"Karena menunggu dan berjuang itu sama, sama-sama menguras tenaga"
🐼🐼🐼
Seharian ini Roland dan Karin menghabiskan waktu mereka dengan bermain bersama di timezone, tawa bahagia Karin membuat masalah Karin kemarin seolah-olah tak pernah ada dan itu membuat Roland lega karena akhirnya ia bisa menghibur adik kesayangannya itu.
"Mau pulang sekarang?" Tanya Roland saat mereka berada di cafe yang tak jauh dari mall.
"Tapi masih hujan kak" ujar Karin sambil menatap hujan lewat kaca yang ada di samping meja mereka.
Karin terdiam ia tiba-tiba teringat pesan Lian yang memberitahunya untuk ketemu di taman dekat apartemennya.
"Lian masih ada di taman itu atau nggak yah" batin Karin bertanya-tanya. Karin khawatir jangan sampai Lian masih menunggunya saat ini tapi ia tepis jauh-jauh pemikiran itu tidak mungkinkan saat hujan sederas ini Lian masih menunggunya.
"Dek, lo kok ngelamun?" Ujar Roland membuat Karin tersadar dari lamunannya.
"Kak, Karin pulang duluan yah" ujar Karin sambil mengambil tasnya kemudian berdiri dari kursinya.
"Kok nggak bareng kakak aja, di luar masih hujan lo mau pulang naik apa dek" ucap Roland sambil menahan Karin.
"Gue lupa kalau ada janji sama seseorang" ucap Karin.
"Ya udah lo pake mobil kakak aja, kakak nanti pulang bareng temen kakak" ujar Roland menyerahkan kunci mobilnya sambil menunjuk kearah temannya yang baru masuk ke cafe tersebut.
"Makasih kak, nanti ketemu di apartemen" ujar Karin sambil mengecup pipi Roland lalu ia segera menuju ke mobil mereka.
Karin mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata, saat sudah sampai di taman tersebut ia segera keluar tak peduli hujan yang terus mengguyur hingga membuat bajunya basah.
Karin mengedarkan pandangannya ke segala arah taman tersebut tiba-tiba Karin menyipitkan matanya saat melihat sosok laki-laki yang sedang duduk di kursi taman sambil memeluk lututnya.
Karin berlari kearah kursi tersebut dan sosok laki-laki yang sedang memeluk lututnya itupun mengangkat wajahnya saat merasa ada yang datang kearahnya.
"Lo bego atau gimana sih, ini tuh hujan dan lo baru aja keluar dari rumah sakit, kalau lo masih di sini terus bisa-bisa lo masuk angin. Dasar cowok bego" ujar Karin memarahi Lian. Yah sosok laki-laki yang sedang duduk di kursi taman tersebut adalah Lian, dengan muka pucatnya Lian tersenyum menatap Karin yang berada di depannya sedang memarahi dirinya.
"Masih sempet lagi lo senyum-senyum dasar cowok bego" ucap Karin kesal lantaran Lian masih tersenyum saat Karin memarahinya.
"Gue tahu lo pasti datang, makanya gue nungguin lo" ucap Lian lalu berdiri menghadap Karin.
"Iya kalau gue datang, kalau nggak lo ma-" ucapan Karin terhenti saat Lian tiba-tiba memeluknya dengan erat. Lian tak peduli dengan keadaannya yang basah kuyup. Hujan masih terus mengguyur mereka.
"Di-dingin" ucap Lian bergetar. Tubuh Lian lama-kelaman lemas dan tak lama kemudian Lian pingsan dipelukan Karin, Karin yang merasakan berat badan Lian sepenuhnya bertumpu padanya berusaha untuk menyeimbangkan tubuhnya agar mereka tak jatuh.
"Li, bangun Li jangan bercanda. Gue belum selesai marahin lo" ucap Karin bergetar saat sadar bahwa Lian sedang pingsan dipelukannya.
Karin berusaha melihat wajah Lian yang ada di bahunya dan Karin tersentak kaget saat melihat hidung Lian yang mengeluarkan darah. Dengan sekuat tenaga Karin berusaha membawa tubuh Lian kedalam mobilnya. Dengan susah payah akhirnya Karin bisa mendudukan Lian di dalam mobilnya
"Gue mohon bertahan buat gue Lian" ucap Karin sambil menatap Lian yang duduk di kursi tepat di samping kursi pengemudi. Karin bersyukur Roland menawarkan ia untuk memakai mobilnya tadi.
Dengan segera Karin mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata menuju ke rumah sakit terdekat untungnya jalanan saat ini lenggang jadi ia tak perlu khawatir akan terjebak macet.
***
Lian baru saja masuk ke ruang ICU, Karin duduk di kursi tunggu sambil menangis ia merasa cemas dan khawatir dengan keadaan Lian. Karin tiba-tiba teringat dengan Rafael dengan segera Karin mengambil ponselnya lalu menelfon Rafael.
"Raf, Lian masuk rumah sakit" ujar Karin saat panggilannya dijawab oleh Rafael setelah deringan ketiga.
"Apa? Kenapa bisa?" Tanya Rafael kaget.
"Gu-gue juga nggak ngerti tadi Lian suruh gue datang ditaman dekat apartemen gue tapi gue telat datang dan saat itu hujan deres banget. Gue nggak tau kalau Lian masih nungguin gue dan saat gue tiba ditaman itu Lian tiba-tiba meluk gue terus nggak lama dia pingsan dan dari hidungnya keluar darah. Gue takut Raf" ucap Karin terbata-bata.
"Ya udah sekarang lo tenang dulu, kirimin alamat rumah sakitnya gue bakal nyusul kesana. Lo tunggu aja" ucap Rafael.
"I-iya Raf cepet yah, g-gue takut banget" ujar Karin lalu mematikan sambungan telfon mereka.
10 menit kemudian suara langkah kaki yang tergesa-gesa terdengar ke telinga Karin, Karin yang awalnya menundukkan kepalanya dan menoleh kearah ujung koridor.
Disana Karin melihat Rafael yang sedang berlari kearahnya dengan tergesa-gesa. Saat Rafael sudah berada di dekatnya dengan cepat Karin memeluk Rafael sambil menangis.
Karin meletakkan kepalanya didada Rafael dan menangis sejadi-jadinya, situasi seperti ini membuat Karin lemah sedangkan Rafael yang dipeluk secara tiba-tiba oleh Karin mematung namun tak lama kemudian Rafael membalas pelukan Karin sambil mengelus rambut Karin berusaha menenangkannya.
Karin masih juga tak bicara ia tetap menangis Rafael yang mengerti keadaan Karin hanya bisa diam sambil tetap mengelus puncak kepala Karin.
"Raf, gue takut" ucap Karin dengan suara bergetar.
"Lo tenang aja, Lian pasti baik-baik aja kok" ucap Rafael menyakinkan Karin sambil masih mengelus rambut Karin guna menenangkannya.
"Ini semua salah gue, seharusnya gue nemuin Lian lebih cepat. Gue yang salah" ucap Karin.
"Stt, nggak ini bukan salah lo ataupun salah siapa-siapa. Disini nggak ada yang salah." Ujar Rafael sambil menangkup wajah Karin dengan kedua tangannya.
Setelah Karin tenang Rafael menuntun Karin agar duduk di kursi tunggu, tak lama kemudian suara langkah kaki terdengar lagi dan saat Rafael dan Karin menoleh mereka melihat orang tua Lian yang berlari kearah mereka.
"Rafael gimana keadaan Lian?" Tanya Ibu Lian khawatir.
"Kita belum tahu gimana keadaan Lian karena Lian masih ditangani sama dokter, Tante" jawab Rafael.
Ibu Karin yang mendengar ucapan Rafael menangis sejadi-jadinya pasalnya anak satu-satunya sedang berjuang didalam ruang ICU dan ia disini tak bisa berbuat apa-apa untuk membantu Lian. Ibu Lian juga yakin bahwa ini semua pasti karena penyakit anaknya yang kambuh kembali.
Ayah Lian mencoba menengakan istrinya, ia selalu menghibur istrinya dengan mengatakan bahwa Lian pasti baik-baik saja.
"Maaf Om, Tante ini semua salah Karin" ujar Karin sambil menunduk.
"Nggak ini bukan salah kamu atau siapapun" ujar Ayah Lian sambil tersenyum kearah Karin.
"Iya sayang ini bukan salah kamu kok" ujar Ibu Lian lalu ia memeluk Karin. Kedua wanita yang berbeda usia tersebut berpelukan sambil menangisi sosok yang sama-sama mereka sayangi yang tengah berjuang di ruang ICU.
***
Jika bisa memilih aku ingin seperti hujan, hujan yang pantang menyerah seperti filosofinya sendiri yaitu
"Hujan akan tetap kembali walau tahu rasanya jatuh berkali-kali"
Hujan mengajarkan kita untuk pantang menyerah dalam menjalani masalah yang selalu muncul dalam kehidupan kita. Teruslah berusaha dan jangan pernah menyerah.
Jangan lupa vote and coment. Pliss jangan jadi silent readers💕
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFAELKARINA [COMPLETED]✅
Fiksi RemajaBeberapa part di private, follow sebelum membaca!! Lo boleh benci sama gue tapi gue mohon tolong kasih gue kesempatan buat memperbaiki semuanya ~ Rafael Aditya Revaldi Lo terlalu takut sama trauma masa lalu lo sampai lo lupa caranya menghargai cewek...