"Ayah, Halsha bental lagi mau punya dedek bayi. Masak Hala nggak punya dedek bayi sih," gerutu Hara kepada Arsen yang sedang sibuk membaca koran.
"Ayah, dengelin Hala dong. Kasih Hala satu aja dedek bayi, ya ya ya. Hala mohon,"
"Hara, sekarang Hara tanya ke Bunda. Kapan Bunda siapnya, nanti pasti ayah bakalan kasih Hara adik,"
Hara, gadis kecil itu berlari menghampiri Silva yang sedang berada di dalam kamarnya. Memang benar setiap minggu, Silva selalu menyempatkan diri untuk membersihkan kamar putrinya itu.
"Bunda,"
"Iya sayang,"
"Bunda adik,"
"Hah?" tanya Silva yang tidak mengerti akan arti rengekan sang putri.
"Hala mau adik Bunda,"
Gadis berdres pink itu terduduk di tepian ranjang dengan wajah masamnya."Ini pasti kerjaan Arsen! Dasar, otak mesum!" batin Silva lalu duduk di samping Hara.
"Hara, adik yang Hara minta itu tidak seperti Hara beli mainan di toko, jadi Bunda nggak bisa langsung kasih ke Hara dengan waktu yang cepat,"
"Tadi Halsha bilang Bundanya Halsha lagi nampung dedek bayinya di dalam pelut. Apa di pelutnya Bunda juga udah ada dedek bayinya?" Hara mendekatkan wajahnya ke perut rata milik Silva
Mata Silva tak tega melihat putrinya yang berasumsi jika ia akan segera mendapatkan adiknya. Padahal di dalam perutnya belum memiliki sel janin sekalipun. "Hara sayang, di dalam perut Bunda belum ada dedek bayinya. Kan dedek bayi harus di buat dulu,"
"Ya udah Bunda buat sekalang aja. Apa pelu Hala buatin dedek bayinya?"
"Hara, Bunda harus membuatnya dengan cinta dan itu tidak bisa di kurungi waktu sayang," Hara menundukan kepalanya dan menitihkan air mata yang menyapa lantai kamarnya.
Silva yang tidak tega melihat keadaan putrinya akhirnya mengangkat dagu Hara untuk mendongak menatap ke arahnya. "Bunda janji, minggu depan adik Hara pasti udah nginep di dalam perut Bunda,"
"Bunda janji?! Yeih! Makasih Bunda. Hala sayaaang banget sama Bunda, ya udah ya Bun. Hala mau main lagi sama Halsha di luar,"
"Iya sayang. Bunda juga sayang banget sama Hara. Hati-hati yah," Hara mengacungkan jempolnya sebelum akhirnya keluar dari dalam kamar.
Saat Silva sedang membersihkan bagian jendela kamar Hara, tiba-tiba seseorang melingkarkan tangannya di pinggang Silva. "Eh?"
"Gimana Bunda? Udah siap buat bikinin Hara adik? Kapan kita mulainya? Nanti Hara marah lho,"
"Diem kamu Mas! Aku tahu, pasti kamu kan yang ngelabuhin Hara untuk minta adik?"
"Kata siapa? Jangan seudzon gitu dong. Dia minta adik karena iri sama Monika yang sekarang masih hamil," jelas Arsen lalu menaruh kepalanya di pundak kanan Silva.
"Masak?"
"Iya sayang, ya udah kapan buatnya Bunda?"
"Sekarang ya," pinta Arsen dengan menunjukan puppy eyes nya kepada Silva.
Gadis berbaju santai itu menginjak dengan keras kaki Arsen hingga lelaki yang memeluknya melepaskan pelukannya dan Silva berhasil lari dari monster Arsen yang haus akan anu.
"Awas kamu Va, nanti malam kita lihat aja," ucap Arsen seraya menunjukan smirknya.
Waktu berlalu dengan sangat cepat. Hara sudah tertidur di kamarnya sedangkan Silva masih mondar mandir di depan pintu kamarnya dan Arsen. "Masuk nggak ya?" gumamnya dengan nada cemas.
Di saat kebimbangan melanda dirinya. Seseorang dengan cepat menarik tangan Silva untuk kemudian membawa gadis itu ke dalam sebuah kamar yang sudah berhias begitu banyak lilin dan bunga mawar. Siapa lagi kalau bukan Arsen?
"Mas, ini semua kamu yang buat?" tanya Silva yang masih terkagum dengan hiasan yang sekarang ia lihat dengan kedua matanya.
"Siapa lagi emang yang buat? Masak iya Zaky?"
"Mas, aku bahagia banget. Akhirnya kita bisa kumpul kayak gini dan punya keluarga kecil yang sangat bahagia ini,"
"Sebentar lagi. Status keluarga kecil kita akan berubah menjadi keluarga inti," ucap Arsen lalu mencium Silva dengan sangat lembut.
Malam itu adalah malam pertama sesi kedua antara Silva dan Arsen.
Silau mentari menembus jendela kamar Silva dan Arsen.
"Bunda! Ayah!" teriak Hara dengan keras lalu masuk ke dalam kamar orang tuanya yang tidak terkunci.
"Ups," Hara gadis itu menutup mulutnya rapat saat melihat tubuh Silva dan Arsen yang saling berpelukan di sebalik selimut.
"Hara, kok kamu udah bangun sayang?" tanya Silva lalu menutup seluruh bagian tubuhnya kecuali kepalanya.
Hara manaiki kasur Silva dan Arsen. Gadis itu menduduki tubuh ayahnya yang masih terlelap. "Ayah, bangun!"
"Hara, jangan gitu sayang. Ayah kecapean semalem,"
"Emang semalem Bunda sama Ayah ngapain?"
Silva terdiam tak bisa menjawab pertanyaan dari Hara.
"Main sayang, tadi malam Bunda sama Ayah main bareng makanya jadi capek," papar Arsen seraya memangku tubuh Hara dengan benar.
"Oh gitu. Main apaan Yah?"
"Hara mau punya adik kan?" Hara mengangguk mengiyakan.
"Nha sekarang, Hara siapin diri Hara, nanti kita ke mall buat beli perlengkapan adik Hara yang akan segera datang,"
"Oke deh Ayah. Hala mandi dulu yah, bunda jangan lupa mandi yah. Kayaknya kamal bunda bau banget deh," Hara melangkah keluar dari kamar Silva dan Arsen.
"Huft. Hampir aja," ucap Silva lalu membuang nafasnya lega.
"Hampir kenapa? Bukannya emang kita tadi malem habis main yah?" tanya Arsen dengan maksud menggoda Silva.
"Tauk ah, capek,"
"Yah. Padahal mau minta jatah pagi ini," Arsen mengerucutkan bibirnya seperti seorang anak ayam yang sangat menggemaskan.
Cup
Silva mengecup sekilas bibir Arsen dan segera pergi ke kamar mandi.
"Bunda. Emang adik bayi di dalam pelutnya Bunda makannya apa?"
"Makanya makanan yang bunda makan,"
"Oh gitu. Belalti kalau Bunda makan sayul dedeknya juga makan sayul yah?"
"Iya sayang,"
"Telus kenapa dari tadi Ayah sibuk milihin Bunda susu di situ?" tanya Hara seraya menunjuk Arsen yang sibuk memilih susu kehamilan.
"Oh, di sisi lain Bunda harus bisa jaga dedek Hara biar tetep kuat dan pinter kayak Hara. Makanya Ayah lagi milihin Bunda susu yang bagus buat Bunda dan dedek Hara nanti sayang,"
"Emang susu bisa bikin pintal bunda? Buktinya gulunya Halsha nggak minum susu bisa jadi gulu. Belalti gulunya Halsha pintelnya boongan dong,"
Silva hanya bisa mengusap dadanya saat menyadari putrinya ini kelewatan pinternya. "Anakmu ini mas," ucapnya lalu membelai puncak rambut Hara dengan lembut.
"Anakmu juga," sahut Arsen lalu tertawa pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Love Comedy Class (COMPLICATED)
AcakDunia nggak selamanya antara hidup dan mati bukan. Hidup seorang Silva Nanda Syara begitu berwarna saat bertemu dengan orang yang very yunik di kehidupannya yang amburadul. Kejonesan yang ia alami seakan tak berwujud adanya karena seluruh teman dar...