S E B E L A S

1.8K 77 5
                                    

Samuel menepati janjinya dengan mengantar Camila pulang ke unit apartmennya. Didalam apartmennya sudah ada Rena yang menunggui Camila dengan khawatir. Bahkan saat Camila baru saja masuk kedalam apartmen temannya itu langsung berlari ke arahnya dan memberondongi dirinya dengan banyak pertanyaan.

"Gue butuh minum Ren." Camila berkata demikian seraya berjalan ke arah sofa untuk mengambil duduk.

Rena memperhatikan dengan seksama cara jalan temannya yang terlihat sangat aneh itu. Sepertinya memang ada yang tidak beres, pikirnya. Tetapi ia akan menunda pertanyaan dan segera mengambil minum ke dapur untuk Camila.

"Thanks." Segera Camila meneguk segelas air yang Rena berikan padanya benar-benar seperti orang kehausan.

"Jadi, malam itu lo kemana? Gue hampir aja telfon polisi tau gak. Tapi karena ada orang yang ngasih tau lo aman dan dibawa bos mereka gue jadi nahan diri."

"Untuk acara malam itu gimana Ren? Kita dapat pinalti? Ada beberapa schedule kan yang kelewat?" Tanya Camila beruntun, sama sekali tidak menjawab pertanyaan yang Rena ajukan padanya.

"Kita gak dapat pinalti apapun karena ada pihak yang bayar semua jadwal lo yang kacau." Jelas Rena yang membuat Camila tidak habis pikir.

"Kok bisa?"

"Itu yang mau gue tanya. Ini bos mana yang bawa lo sampe bisa nutup semua pinalti kita. Gue bahkan syok banget waktu kemarin banyak banget bodyguard yang ada di tempat kita, gue lebih syok lagi ketika lo tiba-tiba hilang entah kemana padahal harus tampil setelah itu." Cecar Rena.

"Gue mana tau kalo bakal ketemu dia dan dibawa." Gerutu Camila tidak mau disalahkan.

"Jadi lo kenal sama laki-laki itu?"

Camila menghela nafasnya sesaat sebelum ia mulai menceritakan apa yang terjadi di bar empat tahun yang lalu dan alasan sebenarnya mengapa Camila sempat marah pada Rena waktu itu.

Rena menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang ia dengar. Itu kejadian empat tahun lalu tetapi bagaimana mungkin pria itu masih mengingat Camila.

"Gue gatau harus respon gimana dari cerita lo ini, yang pasti gue minta maaf karena buat lo hampir terjebak sama cowok sembarangan di bar waktu itu." Ujar Rena tulus, ia bahkan sampai menggenggam tangan sahabatnya itu.

Camila melepaskan tangan Rena sebal, "dulu hampir terjebak dan sekarang sudah terjebak."

"Iya sih, tapi mungkin gak menurut lo kalo dia emang suka sama lo sejak awal. I mean love at first sight waktu di bar dan dia cari-cari lo selama ini gitu?"

"Dia memang bilang begitu, tapi lo pikir itu bisa di percaya Ren?"

"Kalo gue pasti gak percaya." Tukas Rena yang langsung diiyakan setuju oleh Camila, siapapun akan berpikir itu tidak masuk akal. "Kalo dari cerita lo jelas dia gak punya kesan bagus waktu kali pertama kalian ketemu. Bahkan gue masih ingat banget gimana paniknya lo waktu itu bahkan sampai marah ke gue, artinya dia memang menyinggung lo banget."

"Tapi kita kan gak tau kayak gimana pandangan dan pikiran dia tentang waktu itu. Bisa jadi memang sangat berkesan sampai dia bisa bilang cinta setelah empat tahun. Seperti itu bisa aja terjadi." Rena mengatakan dengan memandang dari dua sisi.

"Tapi tetap aja gak masuk akal, kami berdua dipertemukan diwaktu yang gak tepat menurut gue untuk jatuh cinta. Kami gak saling kenal bahkan setelah kejadian empat tahun lalu gak ada kesempatan untuk saling tahu keadaan masing-masing. Gue gak tau dia bagaimana dan begitupun sebaliknya. Pernyataan cinta begitu bisa aja cuma kebohongan Ren, entah tujuan laki-laki itu apa."

"Terus sekarang lo mau gimana? Mau memperkarakan ini ke jalur hukum? Gue gak yakin kita bisa lawan orang yang punya power kayak dia."

Camila sangat menyadari hal itu, ia tentu tidak bisa melawan Samuel. Mendengar bagaimana pria itu membayar semua pinalti dari pekerjaan Camila seperti bukan apa-apa saja bisa dibayangkan betapa kaya raya pria itu.

"Gue gak tau. Gua pusing banget, lebih gilanya lagi dia ngajakin gue nikah dalam seminggu ini." Camila meremas rambutnya hingga berantakan, menyalurkan rasa frustasinya.

"Hah? Serius?" Rena tampak sangat kaget mendengar hal itu. Camila mengangguk dengan wajah dan rambut yang berantakan karena frustasi.

"Gue harus gimana Ren?"

"Dia kayaknya beneran cinta sama lo deh, sampe ngajak nikah gitu. Padahal nih ya, dia ganteng banget, badan bagus, tajir gilak, cewek mana yang gak mau sama dia coba? Tapi dia nunggu lo sampe empat tahun? Apalagi kalo bukan cinta La."

"Gue masih gak bisa percaya dengan cinta yang dia bilang, tapi gue gak bisa menolak pernikahan ini. Menikah dalam satu minggu mendadak banget kan? Nanti apa kata orang-orang tentang gue? Sedangkan beberapa hari lagi lagu baru gue rilis."

Ucapan Camila membuat Rena panik seketika, sebagai seorang manajer bagaimana Rena bisa lupa.

"Bahaya sih kalo lo nikah dalam waktu seminggu, sedangkan lo lagi naik daun banget sekarang. Bisa-bisa lo di fitnah hamil duluan."

Mendengar ucapan Rena membuat Camila ingat seketika kalau ia dan Samuel habis berhubungan badan tanpa pengaman. Dengan mata terbelalak panik Camila menepuk lengan Rena. "Ren, cepat beli obat supaya gue gak hamil. Gue sama dia gak pakai pengaman."

Lagi-lagi Rena terkaget mendengar ucapan Camila, entah sudah berapa kali ia terkaget hari ini. Melihat cara jalan Camila yang aneh dan juga tanda-tanda tak wajar memenuhi leher sahabatnya itu, Rena sudah tahu kalau sudah pasti sahabatnya itu melakukan hubungan seksual dengan pria yang menculiknya. Meskipun Camila tidak ada menceritakan lebih detail tentang apa yang terjadi terkait kegiatan intim yang dilakukannya, tetapi Rena paham apa yang terjadi.

Tetapi menurut Rena melakukan hubungan seksual tanpa pengaman disaat tidak punya hubungan adalah hal yang ceroboh. Apalagi Camila adalah publik figur dan Rena yakini kejadian itu adalah pertama kalinya untuk sahabatnya itu.

"Lo jangan kemana-mana, gue keluar dulu." Tanpa menunggu apapun Rena segera mengambil tas miliknya dan pergi keluar untuk membeli obat pencegah kehamilan.

Melihat kepergian Rena yang begitu terburu-buru meninggalkan apartemen itu membuat Camila menghela nafas, ia merebahkan tubuhnya yang terasa kaku dan pegal luar biasa di sofa. Mungkin setelah Rena kembali ia akan meminta sahabatnya itu untuk memanggilkan tukang pijat ke apartemen.

Setelah ia bertemu Samuel, kepala Camila terasa begitu penuh karena memikirkan banyak hal. Disaat mereka bersama Camila seakan tidak diberi istirahat secara fisik, lalu disaat mereka sedang tidak bersama seperti ini Samuel masih tidak membiarkan Camila istirahat secara pikiran. Camila harus bagaimana? Apakah ia harus menerima pernikahan yang Samuel ajukan padanya dengan paksa itu?

Vote and Comment Guys!!!

Bintang Pantura vs Mr. ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang