Camila memeluk tubuhnya erat didalam balutan bathrobe yang tadi sempat terbang dan teronggok dibelakang sofa. Matanya masih menatap penuh permusuhan pada pria didepannya yang dengan santainya duduk ditepi ranjang, tak peduli pada penampilannya yang masih polos tak berpakaian.
Setelah perdebatan tadi, Camila malah diserang dalam artian lain. Camila bahkan harus mencari kesempatan untuk bisa lepas dari jerat pria itu, setelah mendapatkan pelepasan entah untuk keberapa kali. Saat pelukannya melemah, Camila dengan cepat menjauh meskipun harus berjuang dengan tubuh lemah habis digempur dan kakinya yang gemetaran seperti jelly.
Perut Camila berbunyi disaat yang tidak tepat. Wajah Camila bahkan memerah karena menahan malu, padahal posisinya sekarang sedang mode marah tapi cacing-cacing diperutnya mendemo lebih dulu.
"Sebentar lagi makan siangnya datang." Suara berat itu masuk ke telinga Camila. Camila bahkan tidak menyadari sejak kapan pria yang tak ia tahu namanya ini duduk disampingnya bahkan sudah memakai celana. "Apa ada yang mau kamu makan?" Tangannya dengan lihai mengusap pipi Camila yang langsung Camila tepis kasar.
Pria itu terus saja mencari kesempatan. Sialnya lagi Camila terus-terusan pasrah karena tenaga yang tak sebanding bahkan tak munafik jika Camila menikmatinya, ia bodoh sekali karena merasa begitu pada orang yang sudah mengambil kesuciannya. "Kenapa kamu suka sekali jadi kucing yang nakal hmm?"
"Kucing nakal?"
"Yeah, you're my naughty little cat."
Cup
Dan lagi, pria itu berhasil mengambil kesempatan dengan mencuri satu kecupan dibibir Camila. Camila dengan kesal memukul lengan kekar itu sebagai balasannya, hingga ketukan pintu menghentikan aksi Camila.
Pria itu bangkit dari duduknya dan segera membukakan pintu, ternyata seorang asisten rumah tangga yang datang membawa troli makanan. Ada begitu banyak makanan yang dibawa, Camila sendiri merasa sangat lapar sekali karena belum makan pagi dan sekarang sudah hampir tengah hari. Bahkan semalam Calista hanya makan sepotong roti mengingat ia punya jadwal tampil, betapa laparnya Camila sekarang.
"Makanlah sweetheart." Usapan lembut tersemat dirambut Camila. "Apa perlu aku suapi?"
Camila mendengus sensi dan langsung mengambil sendok untuk menyantap semua makanan yang telah dibawa, Camila bahkan tidak mau repot-repot menawari pria yang sedari tadi memperhatikannya dan memainkan rambutnya itu untuk makan. Camila perlu banyak energi.
"Minggu depan kita akan menikah."
"Uhuk uhuk." Camila tersedak minumnya saat mendengar ucapan tak masuk akal itu. Dengan penuh perhatian pria disampingnya menepuk punggung Camila pelan bahkan menanyainya apakah baik-baik saja. Camila membalasnya dengan tatapan tajam karena merasa kesal, beruntung dirinya sudah selesai makan dan tersedak waktu minum bukan tersedak waktu makan karena bisa dipastikan Camila tidak akan ingin lagi melanjutkan makannya.
"Aku tidak mau." Tegas Camila setelah berhasil lepas dari tidak enaknya tersedak.
"Aku tidak tanya pendapatmu."
"Kita tidak saling kenal, apalagi punya perasaan. Pernikahan bukanlah hal yang semudah itu diputuskan." Camila punya keinginan dan harapannya sendiri dalam pernikahan. Camila tidak mau menikah tanpa perasaan ataupun hanya demi sebuah keuntungan.
"Bukan hal mudah juga untuk pria sepertiku memantapkan diri terjebak dalam pernikahan. But I don't want to lose you again." Kini wajah Camila dirangkum dengan tangan besar pria itu hingga mereka saling menatap dalam jarak cukup dekat hingga ujung hidung saling menempel. "I love you Camila. Sudah cukup 4 tahun perasaan ini tergantung."
"But I don't." Sahut Camila. Ia jujur perasaannya, ia tidak atau belum merasakan perasaan menyukai bahkan mencintai pria ini.
"Kamu bisa lebih mengenalku setelah menikah. Cinta akan datang dengan terbiasa. Kamu akan mencintaiku."
"Ini semua begitu tiba-tiba, aku tidak bisa." Camila tidak bisa tergesa-gesa dalam mengambil keputusan yang akan sangat mempengaruhi hidupnya. Tidak perduli jika ia sudah bukan gadis lagi, hidupnya masih akan terus berjalan.
"Sudah 4 tahun berlalu dan kamu bilang ini tiba-tiba?" Pria itu seakan menolak keras penolakan Camila.
"Sudah aku bilang jika pernikahan bukanlah hal yang mudah. Kita tidak saling mengenal-" "I'm Samuel Alexander, 28 years old. An entrepreneur."
"Jika kamu setuju dengan pernikahan ini, kamu akan aku antar pulang." Sambungnya, setelah memotong perkataan Camila. Pria bernama Samuel ini teryata hanya berbeda lima tahun dari Camila. "Jika tidak kamu akan terus dikurung dikamar ini."
"Itu namanya pemaksaan."
"Kan sudah aku bilang, aku tidak pernah tanya pendapatmu. Tidak perlu kamu memikirkan terlalu keras tentang ini. Menikah denganku bukanlah hal yang sulit Camila." Jelas Sam dengan santai. Meskipun begitu, Camila tetap merasa merinding tiap mendengar suara berat yang mengintimidasi itu. Aura Samuel sangatlah menyeramkan. "Hidupmu akan terjamin. Cinta dan harta, semuanya milikmu."
Camila sungguh tidak tahu harus mengambil keputusan bagaimana, semuanya terasa begitu mendadak. Meskipun begitu apa yang ditawarkan pria bernama Samuel padanya ini adalah hal yang menggiurkan, intinya pria itu mau bertanggungjawab atas perbuatannya. Sekarang hidup Camila bukanlah seperti orang biasa lagi, ia sekarang adalah orang terkenal yang namanya sedang naik daun. Saat ini adalah puncak karir seorang Camila sebagai penyanyi, ia punya jadwal yang padat dan kontrak disana sini maka tentu tak bisa sembarang ambil keputusan.
Camila harus membicarakan hal ini dulu dengan Rena selaku manajernya, melakukan konsultasi tentang bagaimana selanjutnya. Tetapi dengan keadaan begini bagaimana Camila bisa menghubungi Rena? Camila tidak membawa apapun selain dirinya sendiri.
"Apa yang sedang kamu pikirkan sampai memasang wajah serius begitu? Semuanya akan baik-baik saja."
"Aku mau pulang."
"Katakan ya dan aku akan antar kamu pulang seperti keinginanmu." Camila menggigit bibir bawahnya pelan, ia meragu sekali untuk mengiyakan permintaan pria yang bernama Sam ini. Pasalnya pernikahan bukanlah hal remeh, meskipun semalam ia baru saja kehilangan kesuciannya tetapi Camila memiliki keinginan untuk menikah sekali seumur hidup. Menikah dengan orang tak tidak pernah ia kenal dengan baik merupakan hal yang cukup sulit untuknya. Tetapi jika Camila menolak, Sam akan terus mengurungnya disini. "Ya atau ya?"
"Iya." Dengan berat Camila berucap. Jawabannya berhasil mendapatkan ciuman sepihak dari Sam yang sekarang terlihat puas. "Sekarang aku mau pulang."
"Baiklah aku akan antar kamu pulang, tapi setelah kita bercinta sekali lagi." Mata Camila terbelalak, pria ini benar-benar seorang maniak. Sejak semalam entah sudah berapa kali mereka melakukannya dan juga tadi setelah mandi, Camila sudah tidak punya tenaga lagi. Tetapi tangan kekar yang memeluk tubuhnya erat itu seakan memberi keyakinan Camila bahwa kali ini pun tidak cukup satu kali.
Camila merasa ia sudah terlambat untuk menyesali persetujuannya tentang pernikahan ini.
Vote and Comment guys!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Pantura vs Mr. Arrogant
Romance"Bisakah kalian memberi waktu untuk kami bicara berdua?" Tanya Sam pada kedua orang yang nampaknya seorang make over dan manajer. Camila menatap pria dibelakangnya melalui cermin pun terkejut. Camila tidak akan melupakan wajah pria itu walaupun keja...