Tiga Belas

50 18 0
                                    

Sore ini gue kejebak hujan di butik. Mana tadi gue naik taxi lagi ini semua gegara mobil gue yang lagi ngambek nggak bisa di ajak kompromi. Jam sudah semakin sore tetapi hujan tak kunjung reda. Kagak biasanya, badan gue berasa panas banget dan udara saat ini dingin bat kayak di kutub timur.

"hachim! Hachim!" gue berkali-kali bersin karena hidung yang tersumbat dan terasa gatal. Hadeh kenapa nih badan. Jangan sakit dong.

"dingin banget sih," gue masih berdiri di depan butik gue yang udah sepi tanpa satupun pegawai. Disaat bersamaan, ada tangan seseorang yang meluk gue dari belakang dan makein gue jaket yang hangat. Refleks gue noleh ke arah orang di belakang gue, dan di sana berdiri Arsen yang tersenyum hangat ke arah gue.

"kenapa kamu nggak minta jemput aja sama aku?" tanya Arsen yang di iringi wajah khawatir. Ya ampun sweet banget sih nih cowok.

"hm, aku takut ngeganggu waktu kamu. Terlebih sekarang kamu CEO perusahaan keluarga kamu. Aku takut ganggu waktu kamu sama klien," jawab gue sedikit takut. Kali aja Arsen marah sama gue. Wajah gue bahkan udah nunduk bersiap mendengarkan omelannya.

"sayank," kedua tangan lembutnya menangkup wajah gue yang dingin. "kamu harus tahu kalau sesibuk dan sepadat apapun jadwal kantor aku. Kamu sekarang adalah prioritas aku. Jadi jangan senggan buat minta bantuan dari aku. Ngerti?" ucapnya dengan lembut. Gue langsung ngangguk lemah. Wajahnya yang tenang berubah menjadi cemas saat menyadari suhu badan gue yang tinggi.

"kamu kenapa yank? Kok badanya panas gini?" tanya Arsen panik. "nggak tahu, mungkin gara-gara kecapean aja. Udah yuk pulang," ajak gue yang jujur aja udah nggak tahan nopang badan gue yang lemes kayak nggak makan setahun. Sebenarnya emang dari tadi pagi gue belum makan sih.

Saat hendak melangkah di bawah naungan payung bersama Arsen. Tiba-tiba tubuh gue terhuyung ke belakang saking lemesnya kali ya. Arsen dengan sigap menggendong tubuh gue ala brydal stile. Gue megangin payung di atas kepala Arsen dan Arsen membopong tubuh gue ke dalam mobil. Sepanjang jalan, gue tersentuh karena tatapannya yang cemas akan keadaan gue dan kehangatan pelukannya yang sangat nyaman buat gue.

"kamu beneran nggak mau ke rumah sakit aja?" tanya Arsen untuk kesekian kalinya. "nggak Yank. Aku cuman mau istirahat aja di rumah," jawab gue dengan suara yang parau.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh, kini Arsen membawa gue ke kamar gue yang serba BTS. Maklum lah, gue kan Army.

"bentar ya," Arsen keluar dari kamar gue, dan samar gue denger dia bicara sama seseorang.

"tolong jadwal meeting hari ini dan besok di pending," ujar Arsen dengan nada bicara yang tegas.

"...."

"ya sudah, terimakasih," dan sekarang Arsen lagi duduk di samping gue yang nggak karuan rasanya. Nggak tahu dapet dari mana. Arsen mengompres kepala gue dengan kain dan air hangat.

"kalau kamu nggak enak badan, jangan maksain buat ke butik. Nanti kamu tambah sakit kayak sekarang," ucapnya masih dengan mengompres kepala gue yang udah mulai mendingan.

"tadi pagi cuman pusing doang kok. Makanya aku bersikeras ke butik, lagian tadi ada pelanggan setia aku, jadi aku harus nemuin mereka," sahut gue dengan tampang yang tak mau disalahkan.

"emang di butik kamu nggak ada karyawan apa buat ngurusin pelanggan kamu? Kenapa harus kamu?" gue rada sebel sih sama nih cowok, orang gue cuman mau nemui pelanggan kok di marah-marahin. Karena suara gue yang susah keluar, gue cuman netesin air mata gue dan yeah gue nangis sekarang.

"maafin aku ya Yank, aku nggak bermaksud bikin kamu nangis gini. Aku cuman khawatir aja sama kondisi kesehatan kamu. Meski sekarang kamu yang sakit, aku berasa gagal buat jagain kamu. Aku cuman mau kamu sehat dan nggak sakit lagi kayak sekarang itu aja. Maaf ya," ujar Arsen dengan penuh rasa bersalah. Gue langsung meluk Arsen dan menenggelamkan kepala gue di bahu lelaki itu.

The Love Comedy Class (COMPLICATED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang