BAB 17

2.8K 159 6
                                    

Sebulan kemudian..

Setelah sebulan mengurung diri merenungkan kesalahannya, Allison berniat untuk mendatangi Barbara terlebih dahulu dan memberinya hadiah atas pernikahannya. Biarpun terlewat sebulan, Allison tidak peduli dan pergi sendiri dengan pesawat pribadi— Marioline Air ke Miami. Sampai di sana dengan Bentleynya yang sudah siap, Allison menancap gas ke Patron House.

Allison menunggu sebentar di dalam mobil sebelum benar-benar masuk ke dalam rumah. "Apa yang harus aku katakan kepada Barbara?"

Allison terkejut ketika jendela mobilnya diketuk oleh Barbara dari luar. "Allison? Kamu datang kemari? Kenapa tidak beritahu kami?" Barbara dengan sangat senang menyambutnya. Allison merasa begitu bersalah dan keluar dari mobil. Ia melepaskan kaca mata hitamnya dan menarik tasnya untuk berada di lengannya.

"Barbara," panggil Allison pelan. Barbara menatapnya dalam dengan senyuman yang hangat membuat Allison benar-benar dibuat bersalah dengan sikap wanita itu. "Aku-"

"Allison, bagaimana kalau kita mengobrol di dalam dengan bir?" Allison menyetujui ajakan Barbara. Wanita itu yang baru saja memetik bunga dari taman meletakkan bunga-bunga tersebut di dalam vas yang begitu cantik. Patron House terlihat berbeda, lebih bewarna dan juga terasa begitu hidup. Allison tersenyum tipis.

"Barbara," Allison memutar kursinya hanya untuk melihat Barbara Hayes tengah mengambilkan bir di dalam pendingin.

Barbara memberikan Allison bir dan mereka meminumnya sebelum memulai percakapan. "Aku.. Maukah kamu memaafkan aku atas sikapmu malam itu di pesta Lily?"

Barbara tersenyum sangat indah dan menenangkan, "Allison. Aku mengerti perasaanmu malam itu, seharusnya juga aku tidak perlu datang jika aku tahu bahwa Jerome telah memberitahumu tentang kami."

Allison tersenyum dan menggeleng, "Tidak, kamu tidak mengerti Barbara. Aku salah, dan aku sangat bodoh mengatakan hal itu kepada kamu. Aku sama sekali tidak tahu apa yang aku rasakan malam itu. Semuanya kacau dan aku benar-benar ingin meluapkannya."

"Dan sayangnya, Savannah Sherwood juga harus terkena imbas dari amarahmu kepada Jerome."

Allison tertawa, "Ya benar. Aku tidak tahu apa yang akan aku katakan kepada Savannah. Aku pikir maaf saja tidak cukup,"

"Allison, aku tahu kamu tidak bermaksud seperti itu. Kamu hanya marah karena kecewa akan sikap Jerome yang menutupi semuanya darimu. Kamu mencintainya begitupun dengan Jerome. Dia sangat mencintai kamu. Tetapi di satu sisi dia tidak bisa melakukannya, karena terikat janji dengan ayahku dan juga Alex."

Allison mengerutkan dahinya, "Janji dengan Alex?"

"Bahwa Jerome tidak akan pernah menjadi kekasih kamu atau menikahi kamu. Sudah cukup selama belasan tahun ini dia dekat dengan kamu melebihi kakak yang seharusnya. Aku sampaikan karena Jerome tidak berani mengatakannya langsung kepada kamu," jelas Barbara meneguk birnya.

"Bagus kalau begitu, aku jadi tidak perlu memikirkannya lagi. Karena sekarang dia sudah memiliki kamu, temanku." Allison mengenggam tangan Barbara dengan erat. "Aku turut bahagia dengan pernikahan kalian—walaupun terlambat. Aku juga sudah mengirimkan tiket bulan madu ke Santorini  untuk kalian berdua. Aku harap kalian menggunakannya dengan baik," kata Allison meneguk birnya juga.

"Aku harap kamu mau memaafkan aku Barbara," sambung Allison tulus.

"Tentu saja Allison, kamu adalah orang yang selalu menggunakan rancanganku. Bagaimana aku tidak memaafkanmu, bisa-bisa tidak ada lagi orang yang datang kepadaku selain kamu." Barbara tertawa dan mereka menikmati suasana yang sudah kembali menghangat diantara mereka berdua.

Barbara kemudian berdiri dan mengajak Allison untuk ke ruangan kerjanya. "Aku hampir lupa, gaun kamu untuk The Ball aku ingin kamu melihatnya terlebih dahulu sebelum aku menyelesaikannya. Mana tahu ada yang harus ku perbaiki."

Barbara mengeluarkan gaun bewarna biru muda itu dari dalam lemari khusus dan memperlihatkan keindahannya kepada pemilik dari gaun itu. Terlihat sangat elegan dan indah dengan butiran Swarovski di seluruh bagian dada. "Apa kamu suka berlian ini di sini? Atau aku harus memindahkannya ke tempat lain?"  tanya Barbara. Seluruh berlian itu Barbara menjahitnya sendiri, satu persatu menggunakan tangan dewinya.

Allison terpana, dia begitu menyukai detail dari gaunnya yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. Allison menutup mulutnya dengan tangan dan memeluk Barbara sekencang-kencangnya. "Barbara, it's spectacular, thank you!"

Barbara Hayes tersenyum senang, kepuasan Allison adalah kepuasan dia juga. Di saat Allison sangat memuji karyanya di situlah Allison sangat menyukainya dan sangat puas akan hal itu.

"Barbara aku tidak percaya, ini baru setengahnya."

"Iya, karena punyamu spesial. Hanya tinggal beberapa detail lagi sebelum aku mengirimkannya kepadamu. The Ball tinggal beberapa minggu lagi. Tidak sampai sebulan, aku akan mengirimkannya kepadamu."

Allison memeluk Barbara sekali lagi hanya untuk mengucapkan betapa senangnya dia dan sangat berterimakasih kepada Barbara yang telah membutkan gaun terindah yang pernah Allison lihat.

"Allison, apa kamu ke sini sendirian?"

"Ya, aku berangkat sendiri dari Los Angeles. Kenapa?" tanya Allison kepada Barbara.

"Tidak, hanya saja aku pikir kamu pergi bersama William. Karena dia juga ada di Miami, dia bersama Jerome tengah berada di pantai—jika kamu ingin menemuinya," kata Barbara. "Aku pikir dia sudah dua hari di sini atau lebih. Dia tidak mau menginap di Patron House, entah kenapa."

Allison mendengus, "Tentu saja dia tidak mau menginap. Karena dia maniak sex, jika dia menginap di sini. Entah pelayan rumah ini mungkin yang akan dijadikannya mainan nanti malam." Perkataan Allison membuat Barbara tertawa dengan keras sampai snorts nya terdengar.

"Kamu memang sangat mengenalnya."

William yang baru saja kembali dari pantai bersama Jerome setelah melakukan surving, akhirnya bertemu dengan Allison dan Barbara yang sedang tertawa memandang lukisan dari Luke Hayes.

"Allison? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya William heran. Allison memutar kepalanya hanya untuk melihat William yang bertelanjang dada dengan rambutnya yang basah. Sangat seksi. Allison meneguk salivanya dan mengerjapkan matanya dengan cepat untuk menghilangkan pemikiran-pemikiran anehnya.

"Allison ke sini untuk memberikan ucapan selamat atas pernikahan kami William," jawab Barbara menggandeng lengan Allison dengan riang.

"Benar begitu Sugar? Seharusnya dia membawa hadiah bukan?" tanya Jerome kepada Barbara.

"Aku memberikan kalian tiket bulan madu ke Santorini. Aku tidak mau tahu, kosongkan jadwalmu dan bulan madulah bersama Barbara di sana. Itu hadiah dari ku," kata Allison kepada Jerome.

"How kind you are," kata Jerome merangkul Allison dan mengusap rambut wanita itu dengan lembut. Tipikal Jerome Si Pria Penyayang dan Baik Hati.

"Bagaimana, bisakah kita bulan madu sekarang, my Sugar?"

Allison hanya dapat tersenyum, Sugar bukanlah lagi panggilan Jerome kepada dirinya, yang menandakan bahwa Allison bukanlah lagi orang dicintai oleh Jerome. Sekarang panggilan itu hanya di khususkan untuk belahan hatinya, wanita yang sangat dicintainya, Barbara Hayes wanita pujaan Jerome Patron.

SUGAR-TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang