Nico masih terus fokus pada ponselnya yang menampilkan sebuah game yang kini tengah ia mainkan. Raut wajahnya sangat serius dan jari-jarinya begitu gencar menekan-nekan layar benda bentuk pipih itu.
"AH!" Nico menggeram kesal begitu permainannya selesai tapi tidak berhasil.
"Males lama-lama gue mainnya," Nico membuang ponselnya sembarang arah kemudian mulai turun dari kasur empuknya. Berjalan keluar kamar dan menuju dapur.
Pandangan Nico berjelajah melihat seisi rumah saat dirinya akan turun dari tangga. "Mama?"
Nico menggaruk kepalanya hingga membuat rambutnya menjadi acak-acakan. "Mama kemana sih?" Tanyanya lebih kepada diri sendiri. Kemudian dia kembali berjalan.
"Mama?" Panggil Nico lagi, kali ini dengan nada cukup keras.
"Apasih kamu! Teriak-teriak, udah malem nih, tetangga pada marah nanti." Omel Gita mamanya Nico, terdengar saat itu sedang berjongkok untuk memeriksa kulkas.
Nico hanya menyengir lebar. "Nico pengen dibuatin susu strawberry." Pinta Nico lalu duduk disalah satu kursi dekat meja pantry.
Gita mengangguk dan mulai bekerja, mengeluarkan susu bubuk rasa strawberry dari dalam kulkas dan mulai membuatnya.
"Gimana sekolah kamu?" Tanya Gita disela-sela aktivitasnya membuat susu.
"Baik" jawab Nico begitu cepat. "Kenapa, Ma?"
"Enggak, cuma nanya aja" lalu Gita memberikan segelas susu strawberry yang sudah jadi itu pada Nico. "Nih"
Nico tersenyum lebar. "Thanks, Mom. I love you"
Gita mengangguk dan ikut tersenyum "l love you too. Oh ya, dengar-denger kamu ada pelajaran tambahan?"
Setelah meminum seteguk susu, Nico mengangguk untuk menjawab pertanyaan Gita. "Iya"
"Belajar yang bener ya, biar bisa wujudin cita-cita yang kamu mau." Pesan Gita. "Jangan bandel lagi, kamu udah kelas 12, gak malu apa kalau nanti kamu gak lulus?"
Jangan bandel lagi? Tiba-tiba otak Nico langsung dipaksa berputar-putar untuk berpikir keras.
"Nico?"
"Eh, iya?" Nico tersadar
"Denger Mama, gak?"
Nico terdiam, berpikir. Kemudian pada akhirnya tidak ada jawaban lain lagi selain ia harus jawab "iya Ma, Nico denger.
🐞🐞
"Al... ayo bagun, mau berangkat jam berapa ke sekolahnya?"
Alberta menutup wajahnya dengan selimut saat cahaya matahari pagi berhasil menembus jendela kamarnya yang tirainya sudah terbuka.
"Lima menit, Bun."
Nina--Bundanya Alberta, menggeleng pelan melihat tingkah anak gadisnya yang selalu susah bagun pagi.
"Enggak ah, lima menit kamu itu sejam. Ayo bagun, entar telat loh kamu. Nina menarik tangan Alberta agar anaknya itu segera bangkit dari tempat tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBERTA
Teen FictionTidak ada satupun yang dapat mengelak dari takdir, termasuk Alberta. Alberta, gadis polos yang selalu menghabiskan waktunya dikelas, sibuk dengan novel atau buku pelajaran. Dia bukan cewek-cewek hits yang dikenal oleh seluruh murid di sekolahnya, pe...