-
---
"Melepaskan mudah, niatnya yang susah"
---
-Seperti biasa, Bara akan melaksanakan hukuman yang memang pantas ia terima karena kesalahannya. Meskipun melakukannya setengah-setengah. Siapa, sih, yang mau dihukum dengan sepenuh hati? Menjadi anak dari orang paling berpengaruh di sekolahnya, bukan berarti membuat Bara berkuasa di sana.
Sudah lima kali putaran Bara berlari tanpa mengalihkan pandangannya pada Belia yang terlihat begitu kelelahan. Ia sudah berulang kali memperingati Belia agar menyudahi saja larinya atau paling tidak beristirahat sebentar, tapi Belia bersikeras merampungkan hukumannya. Bara sudah berulangkali berhenti hanya sekedar menunggu Belia agar hitungan larinya sama.
"Bel, lo mending udahan, deh, gue nggak yakin lo kuat sampai sepuluh putaran," Bara mencegat lari Belia.
Belia mengurangi kecepatan larinya karena dicegat Bara, dengan masih mempergerakan kakinya sekedar berjalan.
"Tanggung, Bar, empat kali lagi," kekeuh Belia.
"Gue aja yang ngelanjutin, udah lo duduk aja."
"Lo juga capek, tuh, kelihatan," Belia terkekeh dengan napasnya yang terengah-engah.
"Bareng-bareng aja," lanjutnya.
Bara dan Belia berlari berdampingan. Tak sedikitpun Bara memalingkan tatapannya dari mengawasi Belia. Belia sudah terlihat begitu lelah sekarang, rambutnya lepek karena keringat, wajahnya merah kepanasan dan bibirnya sedikit memucat.
Karena terlampau gemas dan khawatir, Bara mencekal lengan Belia, membuat Belia terhuyung ke belakang dan menghentikan larinya. Mata Belia sudah berkunang dan sedikit memburam, badannya sudah lemas seperti akan meringsut sekarang juga tapi ia berusaha tetap tegap.
"Tuh, tuh, masih keras kepala juga? Pokoknya udah, nurut, deh!" tinggal Bara yang memaksa Belia agar menyudahi larinya.
Bara menarik Belia agar mengikuti langkahnya untuk beristirahat di tempat yang teduh. Tapi baru beberapa langkah Bara merasakan punggungnya tertimpa sesuatu, badan Belia sudah tidak seimbang dan jatuh ke depan menghantuk punggung Bara.
"Astaga, Belia, tuh, kan," Bara menoleh dan beralih memapah Belia yang sudah setengah sadar.
Belia benar-benar pusing, ia tak mampu menegakkan posisi badannya lagi. Kepalanya begitu pening sehingga harus bersandar di dada Bara yang tengah memapahnya.
"Udah gue bilang, berhenti ya berhenti, Bel. Batu, sih, lo," kata Bara.
Belia tidak menanggapi segala ocehan Bara. Ia tidak cukup punya tenaga untuk berdebat dengan Bara. Sampai tubuhnya limbung dan ambruk saat Bara akan mendudukan Belia.
Bara panik seketika, "Astaga, Belia!" serunya.
Bara segera mengangkat tubuh Belia. Sekuat tenaga ia berlari menggendong Belia ala bridal menuju UKS. Sampai di UKS, Bara membuat heboh suasana UKS yang tadinya tenang. Ia segera membaringkan Belia kemudian menyerahkan Belia agar diperiksa oleh dokter UKS dan petugas PMR yang kedapatan menjaga.
Beberapa menit setelah Belia diperiksa, Bara masih tetap berada di UKS. Menunggu Belia sadar dan akan menunggu Belia beristirahat di UKS setelah sadar, begitu katanya pada petugas PMR saat menyuruh Bara untuk kembali ke kelasnya.
Belia membuka matanya, mendapati Bara yang tengah memainkan jari jemari tangannya dengan usil. Seperti tak ada pekerjaan lain saja, meskipun malas Bara tetap melakukan hal yang bahkan tak berguna.
"Loh, kok, jarinya Belia ikutan toel-toel ?" gumam Bara melihat jari Belia yang ikut bergerak seperti jarinya.
"Aduh!" Bara mengaduh ketika tangan Belia justru beralih memukul pelan lengan Bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and Monday (lagi sambil direvisi)
Teen FictionBara Ajuna Aditama, bad boy kelas hiu yang bandelnya begitu menjengkelkan. Cowok absurd yang benci hari setelah Minggu. Baginya, hari itu adalah kesialannya, kenapa harus di hari Senin? Sayangnya, cewek biasa yang tak berdosa di hidup Bara harus ter...