25

25.9K 762 51
                                        

#KEHADIRAN_ORANG_KEDUA
25

Makasih buat yang syuka. Makasih juga sudah di loloskan.

●●●

Muka Sandy memucat. Langkahnya cepat menyusuri tiap lorong rumah sakit. Brenda, Mamanya yang sudah insyaf mengabarkan keadaan Anggi semakin memburuk.

"Bertahan, Sayang. Demi aku dan anak kita, please!" ucapnya dalam hati.

Ngga puas dengan langkah, Sandy berlari pelan. Intinya, mempercepatnya menuju UGD. Hatinya benar-benar berantakan dan jantungnya terasa mau copot.

"Sandy," panggilan Brenda yang menyayat hati dengan bulisan air mata yang deras, menyambut kedatangan Sandy.

"Ma, bagaimana--" pelukan Brenda menghangatkan perasaan Sandy walau sedikit. Lidahnya kelu. Rasanya sangat takut menanyakan kondisi istrinya dan lebih takut dengan jawaban yang akan dia terima.

"Anggi-- dia-- meninggal. Hiks!" Sandy memejamkan matanya. Air mata yang sedari tadi di tahan, kini mengalir deras.

Sandy mematung. Itu ucapan yang benar-benar ngga ingin dia dengar. Rasanya mati. Dia terjatuh berlutut di lantai, menunduk, menjatuhkan buliran air mata dan mengeleng. Rasanya itu ngga mungkin terjadi.

Karna kejadian naas itu, Anggi harus melahirkan secara cesar. Terjadi pendarahan hebat dan ketuban yang pecah sebelum waktunya membuat Dokter harus mengambil tindakan lanjut.

Bayi Anggi dan Sandy selamat. Berjenis kelamin Cowok. Terlihat tampan walau rapuh, dan untung memiliki kekebalan yang kuat. Bayi itu adalah kado bahagia bagi Sandy tepat di hari ulang tahunnya.

Anggi belum siuman. Sandy harus menyelesaikan sedikit pekerjaannya di kantor yang ngga bisa ditunda. Tega ngga tega meninggalkan istrinya yang masih sekarat harus terjadi. Dan mendapati kabar buruk, membuatnya kacau berat.

"Sandy mau Anggi, Ma." Sandy semakin terpuruk.

Mengingat, tadi pagi sebelum berangkat, dia sempat mengecup kening istrinya dan mengucapkan kalimat penyemangat. 'Bangun Sayang. Aku dan anak kita memerlukan kamu.' Sudah tiga hari, Anggi mengalami koma.

"Jangan pergi, Nggi. Jangan tinggalin, Mas." Sandy semakin sesenggukan.

"Masuk, temui istrimu." Satria menepuk pundak Sandy.

Ngga ada respon. Sandy tetap pada posisi semula.

"Nak, masuk dan temui istrimu." Kini Soleh yang berucap.

"Sandy ngga sanggup."

"Aku temani, Mas." Rina membantu Sandy berdiri. Membawanya berjalan pelan.

"Mas ngga akan sanggup." Sandy mundur selangkah dari pintu. Masih tetap menunduk. Air matanya semakin deras. Tubuh dan otaknya belum bisa menerima apa yang terjadi. Ingatan kebersanaannya dengan Anggi kembali berputar. Dia belum sanggup dengan kenyataan. "Aku belum sanggup." Kembali mundur.

"Sandy," Satria memegang pundak adiknya yang rapuh itu.  Sandy menatapnya dan mengeleng. "Masuklah."

"Ngga, Mas. Sandy ngga sanggup lihat orang tercinta Sandy terbaring kaku di dalam. Sandy merasa sangat biadap. Ngga bisa menjaganya dan ngga bisa berada di sisinya saat dia tiada. Sandy bukan--"

"Masuk dan lihat istrimu."

Ucapan itu memotong kalimat panjang lebar Sandy. Dia diam dan menatap pintu ruangan bercat putih itu yang di dalamnya ada orang tercintanya.

"Hadapi semuanya." Soleh melanjutkan ucapannya.
Sandy menelan salivanya susah payah. Haruskah dia masuk? Atau dia harus lari dan bunuh diri?

"Masuk 'lah." Satria tersenyum menenangkan Sandy yang kemudian maju. Mau ngga mau, dia harus menghadapi semuanya. Sebelum membuka pintu, Sandy menoleh pada Ridwan yang mengendong jagoannya. Tanganya terulur untuk meminta dan Ridwan memberinya.

KEHADIRAN ORANG KEDUA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang