[16]

6.1K 773 94
                                    

Kin memarkirkan motornya tepat di halaman rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kin memarkirkan motornya tepat di halaman rumah. Dia melangkah masuk dan disambut dengan tatapan tajam Ayah di ambang pintu. Dari raut yang ia baca, Ayah nampak sedang menahan emosi. Dia mengaku salah, semalam pergi dan baru pulang saat hari menjelang siang. Tidak mengabari siapapun, jadi wajar saja jika mungkin Ayah sudah sangat emosi saat ini.

Kini, dirinya sudah tepat berdiri dihadapan Ayah dengan kepala tertunduk. Tangannya mengepal di samping tubuh saat rasa panas baru saja menjalar di area wajah nya. Dia memejam erat menahan perih, hingga dia rasa sudut bibirnya terasa robek hingga bau anyir sangat terasa.

"Sudah berani menjadi pembangkang, Kin? Apa selama ini Ayah pernah mengajarkan hal ini?"

Ada emosi dalam getar suara itu. Ini pertama kalinya Fikri semarah ini hingga berani bermain fisik. Sudah dikatakan bukan, jika Ayah nya berubah menjadi sosok monster akhir-akhir ini. Kin berdecih pelan, tangannya mengusap kasar darah yang menetes. Dia menatap balik Ayah, hingga beberapa saat, tatapan itu kembali terikat.

"Apa Ayah tau, kenapa Kin ngelakuin ini?"

Fikri diam, dengan tatapan yang terus berpusat pada bola mata hitam itu. Disana, dia dapat melihat begitu besar luka dan kekecewaan. Melihat penampilan putranya yang kacau, rasanya sudah sangat lama sekali dia tidak melihat anak itu dari jarak sedekat ini.

"Karena Kin hanya ingin perhatian Ayah dan Bunda."

Kin melenggang pergi begitu saja meninggalkan Fikri pada kebisuan. Rahangnya mengeras bersamaan dengan rasa sesak yang menikam. Ucapan putranya beberapa detik lalu, seolah menamparnya kuat pada kenyataan. Begitu jauh kah ia sekarang?

°°°

Kin sudah muak dengan drama yang terjadi di keluarganya. Tentang mengapa Ayah dan Bunda berubah, dia rasanya sudah lelah untuk bersabar menanti jawaban. Hingga kini nyatanya tak ada, tidak ada satupun dari mereka yang berusaha memberi jawaban itu.

Hatinya kalut saat ini, dia memutuskan pergi ke kamar Kevlar yang terbuka. Dia langsung saja masuk dan membaringkan tubuhnya. Kevlar yang masih membereskan pakaian menoleh, memandang heran pada kakaknya. Dia melupakan sejenak kegiatannya, berjalan mendekat dan duduk di samping ranjang. Matanya tak pernah lepas pada area bibir kakaknya yang sobek.

"Lo habis berantem?" Kevlar sedikit menekan luka itu hingga membuat kakaknya menjerit. Dia meringis ikut merasa perih.

Kin merubah posisi duduknya menjadi bersandar pada tembok, memegang tangan adiknya. Dia tersenyum miris merasakan tangan kurus itu yang semakin kurus saja. Kevlar diam tapi tidak dapat dipungkiri, ada perasaan hangat yang menyentuh dinding hatinya. Sudah lama sekali, dia tidak merasakan genggaman hangat kakaknya.

|✔| KEVLAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang