18

10.3K 499 3
                                    

BAB 18

●●●

Prang

Mata Sandy tertuju pada foto pernikahan yang dia taruh di atas meja kerja pada bingkai 5R, tiba-tiba jatuh ke lantai. Pecah.

Jantung Sandy langsung berdetak hebat. Pikirannya melayang. Menerka tentang apa yang terjadi, bagaimana bisa terjadi. Dia merasa tidak menyenggol bahkan menyentuh benda penyemangatnya itu.
"Ada apa ini?" Matanya langsung teralih pada ponsel. Ingin sekali dia menghubungi sitrinya dan menanyakan apa kabarnya, nyatanya, ponsel itu hanya di tatap. Dia lupa kalau istrinya sedang tidak memegang benda pipih yang canggih itu.

"Semoga kamu baik-baik saja, Sayang." Mengambil foto dan memeluknya. Hatinya menjadi gelisah.

....

"Anggi hamil? Berarti dia akan punya anak. Mas Sandy tidak akan melirikku. Keluarganya juga melihat dia yang sekarang sepertinya tidak lama lagi akan luluh. Huh! Nasipku bagaimana?" Dea membanting dirinya di ranjang. Menatap si bayi yang berada di sisinya.

"Apa aku kasih tinggal kamu, kuambil semua baramg berharga di rumah ini dan kabur? Tapi, harta itu hanya sementara. Aku mau yang kekal. Terus-terusan bergelimang harta."

Kembali menatap langit-langit kamar yang berwarna putih. Menghela napas beratnya. "Dia selalu menang segala-galanya. Riko yang tampan suka dia, bahkan Mas Sandy yang kaya, pun menjadi suaminya. Kenapa bukan aku sih yang berada di posisi Anggi? Kenapa aku harus menjadi yang kedua? Sialan!"

Napasnya terengah-engah.
"Bagaimanapun caranya, aku sudah terlanjur masuk dalam keluarga ini dan harus menjadi nyonya satu-satunya.  Anggi, tunggu kejutan dariku." Dea memejamkan mata sambil tersenyum miring. Dia sedang ingin bermimpi menindas Anggi yang tidak bisa dia lakukan dia dunia nyata.

....

"Ma, kenapa tadi diam saat mbak Dea minta bantuan. Apalagi, Perempuan sial itu menamparnya di depan kita."

"Entah, saat tangan Mama menyentuh perutnya, hati Mama terasa sangat nyaman. Dia mengatakan cucu Mama ada di rahimnya, hati Mama senang." Brenda duduk di sofa ruang tamu rumah besarnya. Pandangannya kosong.

"Mama, kok gitu. Mbak Rika juga," Tina melipat tangan dengan mulut yang mempout.

Rika juga duduk. "Mbak juga tidak tahu, Rin. Kok ada rasa takut kalau Anggi berubah jadi monster dan menendang perut mbak." Dia mengelus perutnya. "Mbak tidak mau terjadi sesuatu pada kandungan Mbak."

Rina terdiam. Dia juga sebenarnya mengalami hal yang namanya takut saat menghadapi Anggi yang sekarang. Moodnya naik turun. "Apa benar, si Anggi lagi hamil?"

"Entah!" Rika mengangkat bahu.

"Seandainya memang hamil, gimana?" Dia duduk di tengah Brenda dan Rika. "Apa kita terima?"

Suasana hening. Rumah megah itu seperti tidak berpenghuni. Tiga orang itu asik dengan pemikirannya sendiri.

...

Kafe itu rasanya benar-benar mencekam. Sepi. Anggi tersenyum menatap Riko yang terlihat lebih gagah dan mapan sekarang. Pacar pertama sekaligus cinta pertama. Rikolah yang membuat Anggi merasakan nano-nano dalam bercinta. Bahagia, cemburu dan patah hati.

"Kita buka lembaran baru."

"Maaf, Riko. Kamu tahu sendiri kalau aku sudah menikah." Anggi ingin menarik tangannya, tapi ditahan Riko. Digenggam lebih erat.

"Aku tahu dan tidak peduli. Asal kamu mau, aku akan perjuangin kamu."

Anggi tersenyum manis. "Sayangnya aku tipe orang setia. Riko Maaf, aku tidak bisa." Dengan gerakan cepat Anggi menarik tangannya. Dia langsung berdiri dan hendak pergi.

KEHADIRAN ORANG KEDUA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang