Fünf

2.1K 227 7
                                    

Felix duduk dibangku kelasnya. Dia memasangkan handset ditelinganya. Lalu dia membaca buku.

"Felix.."

"Felix.."

Felix melepas satu gantungan handset ditelinganya. Ia mencoba mendengarkan lagi. Karena tadi ada yang memanggilnya.

"Felix.."

"Astaga, Anne. Kaget aku." Ucap Felix.

"Ada apa kesini?! Kok aku bisa lihat sih, kan aku lagi gak tidur," tanya Felix lagi.

"Ya karena kamu bisa melihatku. Jadi aku datang kemimpimu, apa kau mau mendengar ceritaku?!"

"Boleh, tapi kata Renjun. Kau mendatangi mimpi semua anak yang tidur di sekolah ini," ucap Felix.

"Heh, gak gitu. Sebenarnya aku hanya datang ke mimpi anak-anak yang bisa melihatku. Termasuk kau dan Renjun."

"Tapi Han.." ucap Felix.

"Aku cuma menemani dia dalam alam bawah sadar saja. Tidak untuk dunia nyata."

"Ohh, apa yang ingin kau ceritakan?!" Ucap Felix.

"Penyebab mengapa aku bisa seperti ini. Jangan kau potong ucapanku ya,"

Felix mengangguk. Felix mendengarkan cerita Anne dengan seksama.

"Aku suka dengan seseorang disini. Aku pendam rasa itu. Dan aku tumpahkan perasaan itu pada buku dairyku. Sampai akhirnya seseorang membaca buku itu. Dan mengetahui semuanya. Dia bilang dia juga menyukainya dan dia bilang tak mau punya saingan. Hingga aku jadi korban. Ya awalnya hanya bullying. Tapi itu sudah keterlaluan hingga membuat nyawaku yang jadi korban."

"Ya ampun Anne. Apa yang bisa ku bantu untuk membuatmu tenang?!" Ucap Felix.

"Kau tak perlu membantuku. Dan aku tak menyalahkan siapa-siapa untuk ini. Aku tak tenang karena aku sedang mencari dia. Aku ingin menjadikan dia sebagai kekasih abadiku."

"Bisa kau tunjukan wajah orang yang kau cintai?!" Ucap Felix.

"Bisa kau tunjukan wajah orang yang kau cintai?!" Ucap Felix

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dia, tampan bukan?!"

Felix langsung melotot ketika melihat foto yang ditunjukan oleh Anne. Ya dalam foto itu jelas wajahnya mirip dengan kakak sulungnya.

"Kau yakin?! Maaf ya Anne, sudah berapa lama kau jadi seperti ini," ucap Felix.

"21 tahun."

Seketika Felix menghela nafas. Ternyata bukan kakak sulungnya yang menjadi sasaran Anne. Namun orang yang wajahnya mirip dengan kakaknya Felix.

Siapa lelaki itu?! Kenapa mirip Kak Davin?! - batin Felix.

"Lix, lu gak papa?!" Ucap Han yang tiba-tiba disebelahnya.

"Dari kapan disitu?!" Ucap Felix dengan nada dingin.

"Ba..ru a..ja" ucap Han sedikit takut karena Felix seperti orang yang sedang kesurupan.

"Ohh, sorry ya." Ucap Felix.

"Kenapa?!" Ucap Han.

"Kemarin gue ngerepotin lu," ucap Felix lirih.

"Ya elah gue kira apa, sans aja kali." Ucap Han.

Felix tersenyum.

"Tadi lu ngomong sendiri ya," ucap Han.

"Nggak, gue tadi telponan pakai handset. Kelihatan kaya ngomong sendiri ya," ucap Felix sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Han menatap Felix lekat. Sepertinya Felix sedang menyembunyikan sesuatu.

"Apa?!" Ucap Felix.

"Gak, ini coklat dari nyokap gue. Oleh-oleh dari arab." Ucap Han sambil memberikan coklat pada Felix.

"Ahh, makasih. Abi suka banget sama coklat." Ucap Felix sambil memeluk Han.

"Ah, iya. Lix kok lu kaya kemarin lagi sih, kepribadian lu ganda ya," ucap Han.

"Apa?! Emang tadi gue ngapain?! Lah kenapa gue meluk lu, sorry gue masih normal." Ucap Felix.

Ni anak kenapa sih?! - batin Han.

____________________

Bel istirahat menggema ke seantero sekolah. Semua anak keluar dari kelasnya.

"Lix, yuk kekantin," ajak Han.

"Gak deh, gue ada urusan sama Renjun." Ucap Felix.

"Oh okey, biasanya dia sekarang lagi di perpus," ucap Han.

"Rajin banget ya dia," ucap Felix.

"Bukan baca buku dia, tapi cuma numpang ngegame pakai wifi sekolah." Ucap Han.

"Oh, yaudah gue kesana dulu." Ucap Felix.

"Okey." Ucap Han.

Felix meninggalkan Han dan langsung menuju ke perpustakaan untuk menemui Renjun.

Dan saat ia sampai di perpustakaan, dia melihat Renjun yang sedang asik dengan gamenya dan telinganya disumpel dengan Handset.

Felix menepuk bahu Renjun dari belakang. Dan itu membuat Renjun terkejut dan spontan langsung menoleh pada Felix dan melepaskan satu gantungan Handset dari telinganya.

"Kaget gue, ada apa?!" Ucap Renjun.

"Gue ada perlu sama lu Kak," ucap Felix.

"Dih elah, jangan panggil gue kakak napa?! Gue kelihatan tua, btw kita seumuran loh." Ucap Renjun.

"Nanti gue dikira gak sopan, lu kan kakel gue," ucap Felix.

"Udahlah, sans aja sama gue mah. Btw ada apa?!" Ucap Renjun.

"Gue tadi pagi didatengin sama Anne," ucap Felix.

"Lah, lu tidur ya?" Ucap Renjun.

Felix menggeleng.

"Bagus, sekarang gue ada temannya. Terus dia ngapain aja?!" Ucap Renjun.

"Dia cerita masa hidupnya. Dan yang paling buat terkejut itu," ucap Felix lalu ia menoleh kanan kiri.

"Apa?! Kok gak diterusin?!" Ucap Renjun penasaran.

"Gue takut Anne denger, ternyata dia mati gara-gara korban bullying. Dia suka sama seseorang, yang wajahnya mirip banget sama Kak Davin. Gue takut kalau Kak Davin kenapa-napa gara-gara dia." Ucap Felix.

Renjun mencoba mencerna omongan Felix. Lalu menganggukkan kepalanya tanda paham.

"Coba deh rahasia in masalah ini. Jangan bilang kesiapa-siapa. Cukup gue dan lu yang tahu," ucap Renjun.

Felix mengangguk. Tak lama setelah itu bel sekolah berbunyi. Renjun dan Felix langsung kembali kekelasnya masing-masing.

_____________________

Vote comment ya gaes.

Moonlight || Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang