30. | Pendekatan |

50 5 14
                                    

---
"Cinta itu ribet, lebih ribet dari rumus kimia."
---

"Semangat, dong! Loyo amat!" dari posisi duduknya Gibran bersorak kepada Bara yang masih melakukan lompat katak.

Rampung dengan lompatan terakhirnya, tubuh Bara merosot terduduk di lantai. Napasnya ngos-ngosan, keringatnya pun bercucuran. Matanya melirik ke arah Gibran, mau terkesan tak suka tapi nanti tidak diperbolehkan mendekati Belia.

"Itu baru asam, basanya belum," kata Gibran.

Bara ingin menyahut perkataan Gibran, namun pasokan oksigennya belum cukup untuk tenaga bicara. Contoh asam dari mana? Bara bahkan tidak mendapat materi sepatah pun dari yang tadi menjanjikan ilmu.

"Coba lo cium ketek lo, asem ngga?" tanya Gibran disertai tawanya, "Itu keringat lo contoh asam."

Bara melotot, "Sia ... lan ... lo ... Bang," dengan empat kali tarikan napas, Bara membalas.

Kali ini Gibran tidak marah meskipun dikatai sialan oleh Bara. Ia justru semakin tertawa karena sukses mengerjai gebetan adiknya.

"Sekarang lo mesti tau juga contoh basa, berdiri!" suruh Gibran supaya Bara bangkit dari duduknya.

"Atau lo, nggak gue—"

"Ish, nggak asik banget lo," Bara, lagi-lagi menurut saja.

Ancaman Gibran tidak akan main-main. Ia tidak akan direstui berdekatan dengan Belia katanya. Baru pendekatan saja sudah banyak ancaman dan nyaris tidak direstui, bagaimana kalau Bara sudah sungguhan memacari Belia?

"Lo ambil sabun deterjen, tuh, yang ada di sana," Gibran menunjuk pojok halaman yang terdapat kran, ember, dan selang, "Lo mandiin, tuh, motor lo! Buluk banget kayak muka lo, risih gue liatnya," suruhnya.

Sejenak Bara terdiam. Ingin membantah tapi nanti diancam. Ya, sudah, dengan langkah gontai, Bara mengambil ember dan sabun yang tergeletak di sana.

"Perlu lo tau, sabun itu salah satu contoh basa," beri tahu Gibran.

"Bener-bener, ya, lo, Bang. Untung ikhlas gue suka sama Belia," gerutu Bara.

Ia menyiram motornya lebih dulu. Kemudian membaluri body motornya dengan busa sabun. Tak apa lah, lagi pula ini motor kesayangannya. Jarang-jarang Bara mencuci motornya sendiri. Biasanya, kan, tinggal ke steam.

"Heh, yang bener itu yang bersih, masih mending motor lo sendiri, mau gue suruh cuciin mobil di sini?"

Dari dalam rumah, Belia datang membawa nampan. Ia lupa Bara belum diberi minuman sejak lebih dari sejam lalu datang. Tadinya Belia akan menaruh nampan berisi serta camilan ke ruang tamu di mana Bara menunggu, tapi perhatiannya langsung tertuju pada berisik-berisik di luar rumah.

"Ya, ampun, Bara lo ngapain?" jelas saja Belia kaget dengan apa yang sedang Bara lakukan.

Mendengar suara Belia, Bara menghentikan kegiatannya yang tinggal menyiram. Dari jarak penglihatan saja, jelas sekali lepek tubuh Bara. Kaos putih polos yang dikenakannya basah, pun dengan rambutnya yang masih meneteskan keringat ke wajah. Tangan dan kakinya penuh busa sabun. Sama sekali tidak mencerminkan sisi kerennya.

"Pasti kerjaannya Bang Gibran, ya?" Belia melirik kakaknya, ia menaruh nampan ke meja.

"Udah, udah, lagian ngapain, sih, lo mau aja dikerjain. Tumben-tumbenan nurut sama perintah orang," Belia mematikan kran airnya.

Dari tempatnya, Gibran terus saja tergelak. Sudah tidak dingin seperti awal berjumpa. Tampaknya memang sudah mulai membuka kesempatan untuk Bara.

Sementara Belia mengajak Bara masuk. Bara butuh penyegaran setelah dibuat keringatan oleh Gibran.

Me and Monday (lagi sambil direvisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang