3

12.2K 635 4
                                    

BAB 3

....

Aku masih setia di dalam kamar mandi, mengabaikan panggilan mas Sandy yang terdengar sangat khawatir. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan?

Marah-marah terus minta cerai? Itu tandanya aku tidak menghargai perjuangan dan pengorbanan seorang Sandy selama ini membahagiakanku. Tapi kebohongan ini, membuatku ilfil sama dia. Seorang yang sangat aku cintai dan percaya, teganya melakukan kebohongan besar ini.

Air mata terus mengalir. Dada semakin terasa sesak. Memori memutar semua kebahagiaan selama ini dan diujungnya, terbongkar kebusukan diantara kebahagiaan itu. Lagi dan lagi aku bertanya pada diri ini, aku harus apa?

"Sayang, buka pintunya. Kamu kenapa? Jangan bikin aku khawatir."

Aku yang bersandar membelakangi pintu, kini berbalik. Berusaha membuat situasi kalau sedang berhadapan dengan mas Sandy. Mengusap daun pintu membayangkan mengusap pipi tirusnya. Menatap nanar pintu, berusaha pokus kalau itu adalah mata tajam suamiku, dan dengan gemetar bibir ini mulai berucap,
"Aku harus bagaimana, Mas?"

Cukup!
Aku mengusap air mataku dan mengulum senyuman. Kini saatnya aku yang berjuang dan berkorban. Aku masih sangat mencintai mas Sandy, jadi aku akan mempertahankan sebentar lagi rumah tangga ini sampai pada puncaknya. Intinya aku akan menunggu sampai di mana kebohongan ini akan terus disembunyikan. Baiklah. Niatku sudah bulat, mengikuti alur ini sembari mempersiapkan diri dengan apa yang nantinya akan terjadi. Hitung-hitung aku membalas budi kebaikannya selama ini.

Aku mandi dan segera keluar.

"Mas," terlihat mas Sandy yang masih setia berdiri di depan pintu, menunduk dan saat mata kami beradu, kulihat mata itu memerah dan berair. "Kenapa?"

Dia ngga menjawab, malah menarikku yang hanya memakai handuk ke dalam pelukan hangatnya. Rasanya masih nyaman, tapi ngga senyaman dulu. Mungkin karna, pelukan ini juga di berikan pada parempuan lain.

"Kamu kenapa, hmm?" tanyanya lirih.

Aku mengeleng. "Hanya malu, kamu pulang dan aku masih berantakan." Bohongku.

Dia melepas pelukan. Mengecup keningku lembut yang biasanya membuat jantungku berdetak hebat, tapi kini hanya rasa sakit yang aku rasakan. "Mas kira kamu kenapa? Habis beda sekali, ngga kayak biasanya."
Aku tersenyum simpul. Melepas diri dan menuju lemari, memilih baju untuk kukenakan.

"Istirahat, Mas. Pasti capek."

Keadaan sunyi. Pasti dia melihatku bingung. Aku ngga akan pernah membiarkan dia istirahat jika telah sampai di rumah. Tapi ini harusnya menjadi kebiasaan baruku.

"Kamu berbeda, kamu kenapa?" Dia memelukku dari belakang. Ah! Rasanya aku ingin berbalik, berteriak sambil menangis. "Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" Menancapkan dagunya di pundak telanjangku.

Aku mengeleng. "Hanya lapar. Mas udah makan?" Aku melepas pelukannya dan segera memakai pakaian. Menyisir rambut dan mulai ingin melangkah keluar kamar.

"Anggi, Mas kangen kamu." Dia kembali memelukku dari belakang. Hatiku menangis. Ngga ada niat untuk durhaka pada suami, tapi kondisi ini belum bisa aku terima.

"Mas, maaf. Anggi lagi kurang enak badan." Kuucapkan sambil memejamkan mata, mengigit bibir dan meremas jemari. Dalam hati, aku benar-benar minta maaf, Mas.

....

Melihatnya terlelap dengan damai begini hatiku ingin sekali menepis kebenaran. Dia ngga mungkin berselingkuh, apalagi menikah lagi. Suamiku begitu sangat mencintai diri ini.

Melihatku dulu bersama teman cowok selalu membuatnya uring-uringan yang membuatku lucu. Dia begitu posesif dan biasanya, cowok posesif itu akan menjaga baik miliknya. Kebenarannya, dia benar-benar bisa menjagaku dengan kebahagiaan ini.

KEHADIRAN ORANG KEDUA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang