Nico mulai mengambil satu bola basket, kemudian mulai mengambil ancang-ancang untuk memasukkannya kedalam ring. Alberta terus memperhatikan gerak-gerik Nico sampai bola itu masuk dengan sempurna.
"Ngerti, nggak?"
Alberta menggeleng polos. Alberta mana mau ngerti tentang olahraga. Alberta tidak suka olahraga asal kalian tahu.
Nico hanya terkekeh. Lalu, dia kembali mengambil satu bola basket dan diberikan kepada Alberta. "Nih,"
"Kok dikasih ke aku? Aku kan gak tau mainnya,"
Nico mulai menarik Alberta lagi untuk berdiri tepat didepan mesin permainan itu. Berdiri dibelakang Alberta, memegang tangan Alberta untuk membenarkan cara pegang bola cewek itu. Alberta yang diperlakukan seperti itu hanya bisa menahan nafas. Ini sama saja seperti dipeluk dari belakang.
"Al, fokus!" Nico menegur Alberta yang hanya melamun.
"Eh-- iya, i-- ini fokus."
Nico mulai menggerakkan tangan Alberta untuk memasukkan bola, dan itu berhasil setelah beberapa detik bola itu sempat jatuh karena Alberta gagal fokus.
"Gitu!" Nico mulai menjauh dari Alberta. "Udah ngerti?"
Alberta hanya mengangguk saja. Jika dia bilang tidak, Nico pasti akan mengajarkannya lagi dan itu semakin tidak baik untuk jantungnya.
"Gue udah cape," keluh Nico.
"Pulang?" tanya Alberta seraya memberikan tas belanja milik Nico.
Nico menggeleng. Kembali menggenggam tangan Alberta dan membawanya ke salah satu restaurant yang terdapat di mall tersebut.
"Kamu mau makan?" tanya Alberta saat mereka hendak masuk ke dalam restaurant.
"Iya,"
"Eh, tunggu," Alberta menahan langkah Nico. "Kita makan ditempat lain aja, yah?"
Dahi Nico berkerut. "Dimana?"
Kali ini giliran Alberta yang menarik tangan Nico. Cewek itu tersenyum lebar. "Kamu pasti suka, makanannya enak-enak!"
Nico yang ditarik hanya pasrah saja. Lagian, dia senang bisa seperti ini bersama Alberta. Rasanya, ini seperti asli. Hubungan mereka seperti bukan didasari kepura-puraan. Tapi mengingat sesuatu, Nico langsung menepis semua itu.
🐞🐞
Alberta dan Nico masuk ke dalam rumah makan yang terletak di pinggir jalan. Rumah makan itu sangat ramai tapi masih ada tersisa meja kosong yang bisa ditempati Alberta dan Nico.
Setelah mereka berdua sudah duduk, Alberta pergi memesan makanan untuk keduanya, tersisalah Nico sendirian. Cowok itu melihat kesekelilingnya, sangat berisik sekali, belum lagi suara orang-orang yang ngobrol sana-sini bercampur dengan suara pengamen. Nico bukan tidak suka makan di pinggir jalan, tapi dia tidak suka jika ramai sekali seperti ini.
"Kenapa? Gak suka, yah?" tanya Alberta tiba-tiba, entah kapan dia sudah kembali duduk.
Nico langsung menggeleng. "Bukan. Cuma rame, gue gak terlalu suka."
"Ramean mana sama mall?"
"Kalo mall kan berisiknya gak terlalu apa yah, pokoknya berisiknya itu kayak angin lewat aja lah, soalnya kan luas. Kalo disini, gak luas-luas banget, terus rame, berisiknya juga campur sama suara pengamen, jadi gak enak didenger."
Alberta hanya manggut-manggut saja. Lalu, dia diam memikirkan tentang jantungnya yang selalu berdetak tidak normal jika bersama Nico.
"Al?" Nico melambaikan tangannya didepan wajah Alberta. "Al? Gak kesambet, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALBERTA
Teen FictionTidak ada satupun yang dapat mengelak dari takdir, termasuk Alberta. Alberta, gadis polos yang selalu menghabiskan waktunya dikelas, sibuk dengan novel atau buku pelajaran. Dia bukan cewek-cewek hits yang dikenal oleh seluruh murid di sekolahnya, pe...