[12]

6.2K 775 79
                                    

Ramai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ramai. Satu hal yang menggambarkan suasana rumah sore ini. Entah ada acara apa, Kevlar tidak mengerti. Yang pasti tadi Oma memaksanya agar membantu menyiapkan makanan untuk para tamu. Dia menurut walau bahkan dia belum sempat mengganti seragam sekolahnya.

Semuanya terlihat sibuk. Ayah dan bunda juga ikut turun tangan membereskan ruang tamu. Dia hanya mampu diam tidak berani bertanya karena sekalipun berbicara suaranya tidak akan pernah didengar.

Dengan sangat pelan dia menuang jus apel yang baru saja ia haluskan ke dalam gelas. Lalu anak itu menyusun gelas-gelas pada meja besar di tengah ruangan. Netranya tidak sengaja bertemu dengan Bunda saat berpapasan tadi. Dia tersenyum, namun tidak dengan Bunda. Wanita itu justru tetap berlalu seolah tidak pernah melihatnya.

"Kenapa melamun? Cepat kerjakan! Sebentar lagi tamu akan datang."

Kevlar terkesiap mendengar suara tinggi Oma dari arah dapur. Dengan cepat dia menyusun gelas tersebut kemudian kembali melangkah ke arah dapur. Disana, Oma sedang menatapnya dengan tajam.

"Malam ini jangan ke luar dari kamar mu!"

Anak itu menunduk dalam dengan berbagai pertanyaan yang ia pendam. Mengapa oma tidak mengijinkan ia ke luar?
Dia tertawa lirih, sangat lirih hingga Oma tidak menyadarinya. Harusnya dia sadar, dia bukanlah siapapun disini. Bisa tinggal dengan ayah dan bunda saja sudah membuatnya bahagia. Dia tidak berhak menuntut apapun lagi.

Anak itu mengangguk dengan senyuman manis. Hati Oma bahkan serasa berdesir melihat senyuman itu. Entah mangapa perasaan nya menjadi aneh saat melihat senyum itu, sama persis dengan milik seseorang.

"Kembalilah ke kamar mu!"

Sebelum benar-benar pergi, Kevlar sempat 'kan melihat ayah dan bunda yang masih saja sibuk. Wajah mereka sudah terlihat sangat lelah, andai dia berani maka dia akan menyuruh ke duanya untuk istirahat. Tapi sayang, dia tidak cukup berani melakukan itu. Anak itu membawa langkah beratnya ke belakang, dimana kamarnya berada.

Sedangkan Oma, dia melihat punggung kecil itu yang semakin menjauh dan tertelan oleh pintu. Hatinya masih saja berdesir tak karuan. Entah karena apa dan hal apa. Dia juga tidak mengerti. Yang pasti dia tidak ingin lagi melihat senyuman itu, sangat menyakitkan bila harus mengingat sosoknya.

°°°

Kin dan Kenzo memandang bingun bunda yang berdiri dengan senyuman manis. Mereka kini sudah mengenakan pakaian berjenis sama. Bunda bilang, bahwa akan ada acara di rumah ini dan mereka diwajibkan ikut. Awalnya menolak, tapi suara tegas ayahnya membuat mereka terpaksa harus menyetujui. Karena jujur saja, baik Kin maupun Kenzo sama-sama tidak menyukai acara formal seperti ini.

Anisa menarik tangan ke dua anaknya untuk segera turun dan bertemu dengan tamu yang sudah datang. Mereka berjalan mendekat ke arah Fikri yang masih mengobrol dengan teman-teman bisnis nya.

"Kalian udah datang?"

"Udah."

"Kenalkan mereka ke dua putra ku."

Orang-orang disana menoleh ke arah Kin dan Kenzo yang justru terdiam dengan pandangan lurus. Merasa sakit dengan ucapan ayah nya, bukankah dia masih mempunyai satu putra lagi?
Lalu kenapa hanya mereka berdua yang diperkenalkan disini.

"Mereka sangat tampan. Mirip seperti mu, Fik."

"Tentu saja karena mereka putra ku."

Fikri berpindah posisi hingga sekarang sudah berdiri diantara Kin dan Kenzo. Dia merangkul ke dua putranya dengan hangat. Kin membuang pandang nya, ini tidak benar dan dia tidak merasa bangga diperkenalkan dengan teman-teman ayahnya. Fikiran nya kini hanya tertuju pada satu orang, adiknya. Bagaimana anak itu, semoga saja dia tidak mendengar semuanya.

Tapi sepertinya pemikiran Kin salah. Kevlar sudah mendengar semuanya, tentang perkataan ayah. Dia mendengar segalanya, anak itu tetap memaksa ke luar kamar dengan seragam yang masih ia pakai. Penasaran dengan acara apa yang di buat oleh keluarganya, saat rasa penasaran itu justru kini membuat perasaan nya hancur. Seharusnya tadi dia tetap berada di kamarnya dari pada harus mendengar ini semua.

Kevlar berbalik dan membawa langkahnya ke arah kebun. Tangannya ia remat dengan kuat melampiaskan rasa sakit hatinya. Tapi entah mengapa tiba-tiba saja kaki nya terasa kaku dan sulit bergerak hingga membuatnya jatuh tersungkur di atas lantai. Bibirnya meringis pelan merasakan perih pada area lutut dan siku nya.

Kaki nya tidak dapat merasakan apapun. Bahkan saat anak itu memukulnya dengan keras, tetap dia tidak bisa merasakan sakit. Tangannya nampak bergetar dia terus memukul kaki nya dengan kuat dengan lelehan air mata. Takut. Dia sangat takut.

"Ini kenapa Tuhan?"

°°°

Anisa duduk merenung di kamarnya. Setelah acara tadi baru saja selesai, dia segera menuju kamar dan menguncinya dari dalam. Tidak perduli jika nanti Fikri juga akan ikut masuk. Tatapan nya terlihat kosong dengan tangan yang terlihat meremat foto seseorang. Seorang bayi laki-laki yang sangat manis dan lucu.

Dia merasa bahwa sikapnya sudah sangat menyakiti anaknya. Walau fakta terlebih membuatnya hancur. Tapi mau bagaimana pun, anak itu sudah ia rawat dengan kasih sayang. Paksaan seperti apapun agar dia membenci anak itu, tidak akan pernah bisa ia lakukan. Dia seorang ibu, mengerti betul bagaimana tatapan terluka putranya.

Dan secara tidak langsung itu juga menyakitinya. Isakan mulai terdengar memecah keheningan. Dia memeluk foto itu dengan erat, seolah tengah memeluk seseorang yang selama ini jauh darinya. Dia mungkin terlihat tidak peduli, tapi dia masih mempunyai hati.

"Dia itu penghancur keluarga mu."

Dia menggeleng kuat saat suara itu kembali terngiang. Mengapa harus anak itu?
Mengapa bukan yang lain saja, dia sudah sangat menyayanginya. Kenapa takdir sangat kejam padanya dan anak itu. Dosa apakah dia hingga harus mendapat takdir ujian seperti ini.

"Maafkan Bunda, Nak."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Dunia Khayalan,
28April 2019

|✔| KEVLAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang