ALBERTA - 14

40 34 2
                                    

Untuk pertama kalinya, selama hampir tiga tahun Alberta sekolah di SMA Taruna, baru hari ini cewek itu merasa tidak ingin sekolah. Masih sangat pagi, murid-murid yang lain sudah menatap Alberta dengan pandangan tidak bersahabat, bisikan-bisikan yang menusuk hati pun terus terdengar.

Alberta hanya menghela nafasnya pelan dan mempercepat langkahnya agar cepat sampai ke kelas. Karena untuk Alberta, hanya kelasnya lah yang bisa menjadi tempat teraman.

"Iya, yang itu, yang sok cantik!"

"Ih, liat deh mukanya, operasi kayaknya,"

"Ganjen banget jadi cewek, deket-deket sama Nico!"

"Rambut dicokelatin gitu biar apa?!"

"Halah, pendek aja bangga!"

Brak

Alberta langsung terkejut begitu sebuah bunyi yang keras terdengar. Bukan hanya Alberta, tapi Vivi dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.

Dibelakang Alberta, ada Rina. Menatap Vivi beserta temannya dengan pandangan yang berapi-api. Dadanya naik turun pertanda bahwa emosinya sudah diubun-ubun.

Rina berjalan mendekati Vivi dan tanpa basa-basi, tangan Rina melayang menampar pipi Vivi.

"Lo perlu jaga ucapan lo, yah! Lo punya orang tua, kan? Lo diajar menghargai orang lain, kan? Lo punya etika, kan? Lo di sekolahin biar apa? Guru pernah ajar lo yang kayak gini? Lo punya agama, kan? Agama lo perintahnya apa aja? Menjelekkan orang?"

Vivi dan teman-temannya hanya diam. Membiarkan Rina yang kini mengambil ancang-ancang untuk kembali bicara.

"Alberta gak pernah sentuh lo sedikit pun, Alberta bahkan gak kenal lo itu siapa. Alberta gak pernah mau urusin hidup lo buat ini itu, Alberta gak mau tau apa yang bakal lo lakuin, Alberta gak peduli lo mau deket sama siapa aja, Alberta gak pernah ngatur lo buat jalanin hidup yang kayak gimana. Alberta juga bodo amat lo sama Nico mau kayak gimana, Alberta sama Nico gak lebih dari temen deket, lo mau ambil Nico? Silahkan! Terbuka lebar pintu buat Queen Vivi Meirinta!"

Alberta berjalan mendekati Rina, kemudian mengelus pundak sahabatnya itu pelan. "Na, udah."

Murid-murid yang sedang menonton aksi mereka itu hanya diam tanpa bersuara sedikit pun. Jujur saja, mulai dari saat Rina melemparkan botol aqua yang masih berisi penuh kearah loker, disitu mereka sudah merasa takut pada Rina.

"Lo bilang Alberta sok cantik? Cih, Alberta emang cantik!" kata Rina lagi masih berlanjut.

"Lo bilang Alberta ganjen? Plis, lo perlu gue beliin kaca?"

"Lo bilang rambut Alberta apa?" Rina memegang rambut Alberta yang terurai. "Dicokelatin? Haduh, ini alami. Gak kayak kalian yang diwarna-warnain!"

"Ah, lo bilang Alberta pendek?" Rina mengangkat bahunya. "Seenggaknya Alberta imut."

"Oh iya, satu yang bener-bener ganggu telinga gue, muka Alberta operasi?" Rina tertawa sebentar. "Kalo lo pada ngerasa Alberta operasi, gimana kalo kita tanya dulu, apa kabar sama hidung dan dagunya Vivi?" kemudian Rina tersenyum sinis.

Vivi dan teman-temannya langsung terdiam, tubuh mereka menegang. Murid-murid yang lain pun langsung berbisik-bisik. Bahkan Alberta sempat kaget dan menatap Rina dari samping. Dilihatnya Rina yang tersenyum penuh kemenangan.

🐞🐞

"WOY!" Vandra menggebrak meja di kantin Mbah Geng membuat lima sekawan itu berjengit kaget.

"Bangsat!" Bima mendorong kepala Vandra dengan kencang membuat badan Vandra juga sedikit terdorong.

"Paan sih, lu?" tanya Nico dengan kesal.

ALBERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang