BAB 11
....Saat berkedip, mata keduanya mengalirkan air mata. Tatapan cinta dan rindu membuat mereka mematung, melupakan situasi, bahwa mereka berada diantara banyak orang. Ingin rasanya Sandy berlari dan langsung mendekap erat tubuh istri yang sangat dirindukannya. Saat hampir melangkah, Anggi memutuskan kontak mata dan beralih menatap Dea yang menampakan senyuman penuh kemenangan.
Sandy tahu, Anggi semakin terpukul saat tahu sahabatnya sendirilah yang menjadi madunya. Tapi jujur, Sandy juga baru tahu kalau Dea seangkatan dengan Anggi.
"Mas San-- Dea--" Anggi mengenggam tangan Rindi yang hampir menyebut nama suaminya. Menganggam dengan sangat kuat, Rindi tahu, Anggi sedang menguatkan diri.
Mata Anggi kembali beradu dengan Sandy. Air mata mereka masih saja mengalir. Entah apa yang Anggi pikirkan, Sandy merasa benar-benar ngga ada harapan.
"Sini-sini," Dea memanggi teman-temannya dengan nada bahagia.
Anggi menarik tangan Rindi untuk melewati Sandy, mendekati Dea yang mengendong bayi imutnya.
Sandy berbalik. Mengurungkan niatnya untuk keluar dari ruangan ini, demi menatap pujaan hati yang ngga mungkin untuk diraih lagi.
"Anggi," suara Satria seakan tercekat. Kenyataan pahit bahwa adik iparnya seangkatan dengan madu adiknya membuatnya merasa iba dengan nasib Sandy dan Anggi.
Anggi mengangguk dan tersenyum. Dengan cepat menyeka air matanya. Rika, Rina, Salwa dan Brenda tersenyum mengejek.
Teman-teman Dea termasuk Anggi dan Rindi bergantian melihat anak Dea.
"Ya ampun. Selamat ya Ibu baru." Tantri berucap lebay.
Dea tersenyum dan mengangguk. "Setahun menikah udah ada hasil. Bersyukur aku sehat, jadi ngga perlu waktu lama buat punya anak." Berucap sembari menatap Anggi yang menatapnya datar sembari tangan yang menganggam erat tangan Rindi. Selain minta kekuatan, menahan Amarah Rindi.
"Yayaya. Cantik banget anak elo," puji Lala, sahabat Anggi.
"Ya dong. Lihat aja bapaknya. Ganteng gitu." Semua menatap Sandy yang tatapannya hanya tertuju pada Anggi.
"Yap! Suami elo ganteng. Kok mau ya, sama--"
"Rind," tegur Anggi yang menatapnya, terus mengeleng. "Jodohnya."
Rindi mengerucutkan bibirnya, rasanya benar-benar kesal. Dulu ngerebut pacar, sekarang suami Anggi. Manusia kayak Dea harus dibasmi, menurut Rindi.
"Ayo dimakan sama diminum," Brenda berucap manis. Menaruh jus jeruk di atas meja, ngga lupa cemilan.
"Makasih, Tante." Tantri langsung mengambil segelas jus dan menyeruputnya hingga tandas. "Wah, Tante mau punya dua cucu lagi."
"Iya dong. Tante menikahkan anak-anak tante 'kan demi cucu." Melirik Anggi yang menunduk. Air matanya kembali mengalir.
"Biarin gue merusak suasana bejat ini." Rindi berbisik.
"Jangan kamu, biar aku." Anggi menyeka air matanya, menguatkan diri untuk melawan madunya yang padahal, musuh bebuyutannya sejak SMA itu dengan menarik napas, mendongak, tersenyum menatap Sandy yang menatapnya rindu dan beralih pada Dea.
Anggi berdiri dan berjalan mendekati Dea, malah Anggi duduk di sisi Dea, menatap wajah si bayi yang imut menurutnya. "Imut, ya?"
"Jelas! Anak aku dan suami tercintaku." Dea bangga, merasa menang.
"Jadi, ternyata kamu maduku?" Bisik Anggi sembari tangannya mengelus pipi si bayi yang menggeliat, geli.
"Iya. Kaget?"

KAMU SEDANG MEMBACA
KEHADIRAN ORANG KEDUA [TAMAT]
RomanceKetika mempertahankan keluarga dari seorang pendendam yang tidak tahu malu.