik!"

Adit melotot. "Ya jelaslah! Kamu lagi sakit gigi kemarin, masa Om kasih?"

"Udah, udah. Ribut mulu," lerai Windi lalu berjalan mendekati Gilang. "Tiup dulu."

"Make a wish dulu, dong, Om!" sela Aruna membuat Gilang terkekeh.

"Iya." Gilang memejamkan mata. Hanya sepersekian detik untuk memuaskan keinginan Aruna. Sebab satu-satunya harapan yang ingin direalisasikannya telah menghilang. "Udah," jawabnya lalu dengan cepat meniup lilin dengan angka 35. Gilang meringis. Tak menyangka dia sudah setua ini.

"Ngapain sih pake acara beginian segala? Aku udah tua juga, nggak cocok bikin ginian," keluh Gilang.

"Ini rencana awalnya Cuma makan malam bareng doang, Lang. Tapi tahulah kamu, permintaan si princess pengennya pake kue sama balon-balon. Maklum ya?" kata Windi membuat Gilang mencium gemas pipi ponakannya.

"Jadi kamu toh biangnya? Hm?"

Aruna hanya tergelak. Dia lalu meminta turun dari gendongan Gilang begitu melihat Windi meletakkan kue diatas meja untuk dipotong.

Hold Me TightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang