15

10.7K 548 3
                                    

BAB 15

●●●

Oek ... oek.

Anggi mengerutkan kening. Tangisan itu terdengar sebelum dia mandi, dan setelah dia selesai mandi, pun tangis itu masih terdengar. Malah semakin menggila.

"Si sialan itu ngapain, sih? Anaknya dibiarkan nangis." Anggi kesal. Melangkah keluar kamar setelah rapi, menuju kamar tamu.

Oek ... oek

Dengan kesal, Anggi membuka kasar pintu kamar. Matanya membulat mendapati Dea yang sedang duduk di sisi si bayi sambil memotong kuku kakinya. Memakai earphone dengan kepala yang mengangguk-angguk.

"Bodoh!" Umpat Anggi kesal. Dia segera menghampiri si bayi dan mengendongnya.

Brak!

Anggi menendang lengan Dea, membuatnya terguling ke samping dan jatuh ke lantai. Dea duduk dan menatap marah pada Anggi.

"Kamu-" menarik Earphonenya.

"Apa? Ibu bodoh! Anaknya nangis malah asik angguk-angguk. Jangan jadi ibu kalau belum siap. Jangan-jangan, ini anak--"

"Anak apa? Anak Mas Sandy lah!" Dia berdiri dan ingin mengambil alih Si bayi, tapi tangannya di tepis Anggi.
"Woe, anak aku!" Ucapnya penuh penekanan.

"Jujur, ini anak kamu sama siapa?" Anggi mulai memicingkan mata saat Dea mulai terlihat gugup.

Menurut Anggi, sekarang waktu yang bagus menekan Dea supaya jujur. Terasa janggal semua musibah itu. Sandy sudah berangkat ke kantor dan para wanita pembully sudah pada pulang.

"Maksud kamu apa?"

"Kamu tahu maksud aku, Ular bodoh! Aku tanya sekali lagi, ini anak kamu sama siapa?"

"Mas Sandy."

"Aku kenal kamu bukan saat kamu jadi madu mas Sandy, Dea. Aku tahu gimana jalan pikiranmu. Kamu jujur, aku berhenti kepo. Aku yakin, ini jebakan. Sebenarnya, masalah kamu sama aku itu apasih? Kenapa selalu ingin bersaing denganku. Dan lagian, Muka si bayi ngga ada mirip-miripnya sama sekali dengan suamiku. Lebih pada muka ... ah! Aku lupa."

Mata mereka beradu tajam. Aura panas itu membuat si bayi yang tadinya nyaman tertidur dipelukan Anggi, mulai menangis lagi.

"Kamu bikin anakku takut, Nggi."

"Jangan mengalihkan topik, Dea. Faktanya, dia akan lebih takut kalau bersama kamu!"

"Aku ibunya."

"Betul. Tapi Mas Sandy pasti bukan ayahnya."

"Masalah muka, makin besar makin bisa menunjukan kemiripan. Kalau udah besar, pasti mirip ayahnya. Ini anak Mas Sandy. Jaga mulutmu!"

Anggi tersenyum kecut. "Kalau enggak?"Berdebat dengan Dea membuat tenggorokannya kering dan mulas di perutnya.

"Serahin anakku. Atau--"

"Ambil! Jangan kamu kira aku Anggi yang dulu
Yang diam saja saat cintanya kamu ambil. Sekarang, Aku ngga bakalan diam. Tunggu saatnya, kebohongan kamu akan terbongkar. Dan saat itu, dukungan kepadamu akan hilang, kamu terpuruk, hidup hancur dan mati secara mengenaskan." Anggi tersenyum sinis. Menyerahkan si bayi dan berjalan keluar. Dia harus beristirahat. Mengeluarkan banyak energi untuk berdebat, tenaganya benar-benar terkuras. Mengabaikan wajah Dea yang benar-benar merah padam, menahan emosi.

....

"Anggi! Keluar kamu!"

Anggi menghela napas beratnya. Terdengar suara Rika yang mengelegar meneriaki namanya. Beranjak dari ranjang, Anggi berjalan keluar dengan mulut yang mengerutu. "Si ular bodoh berulah lagi." Menghela napas beratnya.

KEHADIRAN ORANG KEDUA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang