Fünfzehn

1.4K 162 1
                                    

Cerita masih sambungan part yang sebelumnya.
Jadi jangan bingung ya sama alurnya.

__________________

Ternyata hari itu adalah hari terakhir Felix bertemu dengan Ayahnya. Ya, Ayahnya meninggalkan ia dengan ibunya tepat pada malam itu. Setelah ia memberi hadiah pada Felix.

Ketahuilah kehidupan Felix menjadi seperti di neraka. Dia selalu disiksa oleh ibunya. Padahal ia tak melakukan kesalahan apa-apa.

Felix berjalan lunglai menuju ke sekolahnya. Hari ini ia masih tidak enak badan. Dan tubuhnya banyak luka-luka. Akibat perbuatan ibunya semalam.

"Abi, kau tak apa?!" ucap Bu Shinta wali kelas Felix.

Felix hanya menggeleng pelan.

"Jika sedang sakit. Kau bisa istirahat di UKS. Ayo silahkan, mau ibu antar?!" ucap Bu Shinta.

"Gak papa Bu. Abi masih mau belajar," ucap Felix.

"Kau yakin?!" ucap Bu Shinta.

Felix mengangguk.

"Baiklah, jangan segan ke UKS ya, jika merasa sakit." ucap Bu Shinta.

Felix mengangguk dan masuk kedalam kelasnya.

"Lihat, anak haram sudah berangkat," ucap Bella.

Felix menyicingkan alisnya.

"Anak haram?! Apa itu?!" ucap Felix polos.

"Anak haram itu ibumu melahirkan mu tanpa seorang ayah," ucap Bella.

"Tapi ayahku ada saat Mama melahirkan ku," ucap Felix semakin bingung.

"Bukan itu maksudku, ibumu sudah mengandung sebelum menikah." ucap Bella.

"Terus bagaimana menghalalkan nya?!" ucap Felix.

"Entahlah. Tapi anak haram itu sangat hina. Tak pantas hidup di dunia," ucap Bella.

Felix menunduk

"Kau tahu apa tentang anak haram?! Kau masih berumur 6 tahun. Tak sepantasnya anak yang berumur 6 tahun berbicara seperti itu. Apa yang orang tuamu ajarkan padamu?! Apa orang tuamu tak tahu cara mendidik seorang anak?! Cih dasar," ucap Mark yang tiba-tiba datang ke kelas Felix.

Bella sekarang tertunduk saat mendengar kata-kata Mark. Dia sudah tak barani menanggapi ucapan Mark karena sekarang wajah Mark tampak menyeramkan.

"Kau tak apa?!" ucap Mark pada Felix.

Felix hanya diam tak menggubris lalu langsung berjalan ke tempat duduknya.

Mark tak sedikitpun merasa marah. Karena Felix yang tak mengucapkan terimakasih padanya padahal sudah dibela.

"Sudahlah, sebaiknya aku kembali ke kelas." ucap Mark lansung keluar dari kelasnya.

__________________

Felix berjalan pulang sambil menangis. Dia masih teringat dengan kata-kata Bella. Kata-kata itu sering dikatakan oleh ibunya.

"Hai Felix," ucap Bu Yoona tetangga Felix.

"Felix?! Saya Abi tante," ucap Felix.

"Ohh baiklah. Saya akan memanggil mu Felix ya," ucap Bu Yoona.

Felix hanya mengangguk

"Kau kenapa?! Kau menangis?!" ucap Bu Yoona.

Tangisan Felix kembali pecah.

"Hei kau kenapa?! Coba ceritakan pada tante. Ayo mampir ke rumah tante dulu." ucap Bu Yoona.

Felix hanya pasrah di ajak oleh Bu Yoona.

"Apa kau lapar?! Mau makan dulu?!" ucap Bu Yoona.

Felix hanya menggeleng pelan.

"Kau tak perlu malu, anggap saja ini rumahmu sendiri. Kalau kau mau kau bisa memanggilku Bunda. Bagaimana?!" ucap Bu Yoona.

Perasaan Felix semakin tidak enak. Bukan apa-apa, walaupun dia anak berumur 6 tahun tapi dia sudah peka dengan keadaan sekitar.

"Bunda, aku pulang," ucap Mark yang masuk kedalam rumah.

Langkah Mark terhenti saat melihat Felix yang duduk di shofa rumahnya. Dia langsung tersenyum pada Felix. Sedangkan Felix langsung menunduk.

"Kenapa dia?!" pikir Mark.

"Hai Alfi, kau sudah pulang?!" ucap Bu Yoona.

Mark mengangguk dan menunjukkan wajahnya yang bingung.

"Dia siapa Bun?!" ucap Mark.

"Felix tetangga sebelah rumah kita." ucap Bu Yoona.

Mark ber oh ria lalu berjalan mendekati kearah Felix.

"Hai Felix. Namaku Alfi, senang bertemu denganmu. Aku kakak kelasmu. Kenapa kau murung begitu?! Jangan sedih ya, aku akan menjadi temanmu." ucap Mark.

Felix oerlahan mendongak dan menatap Mark dengan tatapan sayu.

"Kakak.. Aku takut..." ucap Felix lirih.

"Kau takut apa?!" ucap Mark.

"Mama," ucap Felix.

Mark dan ibunya saling bertatapan. Apa maksudnya anak ini?! Kenapa dia begitu takut dengan ibunya?! Itulah pertanyaan yang melintas dibenak Mark dan ibunya.

___________________

Vote comment gaes..

Moonlight || Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang