D U A P U L U H S A T U

578 48 2
                                    

Camila mengusap pelan outer blazer berwarna cream yang sedang ia kenakan sambil menatap dirinya sendiri di pantulan cermin.

Sore ini ia dan Samuel akan mengunjungi rumah keluarga Samuel yang merupakan alasan utama mengapa mereka jauh-jauh ke New York, untuk meminta restu pernikahan.

Meskipun rencana pernikahan mereka tidak dalam waktu dekat, tetapi Camila hanya merasa lebih baik jika mereka berdua sudah mengantongi restu dari keluarga Samuel. Bagaimana pun nantinya Camila akan menjadi bagian dari keluarga Samuel, tentu saja ia harus datang baik-baik dan mengenal mereka.

Jujur saja Camila merasa sangat gugup, tapi rasa gugupnya berbeda dengan demam panggung yang pernah ia rasakan. Kali ini hatinya dilanda rasa takut akan kekecewaan yang nanti ia dapatkan dari keluarga Samuel. Padahal Camila baru saja merasakan hadirnya perasaan untuk Samuel di hatinya, tetapi melihat bagaimana Samuel yang sebenarnya membuat Camila berfirasat akan merasakan patah hati.

"Ready sweetheart?" Samuel muncul dari pintu serasa tangannya memegang ponsel yang tidak pernah lepas dari tangan pria itu sejak bangun tidur tadi, sepertinya Samuel punya banyak pekerjaan disini.

Camila menganggukkan kepalanya pelan lalu menghela nafas berusaha untuk lebih rileks.

"Everything will be okay, i'm promise. Hanya ada Kakek dan kita berdua, jadi jangan merasa takut. Kamu tidak perlu banyak bicara nanti, biar aku yang bicara dengan Kakek."

Camila lagi-lagi mengangguk, Camila akan menuruti perkataan Samuel karena tentu saja pria itu yang paling tahu bagaimana cara menghadapi keluarganya sendiri. Camila hanya perlu bersikap baik dan berusaha yang terbaik bersama Samuel untuk mendapatkan restu, ya hanya itu.

Samuel memeluk dan mengusap lembut kepala Camila seolah membantu menenangkan sedikit kecemasan yang Camila rasakan. "Kita berangkat sekarang. Mobilnya sudah menunggu dibawah."

Selama perjalanan Samuel tidak melepaskan genggaman tangannya dan terus menenangkan Camila melalui tindakan kecil dan ucapannya. Samuel memang selalu seperti ini, mungkin karena sikap pria itu lah yang membuat Camila cepat memiliki perasaan.

Mengingat kejadian kemarin sore setelah ia tertidur, Camila terbangun tengah malam dengan keadaan linglung.

Ia berada dalam pelukan Samuel dengan keadaan mereka masih tidak berpakaian karena sebelumnya mereka memang akan bercinta dan kemudian digagalkan karena tangisan Camila.

Karena gerakannya yang terburu-buru bangun itu Samuel pun ikut terbangun, dengan perhatian pria itu bertanya bagaimana keadaannya dan apakah ada yang sakit kemudian lagi-lagi meminta maaf dengan begitu lembut dan romantis menurut Camila.

Lalu ditutup dengan kegiatan panas yang tertunda sampai pagi tiba. Oleh karena itu Camila baru bangun siang menjelang sore tadi. Camila menggelengkan kepala tidak habis pikir, setelah merasakan nikmatnya kini Camila seolah haus akan sentuhan dari Samuel. Hal itu cukup berbahaya bagi Camila karena saat ia terbuai ia suka selalu hampir lupa mengingatkan Samuel untuk memakai pengaman.

Untuk saat ini meskipun mereka sering berhubungan intim, Camila belum melakukan pencegahan yang lebih aman karena ia tidak bisa pergi ke dokter mengingat bagaimana terkenalnya ia. Itu bisa menjadi rumor tidak mengenakan jikalau ia melakukan pencegahan kehamilan di rumah sakit disaat ia belum menikah, Camila belum berani melakukan hal itu. Jadi sekarang ia hanya bisa mengandalkan pil yang Rena sediakan untuknya juga meminta Samuel memakai pengaman meskipun pria itu ogah-ogahan.

"Sebentar lagi kita sampai."

Perjalanan yang menghabiskan waktu hampir setengah jam itu berjalan begitu lambat menurut Camila. Entah karena memang waktu berjalan cukup lambat atau hanya sekedar perasaan Camila saja.

"Ayo." Dengan perhatian Samuel memegangi tangan Camila untuk turun dari mobil lalu menggandengnya masuk kedalam mansion yang menurut Camila lebih cocok disebut istana.

Ada sekitar delapan orang pelayanan yang memakai pakaian hitam putih menyambut kedatangan mereka. Camila tidak banyak bicara dan hanya mengikuti Samuel yang tidak pernah melepaskan genggaman tangannya menuju ke ruangan yang diarahkan oleh seorang pria paruh baya yang merupakan kepala pelayan disini.

"Please young master, the master is waiting for you."

Camila hanya mengangguk sekali dan tersenyum singkat pada kepala pelayan yang sudah membukakan pintu untuk mereka sebelum melangkah masuk.

"Grandpa."

Langkah Camila terhenti saat Samuel menghentikan langkahnya. Tatapan Camila jatuh pada seorang pria tua yang saat ini sedang membelakangi mereka menghadap ke jendela dengan postur tubuh tegak meskipun tangannya memegang sebuah tongkat seolah itu bisa menopang berat tubuhnya.

"Is that her?" Pertanyaan itu diucapkan begitu saja tanpa mau menampilkan wajahnya entah melihat apa di balik jendela itu.

"That's right she is, my future wife Camila."

Merasa namanya disebut Camila segera membungkukkan kepala lalu memperkenalkan diri. "Nice to meet you Mr. Alexander, I'm Camila Rosa."

Setelah perkenalan itu barulah pria tua yang merupakan kakek dari Samuel membalikkan badannya dan menatap Camila juga Samuel. Lebih tepatnya menatap Camila dengan tatapan tajam seperti laser.

"Is it true that you two are getting married?"

"As grandpa had heard before. We came here because Camila wanted to ask for the family's permission. Isn't she very nice?"

Bukannya menjawab ucapan Samuel, Kakek Alexander malah memanggil kepala pelayan dan memintanya untuk membawa Camila menunggu diluar karena ia perlu berbicara dengan Samuel berdua.

Firasat Camila menjadi tidak enak, ia tidak nyaman dengan ini dan hanya bisa mengikuti kepala pelayan yang membawanya ke ruang tamu. Meninggalkan Samuel berdua dengan Kakeknya di ruang pribadi milik sang Kakek.

Sebelum kepergiannya Camila ditenangkan oleh perkataan Samuel yang meminta menunggu sebentar dengan begitu lembut.

"Please enjoy your meal miss." Camila disuguhkan dengan segelas teh yang cangkirnya sangat cantik dan camilan manis yang tak kalah cantik juga.

Camila mengucapkan terimakasih sebelumnya ia meminum seteguk air teh yang terasa cocok di lidahnya. Camila tidak tahu itu jenis teh apa tetapi yang jelas dari bahan berkualitas tinggi dan enak.

Camila melirik kepala pelayan yang berdiri dengan tenang disebelah kursinya dengan memberikan beberapa jarak. Meskipun ia dan Samuel sepertinya akan sulit mendapatkan restu tetapi tidak ada salahnya kan jika Camila bertanya beberapa hal pada kepala pelayan terkait keluarga Samuel?

Dengan ragu-ragu Camila mengajak berbicara kepala pelayan yang bernama Mr. James Albert. Meskipun tampangnya agak kaku tetapi pria paruh baya ini orang yang bisa diajak bicara dengan baik meskipun ini merupakan pertemuan pertama mereka.

Selagi menunggu Samuel selesai berbicara, Camila menggunakan kesempatan ini untuk mengetahui bagaimana Samuel kecil dan seperti apa hidupnya sebelum mereka saling kenal. Beruntungnya Mr. James mau menjawab pertanyaan Camila meskipun pertanyaannya cukup banyak.

Vote and Comment Guys!!!

Bintang Pantura vs Mr. ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang