"Kenyataannya takdir begitu parah permainannya, mempertemukan kita yang saling mencinta tanpa tahu apa-apa"
———Belia dan sang bunda berada di ruang rawat Gibran sekarang. Mumpung mereka di rumah sakit karena menyusul Bara, jadi sekalian saja menemani Gibran lagi malam ini.
Sejak pergi dari hadapan Yanuar, Gina tak hentinya melirik Belia yang tengah berpikir. Gina pun sebenarnya dibuat bingung dengan keadaan keluarga Bara yang beberapa menit lalu ditemuinya.
"Bel, Bunda mau tanya soal Bara," ucap Gina pada akhirnya, tapi suara Gina tampaknya belum bisa menyadarkan Belia dari spekulasi-spekulasi di otaknya.
"Sebenarnya keluarga Bara itu kenapa, sih?" Gina bersuara lagi. Dan Belia masih diam belum menjawab.
"Nyokapnya Bara sakit, bokapnya selingkuh sama adik kandung nyokapnya sendiri, dan perempuan itu tadi mamanya Jojo. Berarti Jojo itu anaknya tantenya Bara yang selingkuh sama bokapnya Bara? Astaga, kalo bener gitu ..."
Belia bergumam dengan menggantungkan kalimat terakhirnya, bukan menjawab apa yang Gina tanyakan tapi ia sedang menyimpulkan pemikirannya sendiri.
Gina yang mendengar sontak menampakan ekspresi terkejutnya, menatap tajam Belia yang masih terlihat mengawang memikirkan hal itu.
"Maksud kamu apa, Bel?" tanya Gina heran.
Saat itu Belia tersadar, ia menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan, menatap kikuk bundanya.
"Bu-bukan apa-apa, Bun," elak Belia gugup.
Tapi Gina tak bisa dibohongi begitu saja. Ia paham betul apa yang anaknya ucapkan tadi dan ia sudah bersangka hal-hal lain pada keluarga Bara karena gumaman Belia.
"Bunda tau pasti ada sesuatu yang kamu pikirin tentang Bara dan keluarganya," ujar Gina, "Bunda denger tadi kamu bicara apa, loh," katanya.
Belia terdiam, menundukan pandangannya dengan Gina yang masih memerhatikannya.
"Aku belum tau dan aku nggak bisa ceritain sekarang, Bun," Belia menatap Gina.
Gina mengangguk dan tersenyum menanggapi lalu beranjak mendekati Gibran yang masih terbaring, sudah lebih membaik memang akhir-akhir ini.
:::::
Dua hari sejak malam itu, Belia belum mendapati Bara masuk sekolah. Ia terus menghubungi Bara tapi ponsel Bara tidak aktif. Tidak disangkal lagi kalau Belia mengkhawatirkan Bara karena keadaannya bersama keluarganya sejak saat Samuel menceritakan masalah keluarga Bara, terlebih lagi sejak ia bertemu dengan keluarga 'rumit' Bara di rumah sakit.
"Bel, gue perhatiin lo dari kemarin kelihatan nggak kayak biasanya, deh," celetuk Ica.
Belia, Ica, dan Syifa saat ini tengah mengobrol di akhir jam pelajaran yang kosong. Mereka berbicara ini dan itu, tapi rasanya ada yang berbeda dari Belia yang lebih pendiam dan sedikit risau. Belia memang ada bersama Ica dan Syifa tapi pikirannya entah ke mana. Belia terus saja mengutak-atik ponselnya, tanpa Ica dan Syifa tahu kalau Belia masih sedang berusaha menghubungi Bara.
"Hm? Kenapa?" tanya Belia.
"Lo yang kenapa?" Syifa bertanya balik.
"Nggak kenapa-kenapa, kok," kata Belia.
"Lihatin hp mulu, kenapa, sih?" tanya Ica, mencoba melirik layar ponsel Belia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and Monday (lagi sambil direvisi)
Teen FictionBara Ajuna Aditama, bad boy kelas hiu yang bandelnya begitu menjengkelkan. Cowok absurd yang benci hari setelah Minggu. Baginya, hari itu adalah kesialannya, kenapa harus di hari Senin? Sayangnya, cewek biasa yang tak berdosa di hidup Bara harus ter...