Sechzehn

1.4K 161 3
                                    

Kini Felix sudah beranjak remaja. Dia sudah berumur 13 tahun. Dia tumbuh menjadi anak yang misterius dan murung.

Malam ini dia sedang melamun didepan rumahnya. Dia membayangkan masa kecil saat bersama ayahnya.

"Ayah, kapan pulang ya?! Ini udah 7 tahun sejak dia pergi. Apa mungkin dia gak akan kembali?! Ah.. Pasti kembali, aku yakin itu." gumam Felix sambil mengepalkan tangannya.

"Ikut aku!!" ucap seseorang tiba-tiba menarik tangannya.

"Aa... Lepaskan!! Anda siapa?! Tolong!!" teriak Felix.

Namun orang itu tidak mengubris Felix dan malah mencengkram tangan Felix lebih kuat.

"Lepasin... Sakit... Hiks.." kini Felix sudah terisak.

"Cengeng banget sih jadi anak. Gak usah nangis," ucap orang itu.

"Anda siapa?! Anda datang dari mana?! Anda manusia?! Kenapa anda pucat sekali?! Anda sakit?!" ucap Felix.

Plakk..

Tamparan berhasil didapatkan oleh orang itu. Dan Felix memegangi pipinya sambil menatap heran orang itu.

"Berisik kamu." ucap Orang itu.

"Apa tujuan anda datang kesini?!" ucap Felix.

"Jangan rindukan ayahmu. Dia tak akan kembali. Dia sengaja meninggalkanmu dengan ibumu itu." ucap orang itu.

"Tak mungkin.. Ayah pasti kembali.. Ayah pasti kembali.." teriak Felix.

"Terserah apa katamu. Yang pasti aku sudah menyampaikan ini. Aku pergi." ucap Orang itu langsung menghilang.

Felix tak memperdulikan orang tadi. Dia masih terisak dihalaman belakang rumahnya.

"Hai, kenapa Kau?! Bahkan hari ini aku belum menyiksamu," ucap Bu Ita.

Felix mendongak dan ternyata itu ibunya. Spotan dia langsung memeluk ibunya.

"Ma apakah ayah akan pulang?! Dia sudah berjanji akan pulang. Dan kapan dia pulang?!" ucap Felix.

Ibunya Felix langsung mendorong tubuh Felix dan langsung menampakkan wajah garangnya.

"Kau masih menunggu ayahmu pulang?! Dengar ya, dia takkan pulang. Dia sengaja menelantarkan kita. Jangan bodohlah." ucap Bu Ita sambil mencengkram rahang Felix.

"Hiks.. Ayah.." ucap Felix kembali menangis.

"Tak usah menangis. Kau tak pantas menangisi orang brengsek seperti dia. Masuklah aku sudah membuatkan makanan untukmu." ucap Bu Ita.

"Mama.." ucap Felix dengan senyum merekah.

Dia merasa aneh. Ibunya tak seperti biasanya. Ada apa dengan ibunya?! Tapi Felix tak memperpanjang masalah ini. Dia senang ibunya bisa lembut padanya.

Felix berjalan menuju kemeja makan. Ia masih tersenyum. Dan hari ini ibunya tampak lebih cerah tak seperti biasanya.

"Mama sedang bahagia ya hari ini?!" ucap Felix.

"Entahlah. Rasanya aku ingin menghabiskan waktu denganmu. Maafkan aku yang sudah menjadi ibu yang buruk bagimu. Aku ingin membuat kenangan yang indah denganmu sebelum aku pergi." ucap Bu Ita.

"Mama mau kemana?! Jangan tinggalkan Abi sendirian." ucap Felix berkaca-kaca.

"Aku tidak akan kemana-mana. Untuk hari ini aku akan menuruti kemauan mu. Ayo bilang kau mau apa?!" ucap Bu Ita.

"Hiks.. Aku mau.. Mama tetap seperti ini padaku.. Aku tak mau mama pergi.. Aku ingin terus bersama mama.." ucap Felix sambil menangis.

Ibunya merasa tersentuh dan menghampiri Felix.

"Apa aku boleh memelukmu?!" ucap Bu Ita.

"Itu harapan terbesarku. Tentu saja, peluklah aku." ucap Felix.

Lalu Bu Ita langsung memeluk erat tubuh Felix.

"Kau anak yang baik. Aku tak pernah menyangka, ku kira memilikimu adalah musibah. Ternyata kau anugrah bagiku." ucap Bu Ita.

Tangis mereka pecah. Malam yang sunyi menjadi syahdu karena keakraban ibu dan anak ini.

"Mama, bolehkah aku minta satu hal lagi?!" ucap Felix.

"Ucapkan saja, aku akan mengabulkannya," ucap Bu Ita.

"Ku ingin kau memanggil namaku," ucap Felix dengan senyum getir.

Bu Ita tersenyum dengan air mata yang mengalir.

"Abi anakku," ucap Bu Ita lalu kembali memeluk Felix.

Entah mengapa malam itu menjadi malam yang paling berkenang bagi Felix. Hatinya sangat bahagia. Dan air matanya menjadi saksi bisu kebahagiannya malam ini.

_________________

Kebahagian itu tak berlangsung lama. Bahkan itu terasa seperti mimpi. Saat Felix terbangun dari tidurnya dia tak lagi menemukan ibunya yang tersenyum seperti semalam.

Felix terkejut saat melihat ibunya tak berdaya dengan tergantung diatas tali dekat dapurnya. Tangisnya kembali pecah saat melihat itu.

Ia panik dan keluar untuk mencari bantuan.

"Permisi," ucap Felix panik.

Tak lama pintu itu terbuka dan menampakkan seorang paruh baya.

"Ada apa Felix?!" ucap Bu Yoona.

"Mama... Mama.." ucap Felix gelagapan.

"Kenapa mama kamu?!" ucap Bu Yoona.

"Mama gantung diri. Dan dia udah gak ada," ucap Felix panik.

"Benerankan?! Gak bercanda?!" ucap Bu Yoona.

"Ngapain saya bercanda masalah ginian. Buruan tante, Abi takut.." ucap Felix sambil menggoyangkan tangan Bu Yoona.

Bu Yoona mengangguk lalu langsung mengikuti kerumah Felix. Benar saja, keadaan rumah Felix sudah seperti kapal pecah.

"Ibumu dimana?!" ucap Bu Yoona.

"Didapur Tante," ucap Felix lalu menarik tangan Bu Yoona.

Saat sampai didapur. Bu Yoona langsung terkejut. Ternyata benar, semalam Bu Ita sempat menitipkan surat untuk Felix tapi harus memberikannya saat Felix ulang tahun yang ketujuh belas.

"Felix, kamu yang sabar ya, ibumu sudah tiada," ucap Bu Yoona sambil menyamakan tingginya dengan Felix.

"Maksud Tante, Mama udah meninggal?!" ucap Felix berkaca-kaca.

Bu Yoona mengangguk lemah. Dan saat itu juga tangis Felix pecah.

"Kenapa semua orang yang Abi sayang pergi?! Salah Abi apa?!" ucap Felix sambil terisak.

"Yang sabar Felix. Ini namanya cobaan, dan dibalik cobaan pasti ada khikmahnya," ucap Bu Yoona sambil memeluk Felix.

"Kamu tenang aja. Tante akan mengurus pemakaman ibumu. Sudah kamu jangan sedih lagi, setelah ini kau tinggal dengan tante ya," ucap Bu Yoona sambil memegang bahu Felix.

Felix masih terisak hanya mengangguk lemah.

_________________

I am crying when i typing this story :(

Flashbacknya selesai. Minggu depan episodenya lanjut pas Felix dewasa.

Thanks yang udah baca...

Moonlight || Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang