22. | Jemputan |

69 6 1
                                    

---
Sesuatu yang tak nyata itu perlahan dibuktikan oleh keadaan
---

Pagi-pagi sekali, bahkan terlalu pagi bagi Bara yang biasa berangkat sekolah mepet pukul tujuh. Bara mengecek pergelangan tangannya yang dilingkari sebuah jam tangan. Sekarang masih pukul setengah tujuh dan dirinya sudah berada di depan rumah Belia dengan motor oranye tua kesayangannya.

Sudah dari pukul enam tadi Bara bertengger ganteng di atas motornya. Entah setan dari mana hingga Bara mau-maunya menunggu sampai setengah jam di pagi-pagi buta seperti ini, menurut Bara jam-jam segini masih sangat pagi. Mungkin Bara kerasukan jin rajin akibat les tambahan bersama Belia.

Bara mengalihkan pandangannya saat bunyi pintu gerbang rumah Belia dibuka. Di sana muncul Belia dan ayahnya yang sedang sedikit bercengkrama. Melihat ada Bara, Belia langsung menghampiri Bara.

"Loh, Bar, kok, lo ada di sini?" tanya Belia.

Bara belum menanggapi pertanyaan Belia, ia memilih turun lebih dulu dari motornya dan menghampiri Rendra.

"Assalamu'alaikum, Om," salam Bara pada Rendra, ia mencium tangan Rendra. Tanpa bersuara, Rendra membalas ucapan salam Bara.

"Gue nungguin lo, Bel," jawab Bara untuk pertanyaan Belia tadi.

"Kamu siapa, ya?" tanya Rendra.

"Saya Bara, om, pa–"

"Oh, ini temen aku, Yah. Kenapa lo nungguin gue?" Belia dengan cepat memotong ucapan Bara. Membuat Bara tersenyum maklum.

"Gue jemput lo buat berangkat sekolah bareng," jawab Bara.

Belia tersentak, mengangkat alisnya kemudian menatap Rendra.

"Bolehkan, Bara berangkat bareng anak Om?" paham dengan situasi, Bara akhirnya bertanya, meminta izin pada Rendra.

Rendra menautkan alisnya menatap Bara.

"Bara janji bakal jagain Belia sampai ke sekolah dengan selamat, kok," sambung Bara tak lupa terus tersenyum.

Senyuman dan tampang polos Bara adalah salah dua hal yang harus dan selalu Bara tampakkan untuk membujuk atau meminta izin. Walaupun kenyataannya sangat kontras bila Bara sedang marah, tapi wajah seperti ini sangat diyakini Bara dapat meluluhkan semua orang. Kata Bara, orang-orang akan gemas pada dirinya. Semua orang akan melupakan wajah sangarnya saat Bara mengamuk, bahkan tidak ada yang bisa menyangka kalau Bara adalah anak slengean jika orang itu belum mengenal Bara.

Kembali lagi ke raut wajah Rendra yang tampak heran pada Bara. Heran karena tidak biasanya Belia tiba-tiba dijemput seorang cowok asing dan heran pada sosok Bara yang sok manis.

"Tergantung, Belia sendiri mau atau tidak," balas Rendra.

"Mau!" Bara mengangguk yakin kepada Rendra, "Lo mau kan, Bel?" Bara memasang wajah memohonnya untuk membujuk Belia.

Belia bergidik sendiri melihat Bara bertingkah seperti itu, "Apaan, sih, muka lo! Jijik gue," cibir Belia.

Bara mengerucutkan bibirnya, "Ah, lo, mah."

Di belakang Bara, Rendra tampak menahan tawanya saat melihat tingkah konyol Bara. Bagaimana tidak? Anak perempuannya saja tak pernah memohon dengan tingkah se-absurd itu. Namun kemudian Rendra kembali memasang sikap wibawanya ketika Bara menoleh ke arahnya.

"Belia mau katanya, Om," kata Bara.

"Ye, kata siapa?" Belia memukul lengan Bara.

"Tadi ngangguk," bohong Bara, "Gue udah bawa helm buat lo, gue udah otw kesini dari pagi-pagi budeg, gue nunggu lo lebih dari setengah jam, masa lo nggak simpati sama gue?" sambung Bara cepat sebelum Belia menyanggah kebohongan Bara tadi.

Me and Monday (lagi sambil direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang